HSI 10 Halaqah 51 – 75
HSI 10 ~ Halaqah 51-55
Group
WA HSI Abdullah Roy
hsi.abdullahroy.com
════ ❁✿❁ ════
Silsilah
‘Ilmiyyah 10.3 Sirah Nabawiyyah
Halaqah
51 ~ Sampai Ke Kota Madinah
Halaqah
52 ~ Tinggalnya Rasūlullāh shallallāhu ’alayhi wa sallam Di Rumah Abu Ayyub
AlAnshari Radhiyallāhu ’anhu
Halaqah
53 ~ Masyarakat Madinah Sebelum Hijrah
Halaqah
54 ~ Pengaruh Islam Terhadap Tatanan Masyarakat Kota Madinah
Halaqah
55 ~ Saling Menyaudarakan
Ustadz
Dr. Abdullah Roy, M.A.
════ ❁✿❁ ════
Halaqah 51 ~ Sampai Ke Kota Madinah
Setelah
melewati perjalanan yang panjang dan menegangkan, maka pada tanggal 12 Rabiul
Awwal, hari senin menjelang siang, sampailah Nabi dan Abu Bakar di Quba sebuah
daerah 5 km di sebelah selatan kota Madinah. Tinggal di daerah ini Bani Amr bin
Auf.
Di
dalam shahih Bukhori disebutkan, bahwa beliau ﷺ
tinggal di Quba selama 14 hari dan membangun di sana pondasi masjid Quba.
Ketika beliau berazam dan berkehendak untuk memasuki ke kota Madinah maka
beliau mengirim utusan ke Bani An Najar dan kaum Muslimin di kota Madinah
sebelumnya telah mendengar keluarnya Nabi ﷺ
dari Mekkah. Setiap pagi mereka menunggu Nabi ﷺ
di pinggiran kota Madinah dan apabila telah terasa panasnya matahari, maka
mereka pun pulang ke rumahnya. Demikianlah setiap hari, sehingga ketika di hari
Nabi ﷺ datang, mereka menunggu sampai pertengahan
hari, kemudian pulang. Datanglah Nabi ﷺ,
sementara mereka sudah masuk ke dalam rumah-rumah mereka.
Seorang
Yahudi melihat Nabi, kemudian dia pun memanggil kaum muslimin. Keluarlah mereka
dan menyambut Nabi ﷺ dan bergembira dengan
kegembiraan yang luar biasa. Telah menyambut beliau saat itu 500 orang Anshor.
Mereka mengelilingi Nabi dan Abu bakar kemudian berjalanlah mereka semuanya
memasuki ke kota Madinah.
Mereka
berkata ”Datang Nabiyullah, datang Nabiyullah”, sebagaimana disebutkan di dalam
shahih Al Bukhari.
Laki-laki
dan juga wanita mereka naik ke atas-atas rumah mereka untuk melihat Rasulullãh ﷺ, orang yang sangat mereka tunggu.
Anak-anak
kecil berpencar di jalan seraya mengatakan ”Ya Muhammad, Ya Rasulullãh, Ya
Muhammad, Ya Rasulullãh”, sebagaimana disebutkan di dalam shahih Muslim.
Berkata
Al Bara Ibnu Aji ”Aku tidak melihat penduduk Madinah bergembira lebih dari
kegembiraan mereka dengan kedatangan Rasulullãh ﷺ”,
sebagaimana hal ini disebutkan di dalam shahih Al Bukhori.
Adapun
riwayat yang menyebutkan bahwa mereka menyambut Nabi ﷺ
dengan *Tholaal badru alaina*, maka tidak ada di sana riwayat yang shahih.
Halaqah 52 ~ Tinggalnya Rasūlullāh shallallāhu
’alayhi wa sallam Di Rumah Abu Ayyub AlAnshari Radhiyallāhu ’anhu
Setelah
masuk kota Madinah, beliau ﷺ berjalan menaiki
untanya. Setiap kali melewati rumah seorang pembesar Anshor, maka pembesar
meminta tersebut kepada Nabi ﷺ untuk bertamu di
rumahnya. Maka Beliau ﷺ berkata ”biarkan unta
ini berjalan karena dia diperintahkan”. Ternyata Unta tadi menderum di depan
rumah Abu Ayyub al-Anshari. Maka tinggallah beliau di rumah Abu Ayyub
al-Anshari. Dan di dalam riwayat Ibnu Sa’ad, dalam beliau kitab Ath Thobaqot
disebutkan, bahwa Nabi ﷺ tinggal di sana
selama 7 bulan.
Dan
rumah Abu Ayyub ada 2 tingkat, Abu Ayyub meminta kepada Nabi ﷺ supaya berkenan tinggal di atas, karena Abu Ayyub dan Ummu
Ayyub tidak nyaman berada di atas Nabi ﷺ.
Namun, beliau ﷺ menolak dan
mengatakan bahwa di bawah lebih nyaman bagi beliau dan bagi yang bertamu kepada
beliau.
Orang-orang
Anshor sangat mencintai orang-orang muhajirin. Mereka memberikan kepada kaum
muhajirin harta dan tempat tinggal dan mendahulukan kepentingan Muhajirin
daripada kepentingan mereka sendiri.
Allāh
Subhānahu wa Ta’āla berfirman:
وَالَّذِينَ تَبَوَّءُوا الدَّارَ وَالْإِيمَانَ مِنْ
قَبْلِهِمْ يُحِبُّونَ مَنْ هَاجَرَ إِلَيْهِمْ وَلَا يَجِدُونَ فِي صُدُورِهِمْ
حَاجَةً مِمَّا أُوتُوا وَيُؤْثِرُونَ عَلَىٰ أَنْفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ
خَصَاصَةٌ ۚ وَمَنْ يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
Dan orang-orang yang tinggal di Madinah dan mereka sudah beriman sebelumnya,
mereka mencintai orang-orang yang hijrah kepada mereka dan tidak menemukan di
dalam jiwa mereka rasa hasad terhadap apa yang diberikan kepada orang-orang
Muhajirin dan mereka mendahulukan orang-orang Muhajirin di atas diri-diri
mereka sendiri, meskipun mereka dalam keadaan butuh. Dan barangsiapa yang
dijaga dari kebahilan dirinya sendiri, maka merekalah orang-orang yang
beruntung_
[Surat Al-Hasyr: 9]
Rasulullãh
ﷺ di dalam shahih Al Bukhari, beliau memuji
orang-orang Anshor dan mengatakan:
لولا الهجرة لكنت امرأ من الأنصارة
“Kalau bukan karena hijrah,
niscaya aku adalah termasuk orang-orang Anshor”.
Hijrah
adalah suatu ujian tersendiri bagi kaum Muhajirin. Mereka berpindah ke kota
Madinah, sebuah daerah yang baru, yang berbeda iklim dan cuacanya dari kota
Mekkah. Madinah adalah daerah perkebunan kurma, kelembaban kota Madinah lebih
tinggi daripada kota Mekkah. Sebagian Muhajirin, ketika mereka berhijrah ditimpa
oleh demam, di antaranya adalah Abu Bakar dan Bilal.
Nabi ﷺ bersabda :
”Ya
Allāh jadikanlah kecintaan kami kepada Madinah sama dengan kecintaan kami
kepada kota Mekkah atau lebih dan jadikanlah dia sehat dan berkahilah untuk
kami di dalam sho dan mut nya dan pindahkanlah demam nya ke Al Juhfah”
(Hadits riwayat Al Bukhori)
Selain itu, tempat tinggal yang seadanya, makanan yang seadanya, meninggalkan harta dan keluarganya yang mereka cintai di Mekkah, ini adalah ujian tersendiri bagi mereka. Namun, kaum Muhajirin berusaha mengalahkan itu semua untuk menyelamatkan akidah dan agama mereka.
Halaqah 53 ~ Masyarakat Madinah Sebelum Hijrah
Yatsrib
adalah nama lama dari kota Madinah. Daerah yang subur dan banyak air,
dikelilingi oleh Al Harroh dari 4 arah mata angin.
Al
Harroh adalah daerah yang berbatu hitam seperti terbakar. Al Harroh di sebelah
Barat Madinah dinamakan Al Wabiroh. Dan Al Harroh di sebelah Timur dinamakan
Waqim. Gunung Uhud di sebelah Utara kota Madinah dan di sebelah Barat dayanya
bukit ‘air.
Yatsrib
ini adalah kota lama. Di antara yang sudah lama tinggal di sana adalah
orang-orang Yahudi dan orang-orang Arab dari suku Aus dan Khodroj. Adapun
orang-orang Yahudi, maka mereka mulai berdatangan sejak abad pertama dan kedua
Masehi. Mereka meninggalkan Syam, melarikan diri dari kekejaman orang-orang
Romawi. Kemudian, mereka membuat perkampungan di kota Madinah dan sekitarnya.
Di
sana ada tiga kabilah Yahudi di kota Madinah. Yang pertama adalah Bani Nadhir.
Kemudian yang kedua, Bani Quraizhah. Dua kabilah ini tinggal di Harroh Waqim,
yang merupakan daerah yang paling subur di kota Madinah. Adapun yang ketiga,
Bani Qainuqa’. Jumlah pasukan perang tiga kabilah ini kurang lebih 2000 orang.
Dan mereka, orang-orang Yahudi, menguasai kota Madinah, baik secara politik,
ekonomi maupun pemikiran. Adapun orang-orang Arab yang datang ke Madinah
setelah orang-orang Yahudi, yaitu suku Aus dan Khodroj, maka mereka terpaksa
menempati tempat yang lain yang tidak ditinggali oleh orang Yahudi. Di mana
tempat tersebut adalah tempat yang kurang subur.
Orang-orang Aus dan Khodroj, menisbatkan diri mereka ke suku Al Adz dari Yaman, yang meninggalkan negeri Yaman semenjak kurang lebih tahun 207 Masehi. Ada yang mengatakan bahwa mereka hijrah dari Yaman karena runtuhnya bendungan Ma’rif dan terjadinya banjir besar. Suku Aus tinggal di samping Bani Quraizhah dan Bani Nadhir di daerah Awali, daerah yang agak tinggi di kota Madinah. Dan Khodroj tinggal di samping Bani Qainuqa’, di sebuah daerah yang rendah di kota Madinah. Tempat tinggal Aus lebih subur daripada tempat tinggal Khodroj. Jumlah pasukan Aus dan Khodroj semuanya kurang lebih 4000 orang. Karena, jumlah yang banyak inilah, orang-orang Yahudi yang sudah tinggal sebelumnya di kota Madinah, khawatir akan dikuasai oleh orang-orang Arab tersebut. Maka, mereka berusaha menyulut permusuhan dan peperangan di antara orang-orang Aus dan Khodroj.
Halaqah 54 ~ Pengaruh Islam Terhadap Tatanan
Masyarakat Kota Madinah
Orang-orang
Yahudi terus mengobarkan api peperangan antara Aus dan Khodroj. Puncaknya
adalah di perang Bu’ats yang terjadi 5 tahun sebelum hijrahnya Rasulullãh ﷺ. Di mana Aus saat itu, bisa mengalahkan
Khodroj, padahal sebelumnya Khodrojlah yang sering mengalahkan Aus. Hingga,
pada akhirnya Aus bersekutu dengan Bani Nadhir dan Bani Quraizhoh, kemudian
mengalahkan Khodroj di perang Bu’ats.
Setelah
itu, sadarlah orang-orang Aus dan Khodroj bahwa peperangan mereka selama ini
menguntungkan orang-orang Yahudi dalam usaha mereka menguasai kota Madinah.
Oleh karena itu, merekapun berusaha untuk berdamai bahkan mereka bersepakat
untuk mengangkat Abdullah bin Ubay bin Salul, seorang pembesar Khodroj, untuk
menjadi Raja Yastrib. Ini menunjukkan bagaimana Aus dan khodroj, mereka masih
menjaga kekuatannya setelah perang Bu’ats.
Peperangan
yang berkepanjangan antara dua suku ini, melahirkan keinginan yang kuat untuk
berdamai dan hidup tenang. Dan hal ini, bersamaan waktunya dengan masuknya
Islām ke kota Madinah yang mengajak kepada persaudaraan dan perdamaian.
Ketika
Aus dan Khodroj masuk Islām dan berdatangan orang-orang Muhajirin, maka hal ini
sangat mempengaruhi tatanan kota Madinah. Yang sebelumnya persatuan berdasarkan
kabilah sekarang menjadi persatuan yang berdasarkan aqidah.
Penduduk
Madinah yang sebelumnya terdiri dari orang-orang Yahudi dan orang-orang
musyrikin, sekarang terbagi menjadi 3.
- Orang-orang
yang beriman. Terdiri dari sebagian besar orang Aus dan khodroj yang masuk
Islām, orang-orang Quraisy yang berhijrah dan beberapa orang dari
kabilah-kabilah Arab yang berhijrah.
- Orang-orang
Yahudi yang terdiri dari 3 suku.
- Orang-orang
munafikin, yang mereka adalah sebagian kecil dari orang-orang Aus dan
Khodroj yang dahulunya mereka adalah musyrikin, kemudian menampakkan
keislaman dan menyembunyikan kekafiran mereka.
Halaqah 55 ~ Saling Menyaudarakan
Di
dalam Islām, semua orang yang beriman adalah bersaudara. Sebagaimana di dalam
ayat yang ke-10 dari surat Al Hujarat, bersaudara yang di antara konsekwensinya
adalah saling tolong menolong. Ada yang mengatakan bahwa berdasarkan beberapa
riwayat, dahulu Nabi ﷺ mempersaudarakan
antara kaum muslimin di kota Mekkah sebelum hijrahnya mereka ke kota Madinah.
Beliau mempersaudarakan antara Hamzah dengan Zaid bin Haritsah, antara Abu
Bakar dan Umar, antara Utsman bin Affan dan Abdurahman bin Auf, antara Zubair
Ibn Awwam dan Abdullah bin Mas’ud, dan lain-lain. Seandainya riwayat ini adalah
riwayat yang benar maka persaudaraan di sini hanyalah terbatas saling membantu,
tidak sampai saling mewarisi.
Adapun
di kota Madinah, maka Rasulullãh ﷺ
telah mempersaudarakan orang-orang Muhajirin dan Anshor. Karena kaum Muhajirin,
ketika mereka berhijrah ke Madinah menghadapi banyak persoalan, baik ekonomi,
kesehatan maupun sosial. Mereka meninggalkan keluarga dan harta mereka, dan
keahlian mereka adalah berdagang bukan bertani atau keterampilan yang merupakan
mata pencarian sebagian besar penduduk Madinah.
Sementara
kalau mereka mau berdagang, mereka tidak memiliki modal. Ditambah, banyak di
antara mereka yang tertimpa demam kota Madinah, Namun, para Anshor radiallahu
anhum tidak pelit, bahkan mereka berkorban untuk saudara mereka dari Muhajirin
dan mendahulukan mereka meskipun mereka sendiri butuh.
Nabi ﷺ meminta orang-orang Anshor untuk membagi
hasil kebun kurma mereka dan tetap meminta mereka untuk mengelola kebun kurma
mereka karena mereka lebih berpengalaman. Sedangkan kaum Muhajirin, maka lebih
dipersiapkan oleh Nabi ﷺ untuk berdakwah dan
berjihad. Ada yang mengatakan bahwa syariat persaudaraan ini terjadi 5 bulan
setelah hijrah. Disaudarakan antara seorang Muhajirin dan seorang Anshor. Dan
saat itu yang disaudarakan adalah 45 orang dari kalangan Muhajirin dan 45 orang
dari kalangan Anshor.
Syariat
persaudaraan ini mengharuskan saling tolong menolong di antara mereka dalam
segala perkara, saling menasihati, saling menziarahi, saling mencintai satu
dengan yang lain, bahkan saling mewarisi satu dengan yang lain.
Ketika
kaum Muhajirin sudah terbiasa dengan cuaca Madinah dan mereka mulai tahu
pintu-pintu rezeki dan mereka sudah mendapatkan rampasan perang di perang Badr,
maka dihapuskanlah saling mewarisi antara seorang Muhajir dan seorang Anshor.
Allāh
Subhānahu wa Ta’āla berfirman:
… ۚ وَأُولُو الْأَرْحَامِ بَعْضُهُمْ أَوْلَىٰ بِبَعْضٍ فِي
كِتَابِ اللَّهِ ۗ
“Dan keluarga sebagian mereka lebih dekat kepada sebagian yang lain di dalam
kitabullah“
[QS. Al-Anfal: 75]
Adapun kewajiban saling tolong menolong di antara mereka, maka terus ada.
HSI 10 ~ Halaqah 56-60
Group
WA HSI Abdullah Roy
hsi.abdullahroy.com
════ ❁✿❁ ════
Silsilah
‘Ilmiyyah 10.3 Sirah Nabawiyyah
Halaqah
56 ~ Ahlus Suffah
Halaqah
57 ~ Aturan-Aturan Di Antara Penduduk Madinah
Halaqah
58 ~ Bani Qainuqa’ Membatalkan Pejanjian Dan Diusir
Halaqah
59 ~ Penghianatan Ka’ab bin Al Asyraf Terhadap Perjanjian
Halaqah
60 ~ Pengusiran Bani Nadhir
Ustadz
Dr. Abdullah Roy, M.A.
════ ❁✿❁ ════
Halaqah 56 ~ Ahlus Suffah
Ahlus
Suffah adalah kelompok orang-orang yang fakir dari kalangan Muhajirin di zaman
Nabi ﷺ, yang mereka tidak memiliki tempat
tinggal. Sehingga, Nabi ﷺ menempatkan mereka di
bagian belakang masjid Nabawi. Pemuka mereka adalah Abu Hurairoh. Dahulu Nabi ﷺ apabila ingin mengundang Ahlus Suffah,
beliau memanggil Abu Hurairoh. Selain orang-orang muhajirin, ada sebagian kecil
orang-orang Anshor yang tinggal bersama mereka, karena ingin hidup zuhud
meskipun dia memiliki rumah di Madinah, seperti Ka’ab bin Malik Al Anshory,
Handzolah bin Abi Amir Al Anshory, dan Haritsah bin An-Nu’man Al Anshory.
Jumlah
Ahlus suffah kurang lebih 70 orang, terkadang bertambah dan terkadang
berkurang. Di antara nama-nama mereka:
- Abu
Dzar
- Watsilah
bin Al Asqo
- Salman
Al Farisy
- Khudzaifah
bin al Yamman
- Khobbab
bin Al Ard
- Zaid
Ibnu Khotob
- Abdullah
bin Mas’ud
- Safinah
(budak Nabi ﷺ)
- Bilal
bin Robbah
- Suhaib
Arrumi
- Al
Irbab Ibnu Sariah, dll.
Mereka
mengkhususkan diri mereka untuk menuntut ilmu beribadah kepada Allāh dan
berjihad. Dalam waktu-waktu senggang mereka, mereka gunakan untuk shalat,
beritikaf, membaca Al-Qurān, mempelajari ayat-ayat Allāh, berdzikir, dan
sebagian mereka menggunakan waktunya untuk belajar menulis. Sehingga sebagian
mereka dikenal dengan ilmu dan hafalan haditsnya seperti Abu Hurairah, dan
sebagian dikenal mengetahui Hadīts-Hadīts tentang fitnah seperti Khudzaifah
Ibnu Yamman, dan sebagian mereka dikenal dengan kedalaman ilmunya di dalam
Alquran seperti Abdullah bin Mas’ud. Meskipun mereka adalah ahli ilmu dan
ibadah, namun mereka tidak ketinggalan ikut serta di dalam kegiatan masyarakat
dan berjihad di jalan Allāh.
Ada di
antara mereka yang meninggal ketika perang Badr, seperti Sofwan bin Baidho, ada
yang meninggal ketika perang Uhud, seperti Handzolah, ada yang meninggal perang
Al Yamamah seperti Zaid Ibnu Khotob, dll.
Ahlus
Suffah memiliki pakaian sederhana, terkadang pakaian mereka tidak bisa menjaga
mereka dari dingin, dan tidak menutupi tubuh mereka secara sempurna. Makanan
mereka kebanyakan adalah qurma. Dahulu Nabi ﷺ
sering mengundang mereka dan beliau memohon maaf kepada mereka jika makanan
yang dihidangkan tidak enak. Sering mereka menahan lapar, terkadang sebagian
mereka pingsan ketika shalat, dan dahulu Nabi ﷺ
dan para shahabatnya sangat memperhatikan Ahlus Suffah. Beliau ﷺ sering menziarahi mereka, mengunjungi
orang yang sakit di antara mereka, duduk bersama mereka, menasihati mereka
supaya banyak membaca Al-Qurān dan dzikrullah.
Demikianlah keadaan Ahlus Suffah. Kemiskinan mereka dan kefakiran mereka tidak menghalangi mereka untuk tidak menuntut ilmu, beribadah, dan berjihad di jalan Allāh.
Halaqah 57 ~ Aturan-Aturan Di Antara Penduduk Madinah
Nabi ﷺ sebagai pemimpin kota Al-Madīnah, telah
mengatur hubungan di antara penduduk Madinah. Aturan-aturan tersebut tertulis
supaya masing-masing pihak mengetahui hak dan kewajibannya. Aturan-aturan
tertulis tadi dikenal di dalam Kitāb-kitāb yang lama dengan Al Kitab atau Ash
Shohifah dan sebagian penulis memberi nama dengan Dustur atau Al Watsiqoh. Di
antara yang mendatangkan teks aturan-aturan ini adalah Muhammad bin Ishak yang
meninggal pada tahun 151H.
Sebagian
isi aturan-aturan ini ada di dalam shahih Al Bukhari dan Muslim, Musnad Ahmad,
Sunan Abu Dawud, Ibnu Majjah dan juga Ath Tirmidzi.
Aturan-aturan
tadi terbagi menjadi dua:
- Aturan
yang berkaitan dengan perdamaian orang-orang Yahudi, dan aturan-aturan ini
ditulis sebelum terjadinya perang Badr.
- Penjelasan
kewajiban dan hak kaum muslimin antara Muhajirin dan Anshor, dan ini
dibuat setelah terjadinya perang Badr.
Disebutkan
di dalam sebagian riwayat, bahwa aturan-aturan yang berkaitan dengan Muhajirin
dan Anshor digantungkan di pedang Rasulullãh ﷺ
yang bernama Zulfiqor dan pedang ini termasuk rampasan perang ketika perang
Badr.
Di
antara isi aturan-aturan tersebut:
- Umat
Islām adalah umat yang satu.
- Orang-orang
yang beriman wajib untuk melawan orang yang berbuat dzolim atau dosa atau
permusuhan atau kerusakan di antara orang-orang yang beriman, meskipun itu
adalah anak salah seorang di antara mereka.
- Seorang
Mukmin tidak dibunuh karena membunuh orang kafir.
- Tidak
boleh seorang mukmin menolong orang kafir atas seorang mukmin.
- Ibrohim
telah mengharamkan kota Mekkah dan Nabi ﷺ
telah mengharamkan kota Madīnah.
- Al-Madīnah
adalah tanah haram dari bukit ‘Air sampai tempat demikian.
- Barangsiapa
yang membuat sesuatu yang baru, yaitu dosa atau bid’ah, dan melindungi
orang yang membuat perkara yang baru, maka dia mendapat laknat Allāh,
Malaikat, dan seluruh manusia.
- Jaminan
kaum muslimin adalah satu, orang yang paling rendah di antara mereka
diterima jaminannya.
- Orang-orang
Yahudi yang mengikuti kita maka dia berhak ditolong tanpa didzolimi dan
tanpa menolong orang yang memusuhi mereka.
- Perdamaian
orang-orang yang beriman itu satu, tidak boleh seseorang yang beriman
melakukan perdamaian tanpa mukmin yang lain.
- Sesungguhnya
setiap apa yang diperselisihkan, dikembalikan kepada Allāh dan Rasul-Nya.
- Orang-orang
Yahudi mengeluarkan hartanya bersama orang-orang yang beriman selama
mereka diperangi.
Itu adalah sebagian dari isi aturan-aturan tersebut.
Halaqah 58 ~ Bani Qainuqa’ Membatalkan Pejanjian Dan
Diusir
Orang-orang
Yahudi tidak konsisten dengan perjanjian yang sudah dibuat bersama kaum
muslimin. Bahkan mereka cenderung memusuhi perjanjian ini yang menyebabkan
mereka diusir dari kota Madinah.
Bani
Qainuqa’ menampakkan kemarahan dan hasad mereka ketika kaum muslimin menang di
perang Badr yang terjadi pada tahun ke-2 Hijriyah.
Rasulullãh
ﷺ berkata kepada mereka:
Wahai
orang-orang Yahudi masuklah ke dalam agama Islām sebelum menimpa kalian apa
yang menimpa Quraisy.
Bani
Qainuqa mengatakan:
Wahai
Muhammad kamu jangan tertipu, kamu membunuh sebagian orang-orang Quraisy yang
mereka tidak tahu cara berperang. Seandainya kamu memerangi kami, niscaya kamu
akan tahu bahwa kami adalah orang-orang yang bisa berperang dan kamu belum
pernah berperang dengan orang-orang seperti kami.
Ada
riwayat yang lemah yang menyebutkan bahwa salah seorang dari Yahudi Bani
Qainuqa mengikat pakaian seorang wanita muslimah yang sedang berada di pasar
Bani Qainuqa. Maka, ketika wanita ini berdiri, tersingkaplah hijabnya dan dia
berteriak, datanglah seorang muslim yang kemudian membunuh orang Yahudi tadi.
Kemudian, muslim ini dikeroyok oleh orang-orang Yahudi dan meninggal dunia.
Setelah itu, keluarga muslim tadi meminta pertolongan kepada kaum muslimin yang
lain.
Adapun
pengusiran Bani Qainuqa, maka ini adalah kabar yang benar. Dikeluarkan oleh Al
Imam Al Bukhari di dalam shahihnya dan disebutkan oleh Ibnu Ishak, bahwa Bani
Qainuqa yang merupakan sekutu Abdullah Ibnu Ubaid Ibnu Salul dikepung oleh Nabi
ﷺ selama 15 malam dan yang memegang bendera
saat itu adalah Hamzah bin Abi Thalib. Kemudian, mereka pun mau menyerah dengan
syarat harta mereka diserahkan kepada Nabi dan kaum muslimin, sementara istri
dan anak-anak mereka bawa. Ubadah Ibnu Ash Shaamith, beliaulah yang saat itu
bertanggungjawab dalam pengusiran Bani Qainuqa dan beliau semenjak saat itupun
berlepas diri dari sekutu-sekutunya dari kalangan orang-orang Yahudi, dan
Muhammad bin Maslamah Al Anshori, saat itu bertanggung jawab untuk mengambil
harta dari orang-orang Bani Qainuqa.
Demikianlah diusir orang-orang Bani Qainuqa, karena mereka menampakkan permusuhan dan menyelisihi perjanjian yang bisa menyebabkan ketidak stabilan kota Madinah, bukan karena mereka tidak mau masuk Islām.
Halaqah 59 ~ Penghianatan Ka’ab bin Al Asyraf Terhadap
Perjanjian
Ka’ab
bin Al-Asyraf, bapaknya adalah orang Arab dan ibunya adalah orang Yahudi dari
Bani Nadir. Dia adalah seorang tukang syair yang sangat memusuhi dan membenci
Islām. Menangnya kaum muslimin di perang Badr pada tahun 2 Hijriyah, memicu kemarahannya.
Dia mendatangi kota Mekkah, mencela Nabi ﷺ
dan menyemangati orang-orang kafir Quraisy untuk berperang membalas kekalahan
mereka di perang Badr.
Ketika
kembali ke Madinah, maka Ka’ab bin Al-Asyraf merayu wanita-wanita kaum muslimin
dengan syair-syairnya. Maka, Nabi ﷺ
memerintahkan supaya Ka’ab dibunuh. Al Imam Al Bukhari di dalam shahihnya,
telah menyebutkan kisah dibunuhnya Ka’ab bin Al-Asyraf.
Ringkasnya,
bahwa Muhammad bin Maslamah Al Anshory, menunjukkan kesiapannya dalam
melaksanakan perintah Nabi ﷺ dan beliau meminta
izin untuk menggunakan tipu daya. Maka Nabi ﷺ
mengijinkan, karena Ka’ab sudah menjadi Muhaarit, yaitu memerangi kaum
muslimin, sehingga halal darahnya.
Maka,
Maslamah mendatangi Ka’ab dengan pura-pura ingin berhutang Qurma untuk diserahkan
kepada Nabi ﷺ dan dia berpura-pura
menunjukkan kebenciannya kepada Nabi ﷺ.
Maka, Ka’ab pun meminta sebuah tanggungan berupa wanita-wanita atau anak-anak,
maka Muhammad meminta maaf tidak bisa memberikan tanggungan dengan wanita atau
anak-anak, dia menawarkan supaya tanggungan tadi berupa senjata. Ka’ab pun
menyetujui.
Datanglah
Muhammad bersama Abu Nailah, dia adalah saudara sepersusuan dari Ka’ab bin
Al-Asyraf, ditambah 3 orang shahabat yang lain. Mereka pun memanggil Ka’ab dan
berjalanlah Ka’ab bersama mereka. Kemudian mereka pun membunuh Ka’ab bin
Al-Asyraf dengan pedang-pedang mereka.
Orang-orang
Yahudi tidak terima dengan apa yang terjadi, maka Nabi ﷺ mengabarkan bahwa Ka’ab telah menghianati perjanjian. Karena
dia menghina Nabi ﷺ sebagai kepala
negara, dan karena Ka’ab telah dekat dengan musuh-musuh kaum muslimin, bahkan
mendorong mereka untuk berperang melawan kaum muslimin.
Adapun
membunuh Ka’ab dengan tipu daya, maka ini diperbolehkan. Karena Ka’ab adalah
seorang yang memerangi, dan perang adalah sebuah tipu daya sebagaimana dalam
hadits.
Maka, takutlah setelah itu orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrikin. Dan Nabi ﷺ akhirnya mengajak mereka untuk menulis kembali perjanjian supaya menguatkan perjanjian yang sudah dilakukan sebelum perang Badr.
Halaqah 60 ~ Pengusiran Bani Nadhir
Pengusiran
Bani Nadhir terjadi setelah perang Badr, di sana ada dua sebab pengusiran
mereka:
①
Karena usaha mereka untuk membunuh Rasulullãh ﷺ setelah perang Badr.
Kisahnya,
setelah orang-orang Quraisy menulis surat kepada mereka, mengancam mereka jika
tidak memerangi Nabi ﷺ, maka mereka akan
diperangi orang-orang Quraisy. Bani Nadhir kemudian berAzam untuk menghianati
Rasulullãh ﷺ. Mereka meminta kepada Nabi ﷺ supaya menemui mereka bersama 30 orang
shahabat dan mereka juga akan membawa 30 orang pendeta mereka untuk mendengar
dari Nabi ﷺ.
Mereka
mengatakan, seandainya para pendeta ini membenarkan beliau, maka orang-orang
Yahudi semuanya akan beriman.
Ketika
Nabi ﷺ dan 30 orang shahabatnya mulai mendekat,
orang-orang Yahudi mengusulkan supaya Nabi dan 3 orang shahabatnya berkumpul
bersama 3 orang pendeta Yahudi. Apabila 3 pendeta Yahudi tersebut menerima,
maka Bani Nadhir semuanya akan beriman. Dan masing-masing dari 3 orang pendeta
tadi sudah dibekali dengan tombak kecil untuk membunuh Rasulullãh ﷺ. Akan tetapi, rencana ini bocor. Seorang
wanita Yahudi membocorkan kabar ini kepada saudaranya seorang muslim. Setelah
muslim ini mengabarkan kepada Nabi ﷺ,
Nabi pun segera pulang tanpa menemui mereka. Kemudian Nabi ﷺ mengepung Bani Nadhir dan memerangi mereka. Mereka pun menyerah
dan bersedia untuk meninggalkan kota Madinah dan diusir dengan syarat boleh
membawa seluruh harta mereka yang bisa dibawa dengan unta-unta mereka, kecuali
senjata, maka mereka akan meninggalkan senjata-senjata tersebut.
② Nabi ﷺ pergi ke Bani Nadhir untuk meminta bantuan
kepada mereka dalam membayar tebusan 2 orang kafir yang memiliki perjanjian
dengan kaum muslimin, yang keduanya dibunuh secara tidak sengaja oleh seorang
muslim Amr Ibnu Umayyah Adhdhomary.
Ketika
Nabi ﷺ sedang duduk bersandar ke tembok,
merekapun berkeinginan melemparkan batu dari atas beliau ﷺ untuk membunuh beliau. Wahyu pun datang kepada beliau ﷺ, kemudian beliau bersegera ke kota Madinah
dan menyuruh para shahabat untuk mengepung. Setelah dikepung 6 hari, akhirnya
mereka menyerah dan bersedia diusir dari Madinah, dengan syarat boleh membawa
harta-harta mereka yang bisa mereka bawa dengan unta, kecuali senjata.
Disebutkan
di dalam Al Qur’an surat Al Hasr ayat yang ke 5, bahwa Nabi dan para
shahabatnya membakar dan memotong sebagian pohon qurma milik orang Yahudi Bani
Nadhir selama pengepungan.
Setelah
mereka diusir, maka sebagian Bani Nadhir tinggal di Khoibar seperti Khuyai bin
Ahtob, Salam bin Abil Khukaik dan Qinanah bin Ar Robii. Dan sebagian besar
mereka pergi ke Syam.
Pengusiran
Bani Nadhir ini mengakibatkan beberapa hal, di antaranya:
- Melemahnya
kekuatan Yahudi dan orang-orang munafik di Madinah.
- Menguatnya
Islām di kota Madinah.
- Orang-orang
Yahudi sekarang mengetahui, bahwa orang-orang munafik tidak bisa dipercaya
janjinya. Mereka tidak menolong Bani Nadhir ketika diperangi dan mereka
tidak keluar bersama Bani Nadhir, ketika Bani Nadhir diusir dari Madinah.
- Orang-orang
Muhajirin yang sebelumnya mereka tinggal di tanah-tanah orang Anshor dan
rumah-rumah mereka, akhirnya mereka memiliki rumah dan tanah sendiri.
==
HSI 10 ~ Halaqah 61-65
Group
WA HSI Abdullah Roy
hsi.abdullahroy.com
════ ❁✿❁ ════
Silsilah
‘Ilmiyyah 10.3 Sirah Nabawiyyah
Halaqah
61 ~ Peperangan Bani Quraizhah
Halaqah
62 ~ Disyari’atkannya Jihad Fi Sabilillah
Halaqah
63 ~ Awal Mula Disyariatkan Jihad
Halaqah
64 ~ Perpindahan Kiblat
Halaqah
65 ~ Perang Badr Kubro (Bagian 01)
Ustadz
Dr. Abdullah Roy, M.A.
════ ❁✿❁ ════
Halaqah 61 ~ Peperangan Bani
Quraizhah
Setelah
diusir, orang-orang Bani Nadhir masih menyimpan di dalam hati mereka dendam
yang besar kepada Rasulullãh ﷺ dan para shahabatnya.
Mereka berusaha memanas-manasi orang-orang musyrikin Quraisy dan Ahzab yang
terdiri dari orang-orang Yahudi dan juga yang lain untuk menyerang kota
Madinah. Sebagian riwayat menyebutkan, bahwa mereka datang ke kota Mekkah dan
di antara mereka adalah Sallam bin Abil Hukaiq dan Qinanah bin Abil Hukaiq
serta Huyay bin Akhtof. Kemudian dengan sebab inilah terjadi perang Khondak di
mana 10 ribu orang-orang kafir yang terdiri dari orang-orang Quraisy,
orang-orang Khothofan dan orang-orang Yahudi, menyerang dan mengepung kota
Madinah. Peperangan ini terjadi di bulan Syawal tahun ke-5 Hijriyah.
Setelah
terjadi perang Khondak, terjadilah perang Bani Quraizhah, yaitu di akhir
Dzulqo’dah tahun ke-5 Hijriyah. Sebabnya, karena banyak Quraizhah telah
membatalkan perjanjian antara mereka dengan Nabi ﷺ.
Mereka telah membatalkan perjanjian tersebut karena dipanas-panasi oleh Huyay
bin Akhtof di waktu di mana kaum muslimin dalam keadaan genting dikepung oleh
10 ribu pasukan perang dari kalangan orang-orang kafir.
Ringkasnya, Nabi ﷺ mengepung Bani Quraizhah selama 25 hari. Setelah itu mereka menyerah dan siap menerima dengan hukum Rasulullãh ﷺ. Maka, Nabi ﷺ memutuskan untuk membunuh laki-laki mereka dan ditawan wanita dan anak-anak mereka, sebagai balasan bagi orang-orang yang telah berkhianat dan bekerja sama dengan musuh. Penghianatan mereka kepada kaum muslimin akibatnya bisa fatal, karena akibat dari penghianatan tadi adalah terbunuhnya kaum muslimin dan diambilnya harta mereka dan ditawan wanita dan anak-anak mereka. Oleh karena itu Bani Quraizhah dihukum dengan yang semisalnya, sebagai balasan yang setimpal bagi mereka.
Halaqah 62 ~ Disyari’atkannya
Jihad Fi Sabilillah
Yang
dimaksud dengan Jihad di dalam syariat Islām adalah berperang di jalan Allāh
untuk meninggikan kalimat Allāh. Jihad tidak disyariatkan di Mekkah karena saat
itu kaum muslimin sedikit dan lemah. Yang diperintahkan saat itu adalah
bersabar, menambah keimanan, menjaga ibadah, berdakwah, dan tidak diperintahkan
untuk mengangkat senjata dan melawan kaum musyrikin.
Saat
itu mereka masih hidup bersama orang-orang musyrikin, tidak memiliki tempat
khusus untuk pasukan, yang mereka miliki hanyalah Daarul Arkom, sebagai tempat
untuk mempelajari agama Islām dan ini adalah bagian dari hikmah di dalam
dakwah. Seandainya saat itu sudah disyariatkan jihad, niscaya orang-orang Islām
akan dihabisi semenjak awal munculnya.
Ketika
kaum Muslimin berhijrah ke kota Madinah, memiliki kekuatan dan kemampuan, baik
jumlah pasukan maupun senjata, dan mereka memiliki daerah sendiri, barulah
disyariatkan jihad dan tahap pertama disyariatkannya jihad adalah ijin untuk
membela diri.
Allāh
Subhānahu wa Ta’āla berfirman:
أُذِنَ لِلَّذِينَ يُقَاتَلُونَ بِأَنَّهُمْ ظُلِمُوا ۚ
وَإِنَّ اللَّهَ عَلَىٰ نَصْرِهِمْ لَقَدِيرٌ
“Diizinkan
bagi orang-orang yang diperangi karena mereka didzolimi, sesungguhnya Allāh
Maha Mampu menolong mereka”
[QS. Al-Hajj: 39]
Kemudian
tahap yang kedua, diizinkan kaum muslimin berperang untuk membela diri dan
akidah, sebagaimana firman Allāh:
وَقَاتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ الَّذِينَ
يُقَاتِلُونَكُمْ وَلَا تَعْتَدُوا ۚ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ
“Dan perangilah di jalan Allāh orang-orang yang memerangi kalian dan janganlah
kalian berlebihan, Sesungguhnya Allāh tidak mencintai orang-orang yang
berlebihan“
[QS. Al-Baqarah: 190]
Dan
yang ketiga, diperintahkan kaum muslimin untuk memerangi orang-orang musyrikin
dan memulai di dalam berperang supaya semakin tersebar akidah Islāmiah tanpa
dihalang-halangi.
Allāh
Subhānahu wa Ta’āla berfirman:
وَقَاتِلُوهُمْ حَتَّىٰ لَا تَكُونَ فِتْنَةٌ وَيَكُونَ
الدِّينُ كُلُّهُ لِلَّهِ ۚ
“Dan perangilah mereka sehingga tidak ada kesyirikan dan jadilah agama ini
semuanya milik Allāh“
[QS. Al-Anfal: 39]
Dan
Allāh Subhānahu wa Ta’āla berfirman:
كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِتَالُ وَهُوَ كُرْهٌ لَكُمْ ۖ
وَعَسَىٰ أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ ۖ وَعَسَىٰ أَنْ تُحِبُّوا
شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَكُمْ ۗ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
”Telah diwajibkan atas kalian berperang dan dia adalah sesuatu yang kalian
benci dan terkadang kalian membenci sesuatu padahal dia adalah lebih baik bagi
kalian dan terkadang pula kalian mencintai sesuatu dan dia adalah jelek bagi
kalian dan Allāh mengetahui sedangkan kalian tidak mengetahui”
[QS. Al-Baqarah: 216]
Jihad
disyariatkan sampai hari kiamat.
Nabi ﷺ mengatakan:
مَنْ مَاتَ وَلَمْ يَغْزُ وَلَمْ يُحَدِّثْ بِهِ
نَفْسَهُ مَاتَ عَلَى شُعْبَةٍ مِنْ نِفَاقٍ
”Barangsiapa
yang meninggal dunia dan dia tidak berjihad dan tidak meniatkan dalam dirinya
untuk berjihad maka dia meninggal di atas cabang kenifaqan”
HR. Muslim
Hukum
berjihad adalah fardhu kifayah. Kecuali, apabila negeri kaum muslimin diserang
oleh musuh, maka dalam keadaan demikian wajib atas semuanya untuk membela.
Jihad sebagaimana ibadah-ibadah yang lain, memiliki hukum-hukum, aturan-aturan. Sebagaimana dalam ilmu fikih, kapan disyariatkan, kapan tidak, apa syarat-syaratnya, apa rukun-rukunnya, siapa yang dihalalkan darahnya dan siapa yang diharamkan darahnya, maka kewajiban seseorang adalah mempelajari agama Allāh azza wa jalla dan tidak beramal kecuali berdasarkan ilmu.
Halaqah 63 ~ Awal Mula
Disyariatkan Jihad
Tujuan
jihad di dalam Islām adalah untuk membebaskan manusia dari penghambaan kepada
selain Allāh menuju ke penghambaan kepada Allāh saja Rabbul ‘alamin.
Allāh
berfirman:
وَقَاتِلُوهُمْ حَتَّىٰ لَا تَكُونَ فِتْنَةٌ وَيَكُونَ
الدِّينُ كُلُّهُ لِلَّهِ ۚ
“Dan perangilah mereka sehingga tidak ada kesyirikan dan jadilah agama ini
semuanya adalah milik Allāh”
[QS. Al-Anfal: 39]
Awal
mula disyariatkannya Jihad bagi kaum muslimin, diarahkan ke sebelah Barat kota
Madinah. Yang demikian memiliki 3 tujuan:
- Mengancam jalan perdagangan orang-orang Quraisy ke Syam.
- Membuat perjanjian dengan suku-suku dan kabilah-kabilah yang
ada di daerah tersebut supaya bisa bekerja sama dalam memerangi
orang-orang Quraisy atau minimal mereka netral, tidak berpihak. Karena pada
asalnya kabilah-kabilah tersebut cenderung membela Quraisy dan bekerja
sama dengan mereka, karena merekalah yang mengamankan perdagangan ke Syam
dan setiap tahun kabilah-kabilah tersebut berhaji ke kota Mekkah dan
orang-orang Quraisy merekalah yang menjadi penduduk kota Mekkah. Demikian
pula mereka cenderung kepada orang-orang Quraisy karena kesamaan aqidah,
yaitu aqidah berhala yang mereka miliki.
- Untuk menampakkan kekuatan kaum muslimin di depan orang-orang
Yahudi dan sisa-sisa orang musyrikin yang masih ada di kota Madinah.
Peperangan
pertama dinamakan dengan peperangan Abwa, sebuah tempat yang berjarak 24 mil
dari kota Madinah. Peperangan yang pertama ini tidak terjadi pertumpahan darah.
Namun, mereka berhasil mengadakan perjanjian perdamaian dengan kabilah Domroh
bin Kinanah. Sebuah pasukan kaum muslimin juga dikirim ke sebuah daerah yang
bernama Saiful Bahr untuk mencegat rombongan dagang orang-orang Quraisy. Dari
sinilah orang-orang Quraisy menyadari bahwa perdagangan mereka terancam.
Apa
yang dilakukan oleh Kaum muslimin bukanlah seperti perampok jalanan. Karena
saat itu kaum muslimin sedang berperang dan orang yang sedang berperang
dituntut untuk melemahkan musuh baik secara ekonomi maupun kekuatan manusia.
Kemudian yang kedua, mereka melakukan itu untuk mengambil harta mereka yang
dahulu diambil oleh orang-orang Quraisy ketika kaum muslimin meninggalkan kota
Mekkah dan hijrah ke kota Madinah.
Halaqah 64 ~ Perpindahan Kiblat
Nabi ﷺ dahulu ketika di Mekkah melakukan shalat
dengan menghadap ke arah Baitul Maqdis dan menjadikan Ka’bah antara beliau
dengan Baitul Maqdis.
Ketika
beliau hijrah ke kota Madinah, beliau shalat menghadap ke Baitul Maqdis selama
kurang lebih 16 bulan.
Orang-orang
Anshor, mereka shalat menghadap ke Baitul Maqdis kurang lebih 3 tahun dan pada
pertengahan bulan Rajab tahun ke-2 Hijriyah, yaitu dua bulan sebelum terjadinya
perang Badr, terjadilah perpindahan Kiblat.
Orang-orang
Yahudi ketika melihat Nabi ﷺ dan para shahabatnya
shalat menghadap ke Baitul Maqdis, mereka bergembira. Mereka mengatakan sambil
mengejek “Muhammad menyelisihi kita, tetapi dia mengikuti kiblat kita”. Maka
Nabi ﷺ berharap Wahyu turun dan beliau
berkeinginan seandainya kiblat berubah menjadi ke arah Ka’bah, Allāh pun
mengabulkan keinginan beliau. Allāh Subhānahu wa Ta’āla berkata:
قَدْ نَرَىٰ تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِي السَّمَاءِ ۖ
فَلَنُوَلِّيَنَّكَ قِبْلَةً تَرْضَاهَا ۚ فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ
الْحَرَامِ ۚ وَحَيْثُ مَا كُنْتُمْ فَوَلُّوا وُجُوهَكُمْ شَطْرَهُ ۗ..
“Sungguh Kami telah melihat bolak baliknya wajahmu ke arah atas, maka sungguh
Kami akan memalingkan wajahmu ke arah kiblat yang engkau ridhoi, maka
palingkanlah wajahmu ke arah al-Masjidil Haram dan dimanapun kalian berada maka
hendaklah kalian hadapkan wajah-wajah kalian ke arahnya.”
[QS. Al-Baqarah: 144]
Ibnu
Hajar rahimahullah, di dalam Fathul Baari, menyebutkan setelah mengumpulkan
beberapa riwayat, bahwa shalat menghadap ke Ka’bah yang pertama, yang beliau
lakukan adalah shalat Dzuhur di masjid Bani Salimah, atau yang sekarang dikenal
dengan Masjid kiblatain. Dan shalat menghadap ke Ka’bah yang pertama, yang
beliau lakukan di Masjid Nabawi adalah shalat Ashar. Adapun di Kuba, maka
penduduk Kuba melakukan shalat pertama menghadap Ka’bah adalah ketika shalat
subuh.
Perpindahan
Kiblat ini membuat orang Yahudi marah. Mereka mengatakan “Bahwa kebaikan adalah
dengan menghadap arah Baitul Maqdis.”. Maka, Allāh menurunkan FirmanNya:
لَيْسَ الْبِرَّ أَنْ تُوَلُّوا وُجُوهَكُمْ قِبَلَ
الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ وَلَٰكِنَّ الْبِرَّ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ
الْآخِرِ وَالْمَلَائِكَةِ وَالْكِتَابِ وَالنَّبِيِّينَ
“Bukanlah kebaikan itu kalian memalingkan wajah-wajah kalian ke arah Timur
dan Barat, akan tetapi kebaikan adalah orang yang beriman kepada Allāh dan hari
Akhir dan para Malaikat dan Kitab serta para Nabi.”
[QS. Al-Baqarah: 177]
Dan
mereka bertanya-tanya, apa yang memalingkan Muhammad dan para shahabatnya dari
Baitul Maqdis. Maka Allāh menurunkan FirmanNya:
سَيَقُولُ السُّفَهَاءُ مِنَ النَّاسِ مَا وَلَّاهُمْ
عَنْ قِبْلَتِهِمُ الَّتِي كَانُوا عَلَيْهَا ۚ قُلْ لِلَّهِ الْمَشْرِقُ
وَالْمَغْرِبُ ۚ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ إِلَىٰ صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ
“Maka akan berkata orang-orang yang bodoh di antara manusia apa yang
memalingkan mereka dari kiblat mereka yang dahulu mereka menghadapnya,
katakanlah wahai (Muhammad) milik Allāh Timur dan juga Barat, Allāh memberikan
petunjuk siapa yang dikehendaki kepada jalan yang lurus.”
[QS. Al-Baqarah: 142]
Di
antara hikmah dipindahkannya kiblat adalah untuk ujian bagi orang-orang yang
beriman apakah mereka mengikuti Rasulullãh ﷺ
atau tidak. Allāh Subhānahu wa Ta’āla mengatakan:
… وَمَا جَعَلْنَا الْقِبْلَةَ الَّتِي كُنْتَ عَلَيْهَا إِلَّا
لِنَعْلَمَ مَنْ يَتَّبِعُ الرَّسُولَ مِمَّنْ يَنْقَلِبُ عَلَىٰ عَقِبَيْهِ ۚ
وَإِنْ كَانَتْ لَكَبِيرَةً إِلَّا عَلَى الَّذِينَ هَدَى اللَّهُ ۗ وَمَا كَانَ
اللَّهُ لِيُضِيعَ إِيمَانَكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ بِالنَّاسِ لَرَءُوفٌ رَحِيمٌ
“Dan tidaklah Kami menjadikan kiblat yang dahulu engkau menghadapnya, kecuali
supaya kami mengetahui siapa yang mengikuti rasul dari orang-orang yang murtad
dan sungguh ini adalah berat, kecuali bagi orang-orang yang Allāh berikan
hidayah dan tidaklah Allāh Subhānahu wa Ta’āla menyia-nyiakan keimanan kalian,
sesungguhnya Allāh Maha Penyantun dan Penyayang bagi manusia.”
[QS. Al-Baqarah: 143]
Halaqah 65 ~ Perang Badr Kubro
(Bagian 01)
Orang-orang
Quraisy masih mengirimkan rombongan-rombongan dagang ke Syam meskipun diancam
oleh orang-orang Islām. Rombongan dagang Abu Sufyan yang besar, sedang membawa
uang yang banyak milik orang-orang Quraisy, dijaga sekitar 30 atau 40 orang.
Maka Nabi ﷺ ketika mengetahui hal ini, beliau mengirim
mata-mata untuk melihat kondisi rombongan Abu Sufyan. Dan ketika mendapatkan
kabar akan lewatnya rombongan Abu Sufyan, segera beliau ﷺ mengajak para shahabatnya yang sudah siap untuk keluar bersama
beliau supaya tidak kehilangan kesempatan. Maka keluarlah 319 orang, 100
diantaranya Muhajirin dan sisanya adalah Anshor, dengan persiapan seadanya
tanpa persiapan perang. Dan Nabi ﷺ
menyuruh Abdullah bin Ummi Maktum untuk mengimami manusia, selama ditinggal
oleh beliau.
Dan
saat itu kaum muslimin yang bersama Nabi ﷺ
hanya memiliki 70 unta. Merekapun bergantian dalam menaiki unta. Dan Nabi ﷺ saat itu bergantian dengan Abu Lubabah dan
Ali bin Abi Thalib dalam menaiki 1 Unta. Dan ini menunjukkan kekuatan Nabi ﷺ yang saat itu berumur 55 tahun dan
keinginan beliau beliau yang besar untuk mendapatkan pahala dari Allāh.
Ketika
Abu Sufyan mendengar usaha kaum muslimin untuk menghadang rombongannya, maka
dia mengambil jalan lain yang lebih dekat ke pantai dan mengutus Domdom bin Amr
Al Ghifari menuju ke Mekkah untuk meminta bantuan kepada penduduk Mekkah. Maka,
penduduk Mekkah setelah mendengar kabar yang sangat mengagetkan, menyakitkan,
dan menghinakan, dan bisa mengganggu perekonomian mereka di kemudian hari,
segera mereka mempersiapkan diri untuk mengamankan harta mereka. Mereka
kerahkan seluruh kemampuan baik tentara, pasukan berkuda, dan harta mereka,
sehingga jumlah mereka sampai 1000 orang dan bersama mereka 200 kuda dan para
biduanita.
Ketika
sampai di Juhfah, sebuah daerah dekat dengan Badr, datang kabar bahwa rombongan
dagang mereka selamat, maka sebagian pasukan ada yang memilih pulang. Adapun
sebagian besar yang lain, maka tetap ingin melanjutkan perjalanan dengan tujuan
untuk memberi pelajaran kepada kaum muslimin sehingga tidak mengganggu
perdagangan mereka kembali dan juga untuk mengumumkan dan memberi tahu kepada
orang-orang Arab tentang kekuatan besar mereka.
==
HSI 10 ~ Halaqah 66-70 ~ Perang Badr Kubro (Bagian 02-06)
Group
WA HSI Abdullah Roy
hsi.abdullahroy.com
════ ❁✿❁ ════
Silsilah
‘Ilmiyyah 10.3 Sirah Nabawiyyah
Halaqah
66-70 ~ Perang Badr Kubro (Bagian 02-06)
Ustadz
Dr. Abdullah Roy, M.A.
════ ❁✿❁ ════
Rasulullãh
ﷺ mengetahui jumlah pasukan Quraisy dari
Unta yang disembelih untuk makan dalam satu hari. Satu Unta adalah untuk makan
sehari seratus orang dan mereka setiap harinya menyembelih 10 Unta. Sehingga,
diketahui bahwa jumlah pasukan orang-orang Quraisy kurang lebih 1000 orang.
Beliau juga mengetahui info tentang pasukan Quraisy dari sebagian mereka yang
telah tertawan oleh pasukan muslimin.
Sebagian
pasukan Muslimin merasa tidak siap berperang menghadapi musuh karena tujuan
utama mereka semula adalah untuk menghadang rombongan dagang Quraisy.
Allāh
Subhānahu wa Ta’āla mengatakan:
كَمَا أَخْرَجَكَ رَبُّكَ مِنْ بَيْتِكَ بِالْحَقِّ
وَإِنَّ فَرِيقًا مِنَ الْمُؤْمِنِينَ لَكَارِهُونَ
“Sebagaimana Allāh telah mengeluarkan dirimu (wahai Muhammad) dari rumahmu
dengan kebenaran dan sesungguhnya sebagian orang-orang yang beriman tidak
menyukainya.”
[QS. Al-Anfal: 5]
Di
sisi yang lain orang-orang Anshor, pada baiat aqobat yang kedua telah membaiat
Nabi ﷺ untuk menjaga beliau dan menolong beliau
di kota Madinah dan tidak membaiat beliau ﷺ
untuk berperang di luar kota Madinah. Sehingga kita mengetahui bahwasanya
pasukan-pasukan yang diutus sebelumnya untuk berperang keluar dari kota Madinah
hanya terdiri dari orang-orang Muhajirin. Karena dalam peperangan ini ada
orang-orang Anshor bahkan mereka adalah mayoritas, maka Nabi ﷺ bermusyawarah dengan para shahabatnya, khususnya orang-orang
Anshor.
Berkata
al-Miqdad bin Amr, ketika mendengar kabar dari Nabi ﷺ
tentang orang-orang Quraisy, “Wahai Rasulullãh, lakukan sesuai dengan apa yang
Allāh tampakkan kepadamu, maka kami akan bersamamu. Demi Allāh, kami tidak
berkata kepadamu seperti ucapan Bani Israel kepada Musa: Pergilah kamu dan
Rabbmu, kemudian berperanglah, kami duduk disini. Akan tetapi, pergilah kamu
dan Rabbmu dan berperanglah, kami akan berperang bersama kalian. Maka, Demi
Dzat yang telah mengutusmu dengan benar, seandainya engkau membawa kami masuk
ke dalam tanah, niscaya kami akan bersungguh-sungguh bersamamu sehingga engkau
sampai tujuan”. Berkata Nabi “Baik”. Kemudian beliau mendoakan kebaikan bagi
mereka.
Kemudian
beliau meminta pendapat Anshor “Berikanlah isyarat kepadaku wahai manusia”.
Berkata Sa’ad bin Muadz sebagai pemuka orang-orang Anshor “Demi Allāh,
sepertinya engkau menginginkan kami wahai Rasulullãh”. Beliau mengatakan “Iya”.
Sa’ad bin Muadz berkata “Sungguh kami telah beriman denganmu dan membenarkan dirimu,
bersaksi bahwa apa yang engkau bawa adalah benar dan kami telah memberikan
kepadamu janji-janji kami untuk senantiasa mendengar dan taat kepadamu, maka
lakukanlah wahai Rasulullãh apa yang engkau inginkan, kami akan bersamamu. Demi
Dzat yang mengutusmu dengan kebenaran, seandainya engkau membawa kami ke laut
kemudian engkau masuk ke dalamnya, niscaya kami akan masuk bersamamu. Tidak ada
di antara kami yang ketinggalan seorangpun dan kami tidak benci engkau
mempertemukan kami dengan musuh-musuh kami besok, sungguh kami adalah
orang-orang yang bersabar dalam berperang, jujur ketika bertemu dengan musuh,
semoga Allāh memperlihatkan kepadamu tentang kami apa yang membuat sejuk
matamu, maka berjalanlah di atas berkah Allāh”.
Maka
Nabi ﷺ sangat berbahagia dengan ucapan Sa’ad bin
Muadz. Kemudian beliau berkata “Berjalanlah kalian dan berbahagialah, karena
Allāh akan menjanjikan kepadaku satu di antara dua golongan. Demi Allāh, aku
telah melihat tempat-tempat terbunuhnya mereka”.
Diriwayatkan
oleh Ibnu Ishak dengan sanad yang shahih.
Yang
dimaksud dengan dua golongan:
- Rombongan
pedagang yang dipimpin oleh Abu Sufyan.
- Pasukan
orang-orang Quraisy.
Maka,
Nabi ﷺ dijanjikan oleh Allāh mendapatkan satu di
antara keduanya. Lihat QS. Al-Anfal: 7.
Setelah
Nabi ﷺ melihat semangat kekompakan dan keberanian
para shahabat untuk berperang, mulailah beliau mengatur pasukan. Beliau
menunjuk Musa’ad bin Umair sebagai pembawa Liwa yang berwarna putih dan
memberikan dua Royah yang berwarna hitam kepada Ali bin Abi Thalib dan Sa’ad bin
Muaz. Sementara Qois bin Abi So’soah di bagian belakang.
Yang
dimaksud dengan Liwa adalah bendera yang besar dan yang dimaksud dengan Royah
adalah bendera yang kecil.
Orang-orang
Musyrikin berselisih pendapat, sebagian mereka ingin kembali ke Mekkah tanpa
berperang karena menganggap musuh mereka adalah keluarga mereka sendiri. Namun,
Abu Jahal tetap menginginkan untuk berperang. Akhirnya, pendapatnyalah yang
dimenangkan. Kemudian, mereka mengirim mata-mata untuk mengetahui jumlah kaum
muslimin.
Berkata
Abu Jahal
اللَّهُمَّ أَقْطَعَنَا الرَّحِمَ وَآتَانَا بِمَا لَا
نَعْرِفُهُ فَأَحْنِهِ الْغَدَاةَ
“Ya
Allāh, siapa di antara kami yang memutus silaturahim dan datang dengan apa yang
kami tidak tahu, maka binasakanlah dia besok”.
Orang-orang
Islām telah sampai ke Badr dan sudah melihat tempat peperangan sebelum
kedatangan orang-orang musyrikin.
Ali
bin Abi Tholib radiallahu anhu menceritakan, bahwa pasukan kaum muslimin pada
malam tersebut, malam tanggal 17 Ramadhon, bermalam dalam keadaan mereka tidur.
Sementara di depan mereka dalam jarak yang tidak jauh ada pasukan orang-orang
musyrikin. Sempat turun hujan gerimis pada malam tersebut, sehingga para
shahabat berlindung di bawah pohon. Sementara Nabi ﷺ
di malam tersebut dalam keadaan shalat meminta kepada Allāh sampai datang waktu
pagi.
Di
antara doa beliau: “Ya Allāh seandainya golongan ini binasa, maka Engkau tidak
akan disembah lagi”
Ketika
datang waktu fajar, maka beliau ﷺ memanggil para
shahabatnya untuk melakukan shalat, kemudian beliau mengimami, dan setelah itu
beliau berbicara dan mengobarkan semangat para shahabat untuk berperang.
Allāh
Subhānahu wa Ta’āla berfirman:
إِذْ يُغَشِّيكُمُ النُّعَاسَ أَمَنَةً مِنْهُ
وَيُنَزِّلُ عَلَيْكُمْ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً لِيُطَهِّرَكُمْ بِهِ وَيُذْهِبَ
عَنْكُمْ رِجْزَ الشَّيْطَانِ وَلِيَرْبِطَ عَلَىٰ قُلُوبِكُمْ وَيُثَبِّتَ بِهِ
الْأَقْدَامَ
“Ketika Allāh mengantukkan kalian supaya kalian merasa aman dan menurunkan
hujan untuk kalian, untuk membersihkan kalian dari was-was syaithan, untuk
menguatkan hati kalian, dan supaya kaki-kaki orang yang beriman tidak goyah“
[QS. Al-Anfal: 11]
Di
pagi hari Tanggal 17 Ramadhan, beliau mempersiapkan pasukan dan menyusun
pasukan secara ber shof-shof dan ini adalah cara yang belum pernah dilakukan
oleh orang-orang Arab sebelumnya.
Allāh
Subhānahu wa Ta’āla mengatakan:
إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الَّذِينَ يُقَاتِلُونَ فِي
سَبِيلِهِ صَفًّا كَأَنَّهُمْ بُنْيَانٌ مَرْصُوصٌ
“Sesungguhnya Allāh mencintai orang-orang yang berperang di jalanNya dalam
keadaan berbaris, mereka seperti bangunan yang kuat“
[QS. Ash-Shaf: 4]
Dan
dengan usulan dari Sa’ad bin Muadz radiallahu anhu, kaum muslimin membuat kubah
yang kecil untuk Nabi ﷺ supaya beliau terjaga
dan supaya bisa mengatur pasukan dari kubah tersebut.
Ketika
orang-orang musyrikin mulai mendekat, maka Rasulullãh ﷺ
bersabda “Janganlah salah seorang di antara dari kalian maju sehingga aku
berada di depannya”.
Dan
ketika orang-orang musyrikin mulai bergerak mendekati pasukan kaum muslimin,
beliau ﷺ mengatakan “Bangkitlah kalian menuju surga
yang lebarnya selebar langit dan bumi”.
Berkata
Umair Ibnu Humam al-Anshari “Wahai Rasulullãh, surga yang lebarnya selebar
langit dan bumi?”
Beliau
mengatakan “Iya”.
Berkata
Umair “Bakhin, bakhin”.
Sebuah
kata di dalam bahasa Arab yang mereka gunakan untuk pengagungan sebuah perkara.
Kemudian
Rasulullãh ﷺ mengatakan “Apa yang menyebabkan kamu
mengatakan bakhin-bakhin?”
Umair
berkata “Tidak, demi Allāh wahai Rasulullãh, tidaklah aku mengucapkannya,
kecuali ingin menjadi penduduk surga”.
Beliau
berkata “Engkau termasuk penduduk surga”.
Kemudian,
beliau mengeluarkan beberapa kurma dari tempat anak panahnya dan memakannya.
Kemudian, berkata “Kalau aku masih harus hidup sampai aku menghabiskan kurma
ini, tentulah ini kehidupan yang lama”.
Kemudian,
beliau segera melempar kurma-kurma tadi yang ada bersama beliau dan berperang,
kemudian terbunuh.
Umar
Ibn Khotob menceritakan bahwa ketika perang Badr, Nabi ﷺ melihat orang-orang musyrikin yang jumlahnya 1000 orang dan
melihat para shahabatnya yang jumlahnya hanya 319. Kemudian, beliau menghadap
ke arah kiblat, dan mengangkat kedua tangan beliau seraya berdoa “Ya Allāh,
wujudkanlah apa yang telah Engkau janjikan kepadaku, Ya Allāh berikanlah apa
yang Engkau janjikan kepadaku, Ya Allāh seandainya golongan dari kaum muslimin
ini binasa niscaya Engkau tidak akan disembah”. Dan terus menerus beliau ﷺ mengangkat kedua tangannya menghadap
kiblat sampai terjatuh selendang dari kedua bahu beliau. Datanglah Abu Bakar
dan mengambil selendang tersebut. Kemudian meletakkannya di bahu Rasulullãh ﷺ. Kemudian berdiri di belakang Nabi dan
mengatakan “Wahai Nabi Allāh, sudah cukup permohonanmu kepada Allāh
sesungguhnya Allāh akan mewujudkan janjiNya kepadamu”.
Maka
Allāh menurunkan firman Nya
إِذْ تَسْتَغِيثُونَ رَبَّكُمْ فَاسْتَجَابَ لَكُمْ
أَنِّي مُمِدُّكُمْ بِأَلْفٍ مِنَ الْمَلَائِكَةِ مُرْدِفِينَ
“Ketika kalian meminta pertolongan kepada Rabb kalian, kemudian Allāh
mengabulkan doa kalian, sesungguhnya Aku akan menolong kalian dengan 1000
Malaikat yang turun bertubi-tubi”
[QS. Al-Anfal: 9]
Maka
Allāh pun menurunkan Malaikat-malaikat. Keluar Nabi ﷺ
dari kubahnya dan mengatakan “Perkumpulan mereka akan dikalahkan dan mereka
akan lari terbirit-birit”.
Peperangan
ini diawali dengan adu tanding secara individu antara wakil orang-orang
musyrikin dan juga wakil dari kalangan kaum muslimin. Adapun dari orang-orang
musyrikin, maka majulah Utbah bin Robiah dan putranya Walid bin Utbah serta
saudara laki-lakinya, yaitu Syaibah bin Robiah. Kemudian dari kaum muslimin,
pertama muncullah beberapa pemuda Anshor yang siap melawan 3 orang tersebut.
Namun, orang-orang Quraisy menginginkan supaya lawan mereka adalah orang yang
berasal dari kaum mereka sendiri, yaitu dari orang Quraisy. Maka, Nabi ﷺ memerintahkan Hamzah bin Abdil Muthalib,
Ali Bin Abi Tholib dan juga Ubaidah bin al-Harits untuk menghadapi 3 orang
tersebut.
Terbunuhlah
Utbah di tangan Hamzah dan Syaibah di tangan Ali. Adapun Ubaidah dan Walid,
masing-masing terluka. Kemudian Hamzah dan Ali akhirnya membantu Ubaidah dan
membunuh Walid bin Utbah. Kemudian membawa Ubaidah membawa ke markas kaum
muslimin.
Hasil
dari adu tanding ini, sangat berpengaruh terhadap kejiwaan pasukan orang-orang
Quraisy. Nabi ﷺ menyuruh para
shahabatnya untuk menghujani orang-orang Quraisy dengan anak panah mereka
apabila mereka mendekat. Akhirnya, kedua pasukan bertemu dan Rasulullãh ﷺ terjun sendiri di dalam peperangan
tersebut dan beliau berperang dengan sangat hebat.
Terbunuhlah
beberapa pembesar Quraisy, seperti Abu Jahl, Firaun nya umat ini, Umayyah bin
Kholaf yang telah menyiksa Bilal radiallahu anhu. Allāh menurunkan para
Malaikat pada peperangan ini. Allāh Subhānahu wa Ta’āla mengatakan:
إِذْ تَسْتَغِيثُونَ رَبَّكُمْ فَاسْتَجَابَ لَكُمْ
أَنِّي مُمِدُّكُمْ بِأَلْفٍ مِنَ الْمَلَائِكَةِ مُرْدِفِينَ
وَمَا جَعَلَهُ اللَّهُ إِلَّا بُشْرَىٰ وَلِتَطْمَئِنَّ
بِهِ قُلُوبُكُمْ ۚ وَمَا النَّصْرُ إِلَّا مِنْ عِنْدِ اللَّهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ
عَزِيزٌ حَكِيمٌ
“Dan ketika kalian beristighosah, meminta pertolongan kepada Rabb kalian, maka
Allāh mengabulkan doa kalian, Aku memberikan bantuan kepada kalian dengan 1000
Malaikat yang datang bertubi-tubi dan tidaklah Allāh menjadikan itu, kecuali
sebagai kabar gembira dan supaya hati kalian menjadi tenang dan tidaklah
pertolongan, kecuali dari sisi Allāh, sesungguhnya Allāh Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana
[QS. Al-Anfal: 10]
Ibnu
Abbas bercerita bahwa ada seorang muslim pada peperangan tersebut yang mengejar
seorang musyrik di depannya. Tiba-tiba dia mendengar dari atas, suara cambuk
dan suara penunggang kuda yang mengatakan “Majulah ya Haizum”. Maka, dia
melihat orang musyrik di depannya sudah tersungkur, dalam keadaan hidungnya dan
wajahnya terdapat bekas sabetan cambuk. Kemudian dia menceritakan hal ini
kepada Rasulullãh ﷺ dan beliau mengatakan
“Engkau benar. Ini adalah bantuan dari Malaikat-malaikat yang berada di langit
yang ketiga”. Yang dimaksud dengan Haizum adalah nama kuda malaikat.
Telah
terbunuh 70 orang musyrikin pada perang Badr ini dan 70 yang lain ditawan oleh
kaum muslimin. Sebagian mereka terbunuh di tempat-tempat yang telah
diisyaratkan oleh Rasulullãh ﷺ sebelumnya, sisanya
lari terbirit-birit meninggalkan medan perang dan meninggalkan banyak rampasan
perang.
Rasulullãh
ﷺ pun menyuruh para shahabat untuk melempar
mayat-mayat orang-orang musyrikin di sumur-sumur yang ada di Badr. Kemudian
beliau ﷺ dan para shahabatnya tinggal di Badr
selama 3 hari dan menguburkan 14 orang shahabat yang terbunuh dan tidak ada di
antara mereka satupun yang dibawa ke Madinah.
Pada
hari yang ke-3, Nabi ﷺ berdiri di depan
sebuah sumur yang telah dilemparkan di dalamnya 24 pembesar Quraisy yang
terbunuh. Kemudian beliau memanggil nama mereka dan nama bapak mereka dan
mengatakan “Apakah menyenangkan kalian seandainya kalian dahulu menaati Allāh
dan RasulNya? Sesungguhnya, kami telah menemukan apa yang Allāh janjikan untuk
kami benar adanya. Apakah kalian menemukan apa yang Allāh janjikan untuk kalian
benar adanya?”
Berkata
Umar “Wahai Rasulullãh, mengapa engkau berbicara dengan jasad-jasad yang tidak
punya arwah?”
Rasulullãh
ﷺ menjawab “Demi Dzat yang jiwaku berada di
tanganNya, tidaklah kalian lebih mendengar daripada mereka terhadap apa yang
aku katakan”.
Ini
menunjukkan bahwa Allāh Subhānahu wa Ta’āla telah menjadikan mereka saat itu
bisa mendengar ucapan Nabi ﷺ, supaya mereka
semakin merasa terhina dan semakin menyesal atas kekufuran mereka.
Nabi ﷺ tidak berusaha mengejar Abu Sofyan, karena
beliau ﷺ memang hanya dijanjikan satu di antara dua
kebaikan saja dan beliau sudah diberi kemenangan melawan orang-orang Musyrikin.
Nabi ﷺ memerintahkan para shahabat untuk tidak
membunuh orang-orang yang dipaksa untuk berperang dan mereka dahulu memiliki
jasa bagi kaum muslimin seperti Abbas bin Abdul Muthalib, paman Rasulullãh ﷺ. Akhirnya Abbas menjadi salah seorang
tawanan. Nabi ﷺ bermusyawarah Abu
Bakar dan Umar tentang apa yang harus dilakukan terhadap para tawanan. Abu
bakar mengisyaratkan untuk mengambil tebusan, sehingga bisa dimanfaatkan
tebusan tadi untuk menguatkan pasukan kaum muslimin dan berharap mereka
mendapatkan hidayah. Adapun Umar, maka beliau mengisyaratkan supaya tawanan
dibunuh karena mereka adalah pembesar-pembesar Quraisy.
Allāh
pun menurunkan ayat yang menunjukkan tentang benarnya pendapat Umar.
Allāh
Subhānahu wa Ta’āla mengatakan:
مَا كَانَ لِنَبِيٍّ أَنْ يَكُونَ لَهُ أَسْرَىٰ
حَتَّىٰ يُثْخِنَ فِي الْأَرْضِ ۚ تُرِيدُونَ عَرَضَ الدُّنْيَا وَاللَّهُ يُرِيدُ
الْآخِرَةَ ۗ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
لَوْلَا كِتَابٌ مِنَ اللَّهِ سَبَقَ لَمَسَّكُمْ فِيمَا
أَخَذْتُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ
فَكُلُوا مِمَّا غَنِمْتُمْ حَلَالًا طَيِّبًا ۚ
وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ
“Tidak pantas bagi Nabi untuk memiliki tawanan sampai dia melumpuhkan
musuh-musuhnya di bumi, kalian menginginkan kesenangan dunia dan Allāh
menginginkan akhirat. Dan Allāh, Dia lah Yang Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana. Kalau bukan karena ketetapan Allāh sebelumnya, niscaya
akan menimpa kalian siksaan yang besar karena tebusan yang kalian ambil. Maka
makanlah dari rampasan perang yang kalian ambil sebagai makanan yang halal lagi
baik. Dan bertakwalah kepada Allāh, sesungguhnya Allāh Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang“
[QS. Al-Anfal: 67-69]
Meskipun
yang Allāh utamakan saat itu sebenarnya adalah membunuh tawanan-tawanan
tersebut, namun ayat ini menunjukkan bahwa tebusan yang sudah terlanjur diambil
adalah dihalalkan.
Dan
setelah itu, maka seorang pemimpin diberikan kelonggaran dan pilihan, apakah
dia membunuh tawanan atau mengambil tebusan atau membebaskan tanpa tebusan.
Kecuali, apabila tawanannya adalah seorang wanita atau anak-anak, maka mereka
tidak boleh dibunuh.
Berbeda-beda
jumlah tebusan yang diambil saat itu. Ada yang tebusannya sampai 4000 dirham.
Zainab putri Nabi ﷺ menebus suaminya Abul
Ash bin Robi’ dengan satu kalung, maka para shahabat melepas Abul Ash dan
mengembalikan kalung tersebut kepada Zainab sebagai bentuk penghormatan kepada
Nabi ﷺ. Adapun yang tidak memiliki tebusan, maka
tebusannya adalah mengajarkan anak-anak Anshor menulis.
==
HSI 10 ~ Halaqah 71-75
Group
WA HSI Abdullah Roy
hsi.abdullahroy.com
════ ❁✿❁ ════
Silsilah
‘Ilmiyyah 10.3 Sirah Nabawiyyah
Halaqah
71 ~ Perang Badr Kubro (Bagian 07)
Halaqah
72 ~ Dampak Perang Badr Kubro
Halaqah
73-75 ~ Perang Uhud Bagian 01-03
Ustadz
Dr. Abdullah Roy, M.A.
════ ❁✿❁ ════
Halaqah 71 ~ Perang Badr Kubro (Bagian 07)
Nabi ﷺ mengeluarkan 4/5 dari rampasan perang dan
dibagikan secara merata kepada para shahabat yang mengikuti perang Badr, baik
mereka yang berperang melawan musuh secara langsung ataupun yang menjaga
Rasulullãh ﷺ ataupun mereka yang mengumpulkan rampasan
perang. Adapun yang 1/5, maka dibagi menjadi 5 bagian:
- Untuk
Allāh dan RasulNya. Maksudnya adalah untuk kepentingan dan kemaslahatan
bagi kaum muslimin secara umum.
- Untuk
keluarga Rasulullãh ﷺ /Ahlul bait
- Untuk
anak-anak yatim
- Untuk
orang-orang miskin
- Untuk
Ibnu sabil atau orang-orang musafir yang kehabisan bekal.
Allāh
Subhānahu wa Ta’āla mengatakan:
وَاعْلَمُوا أَنَّمَا غَنِمْتُمْ مِنْ شَيْءٍ فَأَنَّ
لِلَّهِ خُمُسَهُ وَلِلرَّسُولِ وَلِذِي الْقُرْبَىٰ وَالْيَتَامَىٰ
وَالْمَسَاكِينِ وَابْنِ السَّبِيلِ
“Dan ketahuilah oleh kalian bahwasanya apa yang kalian dapatkan dari rampasan
perang, maka 1/5 nya adalah untuk Allāh dan untuk Rasul, dan keluarga Nabi,
anak-anak yatim, orang-orang miskin, dan Ibnu Sabil“
[QS. Al-Anfal: 41]
Bahkan
Nabi ﷺ juga memberikan bagian kepada para
shahabat yang mereka tidak mengikuti peperangan karena tugas yang dibebankan
kepada mereka di kota Madinah atau karena terluka atau patah tulang ketika
perjalanan menuju ke Badr atau karena udzur-udzur yang lain.
Dan di
antara mereka yang tidak mengikuti peperangan dan mendapatkan tugas di kota
Madinah adalah Utsman bin Affan yang disuruh oleh Nabi ﷺ untuk menjaga Ruqayyah, istri beliau yang sakit.
Dan
pembagian rampasan perang ini terjadi di Sofro, jalan menuju kota Madinah. Dan
di perjalanan itu, Nabi ﷺ menyuruh kaum
muslimin untuk membunuh 2 orang tawanan. Yang pertama adalah Uqbah bin Abi
Muayyith dan An Nadr bin Al Harits. Yang demikian karena keduanya dahulu
mengganggu dan menyakiti Nabi ﷺ. Uqbah, dia adalah
orang yang telah menaruh kotoran Unta yang baru melahirkan di atas punggung
Nabi ﷺ ketika beliau sedang bersujud. Nabi ﷺ dan juga para shahabatnya telah
memperlakukan para tawanan tersebut dengan baik.
Zaid
bin Haritsah telah terlebih dahulu menuju ke kota Madinah dengan membawa kabar
gembira. Kaum muslimin pun menyambut berita tersebut dengan gegap gempita
sambil khawatir apabila kabar tersebut tidak benar.
Berkata
Usamah bin Zaid “Demi Allah, aku tidak percaya sampai kami melihat para
tawanan. Sungguh perang Badr ini adalah Yaumul Furqon, yaitu hari pembeda
antara yang benar dan yang batil”.
Karena
perang ini menunjukkan bahwa aqidah lebih didahulukan daripada hubungan
kekerabatan dan seluruh kepentingan. Orang-orang Muhajirin mereka memerangi
kerabat mereka sendiri dan orang-orang Anshor, janji mereka untuk melindungi
Nabi ﷺ di kota Madinah, tidak menghalangi mereka
untuk terus berperang bersama Nabi ﷺ
dengan dasar aqidah.
Oleh
karena itu, para shahabat yang mereka mengikuti perang Badr Allāh Subhānahu wa
Ta’āla memberikan keutamaan kepada mereka.
Nabi ﷺ berkata:
لَعَلَّ اللَّهَ اطَّلَعَ إِلَى أَهْلِ بَدْرٍ فَقَالَ
اعْمَلُوا مَا شِئْتُمْ فَقَدْ وَجَبَتْ لَكُمْ الْجَنَّةُ أَوْ فَقَدْ غَفَرْتُ
لَكُمْ
“Allāh
telah melihat kepada Ahlu Badr dan berkata kepada mereka, kerjakanlah apa yang
kalian inginkan, sungguh telah diwajibkan atas kalian surga atau sungguh Aku
telah mengampuni dosa kalian“
Diriwayatkan oleh Al Imam Bukhori
di dalam shahihnya.
Mereka
menduduki kedudukan yang tinggi di antara para shahabat dan bahkan secara
duniawi, mereka diberikan gaji yang paling besar dari negara, di zaman Umar Ibn
Khotob radiallahu ta ‘ala anhu.
Halaqah 72 ~ Dampak Perang Badr Kubro
Berita
kekalahan orang-orang Quraisy dan kemenangan kaum muslimin di perang Badr,
memiliki pengaruh yang besar terhadap Jazirah Arab baik di Mekkah, Al Madinah,
maupun di tempat-tempat yang lain.
Kedudukan
kaum muslimin di kota Madinah semakin nampak. Orang-orang Yahudi menjadi ciut
nyali mereka dan semakin terlihat kedengkian dan permusuhan mereka terhadap
kaum muslimin. Mereka semakin marah mendengar hasil dari perang Badr yang sama
sekali tidak mereka sangka. Sehingga, mereka pun tidak bisa menutupi kemarahan
mereka yang meledak-ledak di dalam diri mereka seperti yang dilakukan oleh Bani
Qoinuqo yang akhirnya ini menjadi sebab diusirnya mereka dari kota Madinah.
Di
antara dampak Perang Badr, banyaknya orang yang masuk Islām, meskipun ada di
antara mereka yang masuk Islām karena menjaga kepentingan-kepentingan mereka,
seperti orang-orang munafikin yang dipimpin oleh Abdullah bin Ubay bin Salul.
Orang-orang
Quraisy yang berada di Mekkah, hampir-hampir mereka tidak percaya dengan apa
yang telah terjadi. Terbunuh tokoh-tokoh mereka dan jagoan-jagoan mereka.
Mereka pun berniat untuk membalas kekalahan tadi. Sempat mereka mengutus Umair
bin Wahab Al Jumahi untuk membunuh Nabi ﷺ
secara sembunyi-sembunyi. Sofwan bin Umayyah menjanjikan kepadanya, kalau dia
terbunuh maka keluarganya akan ditanggung.
Pergilah
Umair ke kota Madinah. Namun, ketika Umair sampai ke Masjid Rasulullãh ﷺ, Umar bin Khotob menangkapnya dan
membawanya kepada Rasulullãh ﷺ. Rasulullãh ﷺ kemudian bertanya kepada Umair tentang
tujuan dia datang ke kota Madinah, Umair pun berdusta dan mengatakan bahwa dia
datang untuk menebus tawanan. Maka, Nabi ﷺ
mengabarkan kepada Umair tentang niat dia sebenarnya, yaitu untuk membunuh Nabi
ﷺ dan beliau juga mengabarkan tentang
perjanjian antara dia dengan Sofwan. Ketika mendengar ucapan Nabi ﷺ ini, maka tahulah Umair bahwasanya beliau ﷺ adalah Nabi yang diwahyukan kepadanya.
Kemudian, akhirnya dia masuk Islām dan meminta ijin kepada Nabi ﷺ untuk mendakwahi orang-orang Mekkah supaya
masuk ke dalam agama Islām.
Dan di
antara bentuk pembalasan orang-orang Quraisy adalah membunuh Khubaid dan Zaid
Ibnu ad-Datsilah, yang merupakan dua orang tawanan pada peristiwa ar Roji’,
yang insya Allah datang keterangannya.
Halaqah 73-75 ~ Perang Uhud Bagian 01-03
Perang
ini terjadi pada tahun ke-3 Hijriyah, setahun lebih satu bulan setelah perang
Badr Qubra, tepatnya pertengahan bulan Syawal tahun ke-3 Hijriyah.
Sebab
perang Uhud adalah:
- Karena
Orang-orang Quraisy ingin membalas dendam atas kekalahan mereka di perang
Badr, di mana banyak tokoh-tokoh mereka yang terbunuh.
- Untuk
menyelamatkan rute perdagangan mereka ke arah Syam yang dikuasai kaum
muslimin.
- Untuk
mengembalikan kehormatan dan kemuliaan mereka yang sempat terkoyak setelah
perang Badr.
Dinamakan
perang Uhud, karena perang ini terjadi di sekitar gunung Uhud, sebuah gunung
yang terletak 5,5 kilometer ke arah Utara dari Masjid Nabawi. Tingginya kurang
lebih 121 meter. Di sebelah Selatannya ada gunung Ainain, yang dikenal setelah
perang Uhud dengan nama Jabal ar Rumah, yaitu Gunung para pemanah. Antara Jabal
Uhud dengan Jabal ar Rumah, ada lembah Qonaah.
Orang-orang
Quraisy sudah mempersiapkan perang ini, sepulang mereka dari perang Badr.
Pasukan mereka mencapai kurang lebih 3000 orang, 200 pasukan berkuda, 700 orang
di antaranya memakai pakaian perang lengkap. Pasukan sayap kanan dipimpin oleh
Kholid bin Walid dan pasukan sayap kiri dipimpin oleh Ikrimah bin Abi Jahl.
Pasukan
ini terdiri dari orang-orang musyrikin Quraisy, orang-orang Kinanah dan
Tuhamah, yang mereka masih loyal dengan orang-orang Quraisy. Mereka juga
membawa beberapa wanita, ada yang mengatakan jumlahnya adalah 14 wanita, di
antaranya adalah Hindun, istri Abu Sufyan.
Sementara
itu, kaum muslimin, mereka sudah mengetahui akan datangnya pasukan musyrikin.
Nabi ﷺ sempat bermimpi dan mimpi para Nabi adalah
wahyu. Dan beliau ﷺ mengajak para
sahabatnya bermusyawarah, apakah mereka tetap tinggal di kota Madinah, karena
kota Madinah adalah kota yang sangat kuat untuk berlindung, ataukah mereka
keluar untuk menyambut pasukan Quraisy di luar Madinah. Dan Nabi ﷺ lebih cenderung pada pendapat yang
pertama. Namun, sebagian orang-orang Anshor mengatakan “Kami tidak senang kalau
kami terbunuh di jalan-jalan kota Madinah. Kami dahulu di jaman jahiliyah tidak
mau berperang di dalam kota Madinah. Maka, di dalam Islām, kami lebih tidak
mau. Oleh karena itu, sambutlah pasukan tersebut di luar kota Madinah”. Nabi
pun beranjak dan memakai pakaian perangnya. Akhirnya, mereka saling menyalahkan
satu dengan yang lain, seraya berkata “Nabi menawarkan satu perkara, kemudian
kalian menawarkan perkara yang lain. Pergilah kamu wahai Hamzah kepada Nabi ﷺ dan katakan kepada beliau, perkara kami
mengikuti perkaramu”. Datanglah Hamzah kepada Nabi ﷺ
dan menceritakan apa yang terjadi. Maka, Nabi ﷺ
berkata “Sesungguhnya tidak pantas bagi seorang Nabi, apabila sudah memakai
baju perang kemudian melepaskannya sehingga dia selesai berperang”.
Di
antara pelajaran yang bisa kita ambil dari musyawarah Nabi ﷺ dengan para shahabatnya sebelum perang Uhud:
- Seorang
pemimpin hendaknya dia meminta pendapat kepada orang-orang yang dia
pimpin.
- Apabila
seorang pemimpin sudah mengambil keputusan, maka hendaklah dia bertawakal
kepada Allāh dan tidak ragu-ragu, supaya tertanam dalam diri orang-orang
yang dia pimpin rasa percaya diri,
Allāh
Subhānahu wa Ta’āla berfirman:
وَشَاوِرْهُمْ فِي الْأَمْرِ ۖ فَإِذَا عَزَمْتَ
فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ ۚ..
“Bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan dan apabila dirimu sudah berazam
atau bertekad, maka bertawakallah kepada Allāh”
[QS. Ali ‘Imran: 159]
Berkibarlah
bendera perang, satu bendera hitam dan 3 liwa. Liwa yang pertama adalah Liwa
Muhajirin, dibawa oleh Mush ab bin Umair, yang nantinya akan diganti oleh Ali
bin Abi Thalib, setelah terbunuhnya Mush ab. Liwa yang kedua adalah Liwa Al
Aus, yang dibawa oleh Usaib bin Khudhair, dan Liwa yang ketiga adalah Liwa
Al-Khodroj, yang dibawa oleh Al Hubab bin al Mundzir.
Terkumpullah
seribu orang, ada di antara mereka yang merupakan orang-orang munafik. Kaum
muslimin hanya memiliki 2 kuda dan 100 orang saja yang memakai baju perang.
Rasulullãh ﷺ sendiri memakai dua baju perang untuk
menunjukkan bahwa bertawakal kepada Allāh bukan berarti meninggalkan sebab.
Pasukan
kaum muslimin bergerak menuju Uhud melewati bagian barat dari Al Haroh
As-Syarkiyah. Dan ketika mendekati Uhud tepatnya di daerah As-Syaikhoini,
Abdullah bin Ubaid bin Salul, pemimpin orang-orang munafik menarik diri dari
pasukan kaum muslimin bersama 300 orang munafik dengan alasan bahwa tidak akan
terjadi perang.
Abdullāh
bin Amr bin Harom berusaha untuk membujuk mereka untuk kembali bergabung
bersama kaum muslimin, namun mereka tetap tidak mau. Banu Salimah dari suku
Khodroj dan Banu kharitsah dari suku Aus hampir terpengaruh dengan kejadian ini
dan pulang ke Madinah. Namun, Allāh Subhānahu wa Ta’āla menguatkan mereka.
Allāh
berfirman:
إِذْ هَمَّتْ طَائِفَتَانِ مِنْكُمْ أَنْ تَفْشَلَا
وَاللَّهُ وَلِيُّهُمَا ۗ
“Ketika dua golongan dari pihak kalian ingin mundur karena takut, padahal Allāh
adalah penolong mereka”
[QS. Ali ‘Imran: 122]
Allāh
menyebutkan tentang sebagian hikmah mundurnya orang-orang munafik sebelum
perang tersebut, yaitu untuk membersihkan barisan kaum muslimin sehingga tidak
ada di antara mereka, orang-orang yang kelak ketika perang justru membuat kekacauan
barisan kaum muslimin dan akan menurunkan semangat perang.
Allāh
Subhānahu wa Ta’āla berfirman:
Allāh
Subhānahu wa Ta’āla berfirman:
مَا كَانَ اللَّهُ لِيَذَرَ الْمُؤْمِنِينَ عَلَىٰ مَا
أَنْتُمْ عَلَيْهِ حَتَّىٰ يَمِيزَ الْخَبِيثَ مِنَ الطَّيِّبِ ۗ
“Tidaklah Allāh meninggalkan orang-orang yang beriman seperti dalam keadaan
kalian sekarang ini, sehingga Allāh membedakan antara yang jelek dengan yang
baik”
[QS. Ali ‘Imran: 179]
Di
antara kejadian yang terjadi sebelum perang Uhud, ketika di daerah Asy Syaikhoini,
ada beberapa orang shahabat yang umurnya baru 14 tahun atau kurang, yang
menawarkan diri ingin berperang bersama Nabi dan para shahabat yang lain.
Namun, Nabi ﷺ menolak mereka semua
karena dianggap belum cukup memiliki kekuatan untuk berperang, kecuali dua
orang. Yang pertama Rafi’ bin Khodij, karena beliau pandai memanah, dan yang
kedua Samurah bin Junduq, karena diketahui bahwa beliau lebih kuat daripada
Rafi’.
Jumlah
para shahabat muda yang ditolak oleh Nabi ﷺ
saat itu mencapai 14 orang, di antaranya adalah Abdullah bin Umar dan ini
adalah jumlah yang tidak sedikit. Menunjukkan, bagaimana Nabi ﷺ dan para shahabat mendidik dan mentarbiah anak-anak mereka,
menawarkan diri untuk meninggal di jalan Allāh. Padahal mereka masih muda
belia, tanpa ada paksaan dari seorang pun. Semoga Allāh Subhānahu wa Ta’āla
memberikan Taufiq kepada orang tua untuk bisa mendidik anak-anak mereka dengan
didikan para salaf.
Bergeraklah
pasukan kaum muslimin ke Uhud dan masing-masing menempati posisi sesuai dengan
yang direncanakan. Nabi ﷺ mengatur pasukan
mereka, menjadikan gunung Uhud di belakang mereka, menempatkan 50 orang pemanah
yang dipimpin Abdullah bin Jubair di atas gunung ‘Ainaini, Gunung yang berada
tepat di depan gunung Uhud. Mereka ditempatkan di sana untuk melindungi kaum
muslimin, apabila ada pasukan berkuda orang-orang musyrikin yang mencoba
menyerang mereka dari belakang. Ini adalah peran yang sangat penting,
sampai-sampai Nabi ﷺ mengatakan kepada
pasukan pemanah
إِنْ رَأَيْتُمُونَا تَخْطَفُنَا الطَّيْرُ فَلَا
تَبْرَحُوا مَكَانَكُمْ هَذَا حَتَّى أُرْسِلَ إِلَيْكُمْ وَإِنْ رَأَيْتُمُونَا
هَزَمْنَا الْقَوْمَ وَأَوْطَأْنَاهُمْ فَلَا تَبْرَحُوا حَتَّى أُرْسِلَ
إِلَيْكُمْ
“Apabila
kalian melihat burung-burung mematuki kami, maka janganlah kalian meninggalkan
tempat kalian ini. Dan apabila kalian melihat kami mengalahkan mereka dan kami
menginjak-injak mereka, maka janganlah kalian meninggalkan tempat kalian ini”.
HR Al Bukhari
Di
dalam sebagian riwayat yang lemah, disebutkan bahwa sebelum perang antara dua
pasukan, Ali bin Abi Tholib perang tanding dengan Tholhah bin Utsman, pemegang
bendera orang-orang Musyrikin, dan Ali pun berhasil membunuhnya. Hamzah
ditantang oleh Siba’ bin Abdil Uzza, untuk perang tanding juga, dan Hamzah pun
berhasil membunuhnya.
Kemudian
terjadilah perang yang dahsyat antara kaum muslimin dan orang-orang musyrikin,
dan untuk memberikan semangat kepada kaum muslimin, Nabi ﷺ mengambil pedang kemudian mengatakan “Siapa yang mengambil
dariku pedang ini?”. Maka masing-masing mereka membuka tangannya dan mengatakan
“Saya”. Kemudian Nabi berkata “Siapa yang mengambilnya dengan hak nya?”. Maka,
merekapun terdiam. Kemudian berkata Abu Dujanah “Saya yang akan mengambilnya
dengan haknya”. Maka Abu Dujanah pun mengambilnya dan memecah pasukan musyrikin
dengan pedang tadi. (HR Muslim)
Hamzah
berperang saat itu dengan semangat dan kekuatan yang luar biasa, Wahsi, budak
Zubair bin Mut’im, telah dijanjikan oleh majikannya, apabila berhasil membunuh
Hamzah, dia akan dibebaskan. Zubair melakukan ini karena balas dendam kepada
Hamzah yang telah membunuh Tuaimah bin Adi di perang Badr. Wahsi pun
bersembunyi di belakang batu besar dan ketika Hamzah mendekat, Wahsi melempar
tombak kecilnya ke arah Hamzah dan membunuhnya.
Pada
fase pertama ini, juga terbunuh Mush’ab bin Umair, pemegang bendera kaum
muslimin, seorang dai. Beliau terbunuh dalam keadaan tidak meninggalkan sesuatu
apapun, kecuali sehelai kain yang digunakan untuk mengkafani beliau. Kain kafan
yang bila digunakan untuk menutupi kepalanya, terbuka kedua kakinya, dan kalau
digunakan menutup kedua kakinya, terbuka kepalanya. Setelah itu, Ali bin Abi
Tholib, beliaulah yang memegang bendera kaum muslimin.
0 Response to "HSI 10 Halaqah 51 – 75 "
Posting Komentar