HSI 10 - Halaqah 56-60

 

HSI 10 - Halaqah 56-60


🆔 Group WA HSI Abdullah Roy
🌐 hsi.abdullahroy.com
════ ❁✿❁ ════

📘 Silsilah ‘Ilmiyyah 10.3 Sirah Nabawiyyah

🔊 Halaqah 56 ~ Ahlus Suffah

🔊 Halaqah 57 ~ Aturan-Aturan Di Antara Penduduk Madinah

🔊 Halaqah 58 ~ Bani Qainuqa’ Membatalkan Pejanjian Dan Diusir

🔊 Halaqah 59 ~ Penghianatan Ka’ab bin Al Asyraf Terhadap Perjanjian

🔊 Halaqah 60 ~ Pengusiran Bani Nadhir

👤 Ustadz Dr. Abdullah Roy, M.A.

════ ❁✿❁ ════

Halaqah 56 ~ Ahlus Suffah

Ahlus Suffah adalah kelompok orang-orang yang fakir dari kalangan Muhajirin di zaman Nabi ﷺ, yang mereka tidak memiliki tempat tinggal. Sehingga, Nabi ﷺ menempatkan mereka di bagian belakang masjid Nabawi. Pemuka mereka adalah Abu Hurairoh. Dahulu Nabi ﷺ apabila ingin mengundang Ahlus Suffah, beliau memanggil Abu Hurairoh. Selain orang-orang muhajirin, ada sebagian kecil orang-orang Anshor yang tinggal bersama mereka, karena ingin hidup zuhud meskipun dia memiliki rumah di Madinah, seperti Ka’ab bin Malik Al Anshory, Handzolah bin Abi Amir Al Anshory, dan Haritsah bin An-Nu’man Al Anshory.

Jumlah Ahlus suffah kurang lebih 70 orang, terkadang bertambah dan terkadang berkurang. Di antara nama-nama mereka:

  1. Abu Dzar
  2. Watsilah bin Al Asqo
  3. Salman Al Farisy
  4. Khudzaifah bin al Yamman
  5. Khobbab bin Al Ard
  6. Zaid Ibnu Khotob
  7. Abdullah bin Mas’ud
  8. Safinah (budak Nabi ﷺ)
  9. Bilal bin Robbah
  10. Suhaib Arrumi
  11. Al Irbab Ibnu Sariah, dll.

Mereka mengkhususkan diri mereka untuk menuntut ilmu beribadah kepada Allāh dan berjihad. Dalam waktu-waktu senggang mereka, mereka gunakan untuk shalat, beritikaf, membaca Al-Qurān, mempelajari ayat-ayat Allāh, berdzikir, dan sebagian mereka menggunakan waktunya untuk belajar menulis. Sehingga sebagian mereka dikenal dengan ilmu dan hafalan haditsnya seperti Abu Hurairah, dan sebagian dikenal mengetahui Hadīts-Hadīts tentang fitnah seperti Khudzaifah Ibnu Yamman, dan sebagian mereka dikenal dengan kedalaman ilmunya di dalam Alquran seperti Abdullah bin Mas’ud. Meskipun mereka adalah ahli ilmu dan ibadah, namun mereka tidak ketinggalan ikut serta di dalam kegiatan masyarakat dan berjihad di jalan Allāh.

Ada di antara mereka yang meninggal ketika perang Badr, seperti Sofwan bin Baidho, ada yang meninggal ketika perang Uhud, seperti Handzolah, ada yang meninggal perang Al Yamamah seperti Zaid Ibnu Khotob, dll.

Ahlus Suffah memiliki pakaian sederhana, terkadang pakaian mereka tidak bisa menjaga mereka dari dingin, dan tidak menutupi tubuh mereka secara sempurna. Makanan mereka kebanyakan adalah qurma. Dahulu Nabi ﷺ sering mengundang mereka dan beliau memohon maaf kepada mereka jika makanan yang dihidangkan tidak enak. Sering mereka menahan lapar, terkadang sebagian mereka pingsan ketika shalat, dan dahulu Nabi ﷺ dan para shahabatnya sangat memperhatikan Ahlus Suffah. Beliau ﷺ sering menziarahi mereka, mengunjungi orang yang sakit di antara mereka, duduk bersama mereka, menasihati mereka supaya banyak membaca Al-Qurān dan dzikrullah.

Demikianlah keadaan Ahlus Suffah. Kemiskinan mereka dan kefakiran mereka tidak menghalangi mereka untuk tidak menuntut ilmu, beribadah, dan berjihad di jalan Allāh.

Halaqah 57 ~ Aturan-Aturan Di Antara Penduduk Madinah

Nabi ﷺ sebagai pemimpin kota Al-Madīnah, telah mengatur hubungan di antara penduduk Madinah. Aturan-aturan tersebut tertulis supaya masing-masing pihak mengetahui hak dan kewajibannya. Aturan-aturan tertulis tadi dikenal di dalam Kitāb-kitāb yang lama dengan Al Kitab atau Ash Shohifah dan sebagian penulis memberi nama dengan Dustur atau Al Watsiqoh. Di antara yang mendatangkan teks aturan-aturan ini adalah Muhammad bin Ishak yang meninggal pada tahun 151H.

Sebagian isi aturan-aturan ini ada di dalam shahih Al Bukhari dan Muslim, Musnad Ahmad, Sunan Abu Dawud, Ibnu Majjah dan juga Ath Tirmidzi.

Aturan-aturan tadi terbagi menjadi dua:

  1. Aturan yang berkaitan dengan perdamaian orang-orang Yahudi, dan aturan-aturan ini ditulis sebelum terjadinya perang Badr.
  2. Penjelasan kewajiban dan hak kaum muslimin antara Muhajirin dan Anshor, dan ini dibuat setelah terjadinya perang Badr.

Disebutkan di dalam sebagian riwayat, bahwa aturan-aturan yang berkaitan dengan Muhajirin dan Anshor digantungkan di pedang Rasulullãh ﷺ yang bernama Zulfiqor dan pedang ini termasuk rampasan perang ketika perang Badr.

Di antara isi aturan-aturan tersebut:

  1. Umat Islām adalah umat yang satu.
  2. Orang-orang yang beriman wajib untuk melawan orang yang berbuat dzolim atau dosa atau permusuhan atau kerusakan di antara orang-orang yang beriman, meskipun itu adalah anak salah seorang di antara mereka.
  3. Seorang Mukmin tidak dibunuh karena membunuh orang kafir.
  4. Tidak boleh seorang mukmin menolong orang kafir atas seorang mukmin.
  5. Ibrohim telah mengharamkan kota Mekkah dan Nabi ﷺ telah mengharamkan kota Madīnah.
  6. Al-Madīnah adalah tanah haram dari bukit ‘Air sampai tempat demikian.
  7. Barangsiapa yang membuat sesuatu yang baru, yaitu dosa atau bid’ah, dan melindungi orang yang membuat perkara yang baru, maka dia mendapat laknat Allāh, Malaikat, dan seluruh manusia.
  8. Jaminan kaum muslimin adalah satu, orang yang paling rendah di antara mereka diterima jaminannya.
  9. Orang-orang Yahudi yang mengikuti kita maka dia berhak ditolong tanpa didzolimi dan tanpa menolong orang yang memusuhi mereka.
  10. Perdamaian orang-orang yang beriman itu satu, tidak boleh seseorang yang beriman melakukan perdamaian tanpa mukmin yang lain.
  11. Sesungguhnya setiap apa yang diperselisihkan, dikembalikan kepada Allāh dan Rasul-Nya.
  12. Orang-orang Yahudi mengeluarkan hartanya bersama orang-orang yang beriman selama mereka diperangi.

Itu adalah sebagian dari isi aturan-aturan tersebut.

Halaqah 58 ~ Bani Qainuqa’ Membatalkan Pejanjian Dan Diusir

Orang-orang Yahudi tidak konsisten dengan perjanjian yang sudah dibuat bersama kaum muslimin. Bahkan mereka cenderung memusuhi perjanjian ini yang menyebabkan mereka diusir dari kota Madinah.

Bani Qainuqa’ menampakkan kemarahan dan hasad mereka ketika kaum muslimin menang di perang Badr yang terjadi pada tahun ke-2 Hijriyah.

Rasulullãh ﷺ berkata kepada mereka:

Wahai orang-orang Yahudi masuklah ke dalam agama Islām sebelum menimpa kalian apa yang menimpa Quraisy.

Bani Qainuqa mengatakan:

Wahai Muhammad kamu jangan tertipu, kamu membunuh sebagian orang-orang Quraisy yang mereka tidak tahu cara berperang. Seandainya kamu memerangi kami, niscaya kamu akan tahu bahwa kami adalah orang-orang yang bisa berperang dan kamu belum pernah berperang dengan orang-orang seperti kami.

Ada riwayat yang lemah yang menyebutkan bahwa salah seorang dari Yahudi Bani Qainuqa mengikat pakaian seorang wanita muslimah yang sedang berada di pasar Bani Qainuqa. Maka, ketika wanita ini berdiri, tersingkaplah hijabnya dan dia berteriak, datanglah seorang muslim yang kemudian membunuh orang Yahudi tadi. Kemudian, muslim ini dikeroyok oleh orang-orang Yahudi dan meninggal dunia. Setelah itu, keluarga muslim tadi meminta pertolongan kepada kaum muslimin yang lain.

Adapun pengusiran Bani Qainuqa, maka ini adalah kabar yang benar. Dikeluarkan oleh Al Imam Al Bukhari di dalam shahihnya dan disebutkan oleh Ibnu Ishak, bahwa Bani Qainuqa yang merupakan sekutu Abdullah Ibnu Ubaid Ibnu Salul dikepung oleh Nabi ﷺ selama 15 malam dan yang memegang bendera saat itu adalah Hamzah bin Abi Thalib. Kemudian, mereka pun mau menyerah dengan syarat harta mereka diserahkan kepada Nabi dan kaum muslimin, sementara istri dan anak-anak mereka bawa. Ubadah Ibnu Ash Shaamith, beliaulah yang saat itu bertanggungjawab dalam pengusiran Bani Qainuqa dan beliau semenjak saat itupun berlepas diri dari sekutu-sekutunya dari kalangan orang-orang Yahudi, dan Muhammad bin Maslamah Al Anshori, saat itu bertanggung jawab untuk mengambil harta dari orang-orang Bani Qainuqa.

Demikianlah diusir orang-orang Bani Qainuqa, karena mereka menampakkan permusuhan dan menyelisihi perjanjian yang bisa menyebabkan ketidak stabilan kota Madinah, bukan karena mereka tidak mau masuk Islām.

Halaqah 59 ~ Penghianatan Ka’ab bin Al Asyraf Terhadap Perjanjian

Ka’ab bin Al-Asyraf, bapaknya adalah orang Arab dan ibunya adalah orang Yahudi dari Bani Nadir. Dia adalah seorang tukang syair yang sangat memusuhi dan membenci Islām. Menangnya kaum muslimin di perang Badr pada tahun 2 Hijriyah, memicu kemarahannya. Dia mendatangi kota Mekkah, mencela Nabi ﷺ dan menyemangati orang-orang kafir Quraisy untuk berperang membalas kekalahan mereka di perang Badr.

Ketika kembali ke Madinah, maka Ka’ab bin Al-Asyraf merayu wanita-wanita kaum muslimin dengan syair-syairnya. Maka, Nabi ﷺ memerintahkan supaya Ka’ab dibunuh. Al Imam Al Bukhari di dalam shahihnya, telah menyebutkan kisah dibunuhnya Ka’ab bin Al-Asyraf.

Ringkasnya, bahwa Muhammad bin Maslamah Al Anshory, menunjukkan kesiapannya dalam melaksanakan perintah Nabi ﷺ dan beliau meminta izin untuk menggunakan tipu daya. Maka Nabi ﷺ mengijinkan, karena Ka’ab sudah menjadi Muhaarit, yaitu memerangi kaum muslimin, sehingga halal darahnya.

Maka, Maslamah mendatangi Ka’ab dengan pura-pura ingin berhutang Qurma untuk diserahkan kepada Nabi ﷺ dan dia berpura-pura menunjukkan kebenciannya kepada Nabi ﷺ. Maka, Ka’ab pun meminta sebuah tanggungan berupa wanita-wanita atau anak-anak, maka Muhammad meminta maaf tidak bisa memberikan tanggungan dengan wanita atau anak-anak, dia menawarkan supaya tanggungan tadi berupa senjata. Ka’ab pun menyetujui.

Datanglah Muhammad bersama Abu Nailah, dia adalah saudara sepersusuan dari Ka’ab bin Al-Asyraf, ditambah 3 orang shahabat yang lain. Mereka pun memanggil Ka’ab dan berjalanlah Ka’ab bersama mereka. Kemudian mereka pun membunuh Ka’ab bin Al-Asyraf dengan pedang-pedang mereka.

Orang-orang Yahudi tidak terima dengan apa yang terjadi, maka Nabi ﷺ mengabarkan bahwa Ka’ab telah menghianati perjanjian. Karena dia menghina Nabi ﷺ sebagai kepala negara, dan karena Ka’ab telah dekat dengan musuh-musuh kaum muslimin, bahkan mendorong mereka untuk berperang melawan kaum muslimin.

Adapun membunuh Ka’ab dengan tipu daya, maka ini diperbolehkan. Karena Ka’ab adalah seorang yang memerangi, dan perang adalah sebuah tipu daya sebagaimana dalam hadits.

Maka, takutlah setelah itu orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrikin. Dan Nabi ﷺ akhirnya mengajak mereka untuk menulis kembali perjanjian supaya menguatkan perjanjian yang sudah dilakukan sebelum perang Badr.

Halaqah 60 ~ Pengusiran Bani Nadhir

Pengusiran Bani Nadhir terjadi setelah perang Badr, di sana ada dua sebab pengusiran mereka:

① Karena usaha mereka untuk membunuh Rasulullãh ﷺ setelah perang Badr.

Kisahnya, setelah orang-orang Quraisy menulis surat kepada mereka, mengancam mereka jika tidak memerangi Nabi ﷺ, maka mereka akan diperangi orang-orang Quraisy. Bani Nadhir kemudian berAzam untuk menghianati Rasulullãh ﷺ. Mereka meminta kepada Nabi ﷺ supaya menemui mereka bersama 30 orang shahabat dan mereka juga akan membawa 30 orang pendeta mereka untuk mendengar dari Nabi ﷺ.

Mereka mengatakan, seandainya para pendeta ini membenarkan beliau, maka orang-orang Yahudi semuanya akan beriman.

Ketika Nabi ﷺ dan 30 orang shahabatnya mulai mendekat, orang-orang Yahudi mengusulkan supaya Nabi dan 3 orang shahabatnya berkumpul bersama 3 orang pendeta Yahudi. Apabila 3 pendeta Yahudi tersebut menerima, maka Bani Nadhir semuanya akan beriman. Dan masing-masing dari 3 orang pendeta tadi sudah dibekali dengan tombak kecil untuk membunuh Rasulullãh ﷺ. Akan tetapi, rencana ini bocor. Seorang wanita Yahudi membocorkan kabar ini kepada saudaranya seorang muslim. Setelah muslim ini mengabarkan kepada Nabi ﷺ, Nabi pun segera pulang tanpa menemui mereka. Kemudian Nabi ﷺ mengepung Bani Nadhir dan memerangi mereka. Mereka pun menyerah dan bersedia untuk meninggalkan kota Madinah dan diusir dengan syarat boleh membawa seluruh harta mereka yang bisa dibawa dengan unta-unta mereka, kecuali senjata, maka mereka akan meninggalkan senjata-senjata tersebut.

② Nabi ﷺ pergi ke Bani Nadhir untuk meminta bantuan kepada mereka dalam membayar tebusan 2 orang kafir yang memiliki perjanjian dengan kaum muslimin, yang keduanya dibunuh secara tidak sengaja oleh seorang muslim Amr Ibnu Umayyah Adhdhomary.

Ketika Nabi ﷺ sedang duduk bersandar ke tembok, merekapun berkeinginan melemparkan batu dari atas beliau ﷺ untuk membunuh beliau. Wahyu pun datang kepada beliau ﷺ, kemudian beliau bersegera ke kota Madinah dan menyuruh para shahabat untuk mengepung. Setelah dikepung 6 hari, akhirnya mereka menyerah dan bersedia diusir dari Madinah, dengan syarat boleh membawa harta-harta mereka yang bisa mereka bawa dengan unta, kecuali senjata.

Disebutkan di dalam Al Qur’an surat Al Hasr ayat yang ke 5, bahwa Nabi dan para shahabatnya membakar dan memotong sebagian pohon qurma milik orang Yahudi Bani Nadhir selama pengepungan.

Setelah mereka diusir, maka sebagian Bani Nadhir tinggal di Khoibar seperti Khuyai bin Ahtob, Salam bin Abil Khukaik dan Qinanah bin Ar Robii. Dan sebagian besar mereka pergi ke Syam.

Pengusiran Bani Nadhir ini mengakibatkan beberapa hal, di antaranya:

  1. Melemahnya kekuatan Yahudi dan orang-orang munafik di Madinah.
  2. Menguatnya Islām di kota Madinah.
  3. Orang-orang Yahudi sekarang mengetahui, bahwa orang-orang munafik tidak bisa dipercaya janjinya. Mereka tidak menolong Bani Nadhir ketika diperangi dan mereka tidak keluar bersama Bani Nadhir, ketika Bani Nadhir diusir dari Madinah.
  4. Orang-orang Muhajirin yang sebelumnya mereka tinggal di tanah-tanah orang Anshor dan rumah-rumah mereka, akhirnya mereka memiliki rumah dan tanah sendiri.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "HSI 10 - Halaqah 56-60"

Posting Komentar