HSI 10 - Halaqah 71-75
Group WA HSI Abdullah Roy
hsi.abdullahroy.com
Silsilah ‘Ilmiyyah 10.3 Sirah Nabawiyyah
Halaqah 71 ~ Perang Badr Kubro (Bagian
07)
Halaqah 72 ~ Dampak Perang Badr Kubro
Halaqah 73-75 ~ Perang Uhud Bagian 01-03
Ustadz Dr. Abdullah Roy, M.A.
Halaqah 71 ~ Perang
Badr Kubro (Bagian 07)
Nabi ﷺ
mengeluarkan 4/5 dari rampasan perang dan dibagikan secara merata kepada para
shahabat yang mengikuti perang Badr, baik mereka yang berperang melawan musuh
secara langsung ataupun yang menjaga Rasulullãh ﷺ
ataupun mereka yang mengumpulkan rampasan perang. Adapun yang 1/5, maka dibagi
menjadi 5 bagian:
1.
Untuk Allāh dan RasulNya. Maksudnya adalah untuk kepentingan dan
kemaslahatan bagi kaum muslimin secara umum.
2.
Untuk keluarga Rasulullãh ﷺ
/Ahlul bait
3.
Untuk anak-anak yatim
4.
Untuk orang-orang miskin
5.
Untuk Ibnu sabil atau orang-orang musafir yang kehabisan bekal.
Allāh Subhānahu wa Ta’āla mengatakan:
وَاعْلَمُوا أَنَّمَا
غَنِمْتُمْ مِنْ شَيْءٍ فَأَنَّ لِلَّهِ خُمُسَهُ وَلِلرَّسُولِ وَلِذِي
الْقُرْبَىٰ وَالْيَتَامَىٰ وَالْمَسَاكِينِ وَابْنِ السَّبِيلِ
“Dan ketahuilah oleh kalian bahwasanya apa yang kalian dapatkan dari rampasan
perang, maka 1/5 nya adalah untuk Allāh dan untuk Rasul, dan keluarga Nabi,
anak-anak yatim, orang-orang miskin, dan Ibnu Sabil“
[QS. Al-Anfal: 41]
Bahkan Nabi ﷺ
juga memberikan bagian kepada para shahabat yang mereka tidak mengikuti
peperangan karena tugas yang dibebankan kepada mereka di kota Madinah atau
karena terluka atau patah tulang ketika perjalanan menuju ke Badr atau karena
udzur-udzur yang lain.
Dan di antara mereka yang tidak mengikuti
peperangan dan mendapatkan tugas di kota Madinah adalah Utsman bin Affan yang
disuruh oleh Nabi ﷺ untuk menjaga
Ruqayyah, istri beliau yang sakit.
Dan pembagian rampasan perang ini terjadi di
Sofro, jalan menuju kota Madinah. Dan di perjalanan itu, Nabi ﷺ menyuruh kaum muslimin untuk membunuh 2 orang tawanan. Yang
pertama adalah Uqbah bin Abi Muayyith dan An Nadr bin Al Harits. Yang demikian
karena keduanya dahulu mengganggu dan menyakiti Nabi ﷺ.
Uqbah, dia adalah orang yang telah menaruh kotoran Unta yang baru melahirkan di
atas punggung Nabi ﷺ ketika beliau sedang
bersujud. Nabi ﷺ dan juga para
shahabatnya telah memperlakukan para tawanan tersebut dengan baik.
Zaid bin Haritsah telah terlebih dahulu menuju
ke kota Madinah dengan membawa kabar gembira. Kaum muslimin pun menyambut
berita tersebut dengan gegap gempita sambil khawatir apabila kabar tersebut
tidak benar.
Berkata Usamah bin Zaid “Demi Allah, aku tidak
percaya sampai kami melihat para tawanan. Sungguh perang Badr ini adalah Yaumul
Furqon, yaitu hari pembeda antara yang benar dan yang batil”.
Karena perang ini menunjukkan bahwa aqidah
lebih didahulukan daripada hubungan kekerabatan dan seluruh kepentingan.
Orang-orang Muhajirin mereka memerangi kerabat mereka sendiri dan orang-orang
Anshor, janji mereka untuk melindungi Nabi ﷺ
di kota Madinah, tidak menghalangi mereka untuk terus berperang bersama Nabi ﷺ dengan dasar aqidah.
Oleh karena itu, para shahabat yang mereka
mengikuti perang Badr Allāh Subhānahu wa Ta’āla memberikan keutamaan kepada
mereka.
Nabi ﷺ
berkata:
لَعَلَّ اللَّهَ
اطَّلَعَ إِلَى أَهْلِ بَدْرٍ فَقَالَ اعْمَلُوا مَا شِئْتُمْ فَقَدْ وَجَبَتْ
لَكُمْ الْجَنَّةُ أَوْ فَقَدْ غَفَرْتُ لَكُمْ
“Allāh telah melihat kepada Ahlu Badr dan
berkata kepada mereka, kerjakanlah apa yang kalian inginkan, sungguh telah
diwajibkan atas kalian surga atau sungguh Aku telah mengampuni dosa kalian“
Diriwayatkan oleh Al Imam Bukhori di dalam shahihnya.
Mereka menduduki kedudukan yang tinggi di
antara para shahabat dan bahkan secara duniawi, mereka diberikan gaji yang
paling besar dari negara, di zaman Umar Ibn Khotob radiallahu ta ‘ala anhu.
Halaqah 72 ~ Dampak
Perang Badr Kubro
Berita kekalahan orang-orang Quraisy dan
kemenangan kaum muslimin di perang Badr, memiliki pengaruh yang besar terhadap
Jazirah Arab baik di Mekkah, Al Madinah, maupun di tempat-tempat yang lain.
Kedudukan kaum muslimin di kota Madinah
semakin nampak. Orang-orang Yahudi menjadi ciut nyali mereka dan semakin
terlihat kedengkian dan permusuhan mereka terhadap kaum muslimin. Mereka
semakin marah mendengar hasil dari perang Badr yang sama sekali tidak mereka
sangka. Sehingga, mereka pun tidak bisa menutupi kemarahan mereka yang
meledak-ledak di dalam diri mereka seperti yang dilakukan oleh Bani Qoinuqo
yang akhirnya ini menjadi sebab diusirnya mereka dari kota Madinah.
Di antara dampak Perang Badr, banyaknya orang
yang masuk Islām, meskipun ada di antara mereka yang masuk Islām karena menjaga
kepentingan-kepentingan mereka, seperti orang-orang munafikin yang dipimpin
oleh Abdullah bin Ubay bin Salul.
Orang-orang Quraisy yang berada di Mekkah,
hampir-hampir mereka tidak percaya dengan apa yang telah terjadi. Terbunuh
tokoh-tokoh mereka dan jagoan-jagoan mereka. Mereka pun berniat untuk membalas
kekalahan tadi. Sempat mereka mengutus Umair bin Wahab Al Jumahi untuk membunuh
Nabi ﷺ secara sembunyi-sembunyi. Sofwan bin
Umayyah menjanjikan kepadanya, kalau dia terbunuh maka keluarganya akan
ditanggung.
Pergilah Umair ke kota Madinah. Namun, ketika
Umair sampai ke Masjid Rasulullãh ﷺ,
Umar bin Khotob menangkapnya dan membawanya kepada Rasulullãh ﷺ. Rasulullãh ﷺ kemudian bertanya
kepada Umair tentang tujuan dia datang ke kota Madinah, Umair pun berdusta dan
mengatakan bahwa dia datang untuk menebus tawanan. Maka, Nabi ﷺ mengabarkan kepada Umair tentang niat dia sebenarnya, yaitu
untuk membunuh Nabi ﷺ dan beliau juga
mengabarkan tentang perjanjian antara dia dengan Sofwan. Ketika mendengar
ucapan Nabi ﷺ ini, maka tahulah
Umair bahwasanya beliau ﷺ adalah Nabi yang
diwahyukan kepadanya. Kemudian, akhirnya dia masuk Islām dan meminta ijin
kepada Nabi ﷺ untuk mendakwahi
orang-orang Mekkah supaya masuk ke dalam agama Islām.
Dan di antara bentuk pembalasan orang-orang
Quraisy adalah membunuh Khubaid dan Zaid Ibnu ad-Datsilah, yang merupakan dua
orang tawanan pada peristiwa ar Roji’, yang insya Allah datang keterangannya.
Halaqah 73-75 ~ Perang
Uhud Bagian 01-03
Perang ini terjadi pada tahun ke-3 Hijriyah,
setahun lebih satu bulan setelah perang Badr Qubra, tepatnya pertengahan bulan
Syawal tahun ke-3 Hijriyah.
Sebab perang Uhud adalah:
1.
Karena Orang-orang Quraisy ingin membalas dendam atas kekalahan
mereka di perang Badr, di mana banyak tokoh-tokoh mereka yang terbunuh.
2.
Untuk menyelamatkan rute perdagangan mereka ke arah Syam yang
dikuasai kaum muslimin.
3.
Untuk mengembalikan kehormatan dan kemuliaan mereka yang sempat
terkoyak setelah perang Badr.
Dinamakan perang Uhud, karena perang ini
terjadi di sekitar gunung Uhud, sebuah gunung yang terletak 5,5 kilometer ke
arah Utara dari Masjid Nabawi. Tingginya kurang lebih 121 meter. Di sebelah
Selatannya ada gunung Ainain, yang dikenal setelah perang Uhud dengan nama
Jabal ar Rumah, yaitu Gunung para pemanah. Antara Jabal Uhud dengan Jabal ar
Rumah, ada lembah Qonaah.
Orang-orang Quraisy sudah mempersiapkan perang
ini, sepulang mereka dari perang Badr. Pasukan mereka mencapai kurang lebih
3000 orang, 200 pasukan berkuda, 700 orang di antaranya memakai pakaian perang
lengkap. Pasukan sayap kanan dipimpin oleh Kholid bin Walid dan pasukan sayap
kiri dipimpin oleh Ikrimah bin Abi Jahl.
Pasukan ini terdiri dari orang-orang musyrikin
Quraisy, orang-orang Kinanah dan Tuhamah, yang mereka masih loyal dengan
orang-orang Quraisy. Mereka juga membawa beberapa wanita, ada yang mengatakan
jumlahnya adalah 14 wanita, di antaranya adalah Hindun, istri Abu Sufyan.
Sementara itu, kaum muslimin, mereka sudah
mengetahui akan datangnya pasukan musyrikin. Nabi ﷺ
sempat bermimpi dan mimpi para Nabi adalah wahyu. Dan beliau ﷺ mengajak para sahabatnya bermusyawarah, apakah mereka tetap
tinggal di kota Madinah, karena kota Madinah adalah kota yang sangat kuat untuk
berlindung, ataukah mereka keluar untuk menyambut pasukan Quraisy di luar
Madinah. Dan Nabi ﷺ lebih cenderung pada
pendapat yang pertama. Namun, sebagian orang-orang Anshor mengatakan “Kami
tidak senang kalau kami terbunuh di jalan-jalan kota Madinah. Kami dahulu di
jaman jahiliyah tidak mau berperang di dalam kota Madinah. Maka, di dalam
Islām, kami lebih tidak mau. Oleh karena itu, sambutlah pasukan tersebut di
luar kota Madinah”. Nabi pun beranjak dan memakai pakaian perangnya. Akhirnya,
mereka saling menyalahkan satu dengan yang lain, seraya berkata “Nabi
menawarkan satu perkara, kemudian kalian menawarkan perkara yang lain. Pergilah
kamu wahai Hamzah kepada Nabi ﷺ dan katakan kepada
beliau, perkara kami mengikuti perkaramu”. Datanglah Hamzah kepada Nabi ﷺ dan menceritakan apa yang terjadi. Maka,
Nabi ﷺ berkata “Sesungguhnya tidak pantas bagi
seorang Nabi, apabila sudah memakai baju perang kemudian melepaskannya sehingga
dia selesai berperang”.
Di antara pelajaran yang bisa kita ambil dari
musyawarah Nabi ﷺ dengan para
shahabatnya sebelum perang Uhud:
1.
Seorang pemimpin hendaknya dia meminta pendapat kepada
orang-orang yang dia pimpin.
2.
Apabila seorang pemimpin sudah mengambil keputusan, maka
hendaklah dia bertawakal kepada Allāh dan tidak ragu-ragu, supaya tertanam
dalam diri orang-orang yang dia pimpin rasa percaya diri,
Allāh Subhānahu wa Ta’āla berfirman:
وَشَاوِرْهُمْ فِي
الْأَمْرِ ۖ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ ۚ..
“Bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan dan apabila dirimu sudah berazam
atau bertekad, maka bertawakallah kepada Allāh”
[QS. Ali ‘Imran: 159]
Berkibarlah bendera perang, satu bendera hitam
dan 3 liwa. Liwa yang pertama adalah Liwa Muhajirin, dibawa oleh Mush ab bin
Umair, yang nantinya akan diganti oleh Ali bin Abi Thalib, setelah terbunuhnya
Mush ab. Liwa yang kedua adalah Liwa Al Aus, yang dibawa oleh Usaib bin
Khudhair, dan Liwa yang ketiga adalah Liwa Al-Khodroj, yang dibawa oleh Al
Hubab bin al Mundzir.
Terkumpullah seribu orang, ada di antara
mereka yang merupakan orang-orang munafik. Kaum muslimin hanya memiliki 2 kuda
dan 100 orang saja yang memakai baju perang. Rasulullãh ﷺ sendiri memakai dua baju perang untuk menunjukkan bahwa
bertawakal kepada Allāh bukan berarti meninggalkan sebab.
Pasukan kaum muslimin bergerak menuju Uhud
melewati bagian barat dari Al Haroh As-Syarkiyah. Dan ketika mendekati Uhud
tepatnya di daerah As-Syaikhoini, Abdullah bin Ubaid bin Salul, pemimpin
orang-orang munafik menarik diri dari pasukan kaum muslimin bersama 300 orang
munafik dengan alasan bahwa tidak akan terjadi perang.
Abdullāh bin Amr bin Harom berusaha untuk
membujuk mereka untuk kembali bergabung bersama kaum muslimin, namun mereka
tetap tidak mau. Banu Salimah dari suku Khodroj dan Banu kharitsah dari suku
Aus hampir terpengaruh dengan kejadian ini dan pulang ke Madinah. Namun, Allāh
Subhānahu wa Ta’āla menguatkan mereka.
Allāh berfirman:
إِذْ هَمَّتْ
طَائِفَتَانِ مِنْكُمْ أَنْ تَفْشَلَا وَاللَّهُ وَلِيُّهُمَا ۗ
“Ketika dua golongan dari pihak kalian ingin mundur karena takut, padahal Allāh
adalah penolong mereka”
[QS. Ali ‘Imran: 122]
Allāh menyebutkan tentang sebagian hikmah
mundurnya orang-orang munafik sebelum perang tersebut, yaitu untuk membersihkan
barisan kaum muslimin sehingga tidak ada di antara mereka, orang-orang yang
kelak ketika perang justru membuat kekacauan barisan kaum muslimin dan akan
menurunkan semangat perang.
Allāh Subhānahu wa Ta’āla berfirman:
Allāh Subhānahu wa Ta’āla berfirman:
مَا كَانَ اللَّهُ
لِيَذَرَ الْمُؤْمِنِينَ عَلَىٰ مَا أَنْتُمْ عَلَيْهِ حَتَّىٰ يَمِيزَ الْخَبِيثَ
مِنَ الطَّيِّبِ ۗ
“Tidaklah Allāh meninggalkan orang-orang yang beriman seperti dalam keadaan
kalian sekarang ini, sehingga Allāh membedakan antara yang jelek dengan yang
baik”
[QS. Ali ‘Imran: 179]
Di antara kejadian yang terjadi sebelum perang
Uhud, ketika di daerah Asy Syaikhoini, ada beberapa orang shahabat yang umurnya
baru 14 tahun atau kurang, yang menawarkan diri ingin berperang bersama Nabi
dan para shahabat yang lain. Namun, Nabi ﷺ
menolak mereka semua karena dianggap belum cukup memiliki kekuatan untuk
berperang, kecuali dua orang. Yang pertama Rafi’ bin Khodij, karena beliau
pandai memanah, dan yang kedua Samurah bin Junduq, karena diketahui bahwa
beliau lebih kuat daripada Rafi’.
Jumlah para shahabat muda yang ditolak oleh
Nabi ﷺ saat itu mencapai 14 orang, di antaranya
adalah Abdullah bin Umar dan ini adalah jumlah yang tidak sedikit. Menunjukkan,
bagaimana Nabi ﷺ dan para shahabat
mendidik dan mentarbiah anak-anak mereka, menawarkan diri untuk meninggal di
jalan Allāh. Padahal mereka masih muda belia, tanpa ada paksaan dari seorang
pun. Semoga Allāh Subhānahu wa Ta’āla memberikan Taufiq kepada orang tua untuk
bisa mendidik anak-anak mereka dengan didikan para salaf.
Bergeraklah pasukan kaum muslimin ke Uhud dan
masing-masing menempati posisi sesuai dengan yang direncanakan. Nabi ﷺ mengatur pasukan mereka, menjadikan gunung
Uhud di belakang mereka, menempatkan 50 orang pemanah yang dipimpin Abdullah
bin Jubair di atas gunung ‘Ainaini, Gunung yang berada tepat di depan gunung
Uhud. Mereka ditempatkan di sana untuk melindungi kaum muslimin, apabila ada
pasukan berkuda orang-orang musyrikin yang mencoba menyerang mereka dari
belakang. Ini adalah peran yang sangat penting, sampai-sampai Nabi ﷺ mengatakan kepada pasukan pemanah
إِنْ رَأَيْتُمُونَا
تَخْطَفُنَا الطَّيْرُ فَلَا تَبْرَحُوا مَكَانَكُمْ هَذَا حَتَّى أُرْسِلَ
إِلَيْكُمْ وَإِنْ رَأَيْتُمُونَا هَزَمْنَا الْقَوْمَ وَأَوْطَأْنَاهُمْ فَلَا
تَبْرَحُوا حَتَّى أُرْسِلَ إِلَيْكُمْ
“Apabila kalian melihat burung-burung mematuki
kami, maka janganlah kalian meninggalkan tempat kalian ini. Dan apabila kalian
melihat kami mengalahkan mereka dan kami menginjak-injak mereka, maka janganlah
kalian meninggalkan tempat kalian ini”.
HR Al Bukhari
Di dalam sebagian riwayat yang lemah,
disebutkan bahwa sebelum perang antara dua pasukan, Ali bin Abi Tholib perang
tanding dengan Tholhah bin Utsman, pemegang bendera orang-orang Musyrikin, dan
Ali pun berhasil membunuhnya. Hamzah ditantang oleh Siba’ bin Abdil Uzza, untuk
perang tanding juga, dan Hamzah pun berhasil membunuhnya.
Kemudian terjadilah perang yang dahsyat antara
kaum muslimin dan orang-orang musyrikin, dan untuk memberikan semangat kepada
kaum muslimin, Nabi ﷺ mengambil pedang
kemudian mengatakan “Siapa yang mengambil dariku pedang ini?”. Maka
masing-masing mereka membuka tangannya dan mengatakan “Saya”. Kemudian Nabi
berkata “Siapa yang mengambilnya dengan hak nya?”. Maka, merekapun terdiam.
Kemudian berkata Abu Dujanah “Saya yang akan mengambilnya dengan haknya”. Maka
Abu Dujanah pun mengambilnya dan memecah pasukan musyrikin dengan pedang tadi.
(HR Muslim)
Hamzah berperang saat itu dengan semangat dan
kekuatan yang luar biasa, Wahsi, budak Zubair bin Mut’im, telah dijanjikan oleh
majikannya, apabila berhasil membunuh Hamzah, dia akan dibebaskan. Zubair
melakukan ini karena balas dendam kepada Hamzah yang telah membunuh Tuaimah bin
Adi di perang Badr. Wahsi pun bersembunyi di belakang batu besar dan ketika
Hamzah mendekat, Wahsi melempar tombak kecilnya ke arah Hamzah dan membunuhnya.
Pada fase pertama ini, juga terbunuh Mush’ab
bin Umair, pemegang bendera kaum muslimin, seorang dai. Beliau terbunuh dalam
keadaan tidak meninggalkan sesuatu apapun, kecuali sehelai kain yang digunakan
untuk mengkafani beliau. Kain kafan yang bila digunakan untuk menutupi
kepalanya, terbuka kedua kakinya, dan kalau digunakan menutup kedua kakinya,
terbuka kepalanya. Setelah itu, Ali bin Abi Tholib, beliaulah yang memegang
bendera kaum muslimin.
0 Response to "HSI 10 - Halaqah 71-75"
Posting Komentar