Halaqah 09 ~ Penjelasan Pokok Kedua Bagian 4
بسم اللّه الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه
ومن والاه
Halaqah yang kesembilan dari Silsilah ‘Ilmiyyah Penjelasan Kitāb
Al-Ushūlul As-Sittah (6 Kaidah), sebuah kitāb yang dikarang oleh Syaikh
Muhammad bin Abdul Wahāb bin Sulaimān At Tamimi rahimahullāh.
Kemudian beliau (rahimahullāh) mengatakan:
ثُمَّ صَارَ الْأَمْرُ إِلَى أَنَّ الافْتِرَاقَ فِي أُصُوْلِ
الدِّيْنِ وَفُرُوْعِهِ هُوَ الْعِلْمُ وَالْفِقْهُ فِي الدِّيْنِ
Kemudian setelah itu dizaman beliau dizaman sekarang jadilah
bahwasanya berpecah belah didalam agama, baik didalam ushūl agama (pokok-pokok)
agama maupun didalam cabang-cabangnya dinamakan dengan ilmu dan fiqih didalam
agama.
Dizaman sekarang kata beliau:
Sebagian mengatakan bahwasanya berpecah belah didalam agama
adalah termasuk pemahaman (fiqih)
Artinya orang yang mengatakan, “Boleh kita berpecah belah, kita
memiliki kebebasan untuk beraqidah, kebebasan untuk beribadah, kebebasan untuk
menganut kepercayaannya masing-masing”. Dianggap ucapan ini sebagai bentuk
pemahaman terhadap agama.
Orang yang paham terhadap agama, maka dia akan membebaskan manusia
untuk ber’aqidah untuk memiliki kepercayaan masing-masing.
Kemudian beliau (rahimahullāh) mengatakan:
وَصَارَ الْأَمْرُ بِالاجْتِمَاعِ فٍي دين لَا يَقُوْلُهُ إِلَّا
زِنْدِيْقٌ أَوْ مَجْنُوْنٌ
Kemudian perintah untuk berkumpul dan bersatu didalam agama, sebagian
mengatakan bahwasanya ini adalah tidak diucapkan kecuali oleh seorang yang
zindīq, seorang pendusta atau orang yang gila.
Jadi orang yang mengajak manusia untuk bersatu padu didalam hak
didalam kebenaran dianggap orang yang zindīq atau orang yang gila.
Tidak mungkin kita semua bersatu, tidak boleh kita mengajak
orang lain untuk mengikuti kebenaran.
Mereka berkata, “Biarkan masing-masing memiliki kepercayaan
masing-masing”, tidak boleh saling menganggu satu dengan yang lain.
Apabila ada sebagian yang mengajak untuk bersatu didalam
kebenaran, meninggalkan ‘aqidah yang bathil, meninggalkan kepercayaan yang
tidak benar, dianggapnya orang yang seperti ini adalah orang gila atau orang
zindīq.
Dan ini yang terjadi dizaman beliau demikian pula dizaman kita.
Orang yang beramar ma’ruf nahi munkar, mengajak orang lain untuk
memiliki aqidah yang benar, memiliki tauhīd yang benar, melarang mereka untuk
memiliki ‘aqidah yang salah, kepercayaan yang salah, dianggapnya ini adalah
orang yang majnun (orang gila) atau orang yang zindīq.
Adapun orang yang membiarkan kepercayaan-kepercayaan tersebut,
membiarkan ‘aqidah-aqidah tersebut tersebar diantara masyarakat maka ini
dianggap sebagai orang yang paham tentang agamanya.
Dan ini tentunya kebalikan dari apa yang sudah Allāh jelaskan
didalam Al Qur’ān dan dijelaskan oleh Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam
didalam hadīts-hadīts yang shahīh.
Ini adalah pokok yang kedua yang ingin dijelaskan oleh pengarang
didalam kitāb ini.
Kesimpulannya:
√ Perintah dari Allāh Subhānahu wa Ta’āla pada kita semua kaum
muslimin untuk saling bersatu didalam al haq, bersatu didalam kebenaran
√ Larangan bagi kita untuk saling berpecah belah didalam agama
kita.
Apabila terjadi perselisihan diantara kita, diantara kaum
muslimin baik dalam masalah aqidah, baik dalam masalah ibadah, baik masalah
haram dan halal maka Allāh dan Rasūl nya telah memberikan jalan keluar.
Didalam Al Qur’ān, Allāh Subhānahu wa Ta’āla berfirman:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ أَطِيعُواْ ٱللَّهَ
وَأَطِيعُواْ ٱلرَّسُولَ وَأُوْلِي ٱلۡأَمۡرِ مِنكُمۡۖ فَإِن تَنَٰزَعۡتُمۡ فِي
شَيۡءٖ فَرُدُّوهُ إِلَى ٱللَّهِ وَٱلرَّسُولِ إِن كُنتُمۡ تُؤۡمِنُونَ بِٱللَّهِ
وَٱلۡيَوۡمِ ٱلۡأٓخِرِۚ……
“Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allāh dan taatilah
Rasūl (Muhammad), dan Ulil Amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu. Kemudian,
jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allāh (Al
Qur’ān) dan Rasūl (sunnahnya), jika kamu beriman kepada Allāh dan hari
kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”
(QS. An-Nissā’: 59)
Wahai orang-orang yang beriman, hendaklah kalian taat kepada
Allāh, taat kepada rasūl dan juga pemerintah kalian (penguasa kalian), apabila kalian
saling berselisih didalam satu perkara, baik dalam masalah aqidah, masalah
ibadah, masalah yang lain, maka hendaklah kalian kembalikan kepada Allāh juga
kepada rasūl Nya.
√ Dikembalikan kepada Allāh.
√ Dikembalikan kepada Al Qur’ān.
Dilihat apakah sesuai tidak dengan Al Qur’ān pendapat kita.
√ Kembalikan kepada rasūl.
√ Kembalikan kepada hadīts nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam.
Apakah pendapat kita sesuai dengan hadīts Rasūlullāh shallallāhu
‘alayhi wa sallam atau tidak?
Kalau sesuai, maka kita amalkan dan kalau tidak sesuai maka
harus kita tinggalkan.
Dan ini kata Allāh:
إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِٱللَّهِ وَٱلْيَوْمِ ٱلْـَٔاخِرِ
ۚ
“Apabila kalian benar-benar beriman kepada Allāh dan beriman
kepada hari akhir hendaklah kalian mengembalikan perselisihan kita kepada Allāh
dan juga rasūl Nya.”
Apabila diantara dua orang saling berselisih dan satunya
mengatakan sunnah, satunya mengatakan tidak disunnahkan maka masing-masing
harus mengembalikan kepada Allāh dan rasūl Nya.
Kalau Allāh dan rasūl nya mengatakan sunnah maka semuanya harus
sami’nā wa atha’nā (mendengar dan taat) tidak boleh ada diantara kita yang
memiliki pilihan yang lain didalam perpecahan ini.
Apabila Allāh mengatakan A, dan rasūl nya mengatakan A, maka
semuanya harus mengatakan A tersebut.
Didalam hadīts Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam
mengatakan:
فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ فَسَيَرَى اخْتِلاَ فًا كَثِيْرًا،
فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ
“Sesungguhnya barangsiapa yang hidup diantara kalian setelahku
maka dia akan melihat perselisihan yang banyak, maka hendaklah kalian berpegang
teguh dengan sunnahku dan sunnah para khulafā’ur rāsyidīn.”
(Hadīts riwayat Abū Dāwūd dan At Tirmidzī)
Ketika melihat perpecahan yang banyak diantara umat
(perselisihan yang banyak) maka petunjuk beliau shallallāhu ‘alayhi wa sallam
supaya kita kembali kepada sunnah beliau dan sunnah para khulafā’ur rāsyidīn.
Ini adalah petunjuk Allāh dan rasūl Nya ketika terjadi
perselisihan.
Itulah yang bisa kita sampaikan pada kesempatan kali ini, semoga
apa yang kita sampaikan bermanfaat dan sampai bertemu kembali pada pertemuan
yang akan datang.
Wallāhu Ta’āla A’lam
والسلام
عليكم ورحمة اللّه وبركاته
0 Response to "Halaqah 09 ~ Penjelasan Pokok Kedua Bagian 4"
Posting Komentar