Halaqah 14 ~ Penjelasan Pembatal Keislaman Kelima
HSI Silsilah Pembahasan Kitab Nawaqidul Islam – Halaqah 14
| Penjelasan Pembatal Keislaman Ke Lima
بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله
وأصحابه ومن والاه
Halaqah
yang ke empat belas dari Silsilah Ilmiyyah Pembahasan Kitab Nawaqidul Islam
yang ditulis oleh Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab rahimahullah.
Syeikh
Muhammad bin Abdul Wahab berkata,
الخَامِسُ: مَنْ أَبْغَضَ شَيْئًا مِمَّا جَاءَ بِهِ الرَّسُولُ ﷺ
وَلَوْ عَمِلَ بِهِ، كَفَرَ إِجمَاعًا
وَالدَّلِيلُ قَوْلُهُ تَعَالَى:
ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ كَرِهُوا مَا أَنْزَلَ اللهُ
فَأَحْبَطَ أَعْمَالَهُمْ
Yang
ke lima:
“Barangsiapa yang membenci sesuatu diantara yang dibawa Rasulullah shallallāhu
‘alaihi wa sallam meskipun dia mengamalkannya, maka dia telah kufur dengan
ijma’. Dalilnya adalah firman Allah yang artinya ‘Yang demikian karena mereka
membenci apa yang diturunkan oleh Allah, maka Allah membatalkan amalan-amalan
mereka.'”
Ucapan
beliau شَيْئًا artinya ‘sesuatu’,
tidak harus membenci semuanya.
مِمَّا جَاءَ بِهِ الرَّسُولُ, diantara yang dibawa
oleh Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wa sallam, yaitu baik berupa Al Qur’an
maupun Al Hadits, dan apa yang ada di dalam keduanya berupa hukum-hukum maupun
kabar-kabar.
وَلَوْ عَمِلَ بِهِ,
meskipun dia mengamalkannya. Menunjukkan bahwa seseorang meskipun dia
mengamalkan, kalau dia membenci syari’at tersebut, maka akan menjadi sebab
keluarnya dia dari Islam.
Orang-orang
munafik di zaman Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wa sallam terkadang mereka
berjihad, sholat lima waktu berjamaah di masjid, berinfak, tetapi mereka
membenci semuanya itu di dalam hati mereka. Secara umum mereka membenci
syari’at Islam.
Allah mengatakan,
(وَمَا مَنَعَهُمۡ أَن تُقۡبَلَ مِنۡهُمۡ نَفَقَـٰتُهُمۡ إِلَّاۤ
أَنَّهُمۡ كَفَرُوا۟ بِٱللَّهِ وَبِرَسُولِهِۦ وَلَا یَأۡتُونَ ٱلصَّلَوٰةَ إِلَّا
وَهُمۡ كُسَالَىٰ وَلَا یُنفِقُونَ إِلَّا وَهُمۡ كَـٰرِهُونَ)
[Surat At-Tawbah 54]
“Dan
tidaklah mencegah dari menerima shodaqoh-shodaqoh mereka (orang-orang munafik)
kecuali karena mereka kufur kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan mereka tidak
melakukan sholat kecuali dalam keadaan malas dan mereka tidak
berinfak/bershodaqoh kecuali dalam keadaan benci dengan shodaqoh tersebut.
Seorang
muslim harus ridho Allah sebagai Rabb-nya dan rela Rasulullah shallallāhu
‘alaihi wa sallam sebagai Nabinya dan ridho Islam sebagai agamanya.
Seorang muslim mencintai seluruh apa yang datang dari Rasulullah shallallāhu
‘alaihi wa sallam dan tidak membencinya. Mengetahui bahwa petunjuk Beliau di
dalamnya ada kebaikan untuk dirinya di dunia dan di akhirat. Dia berusaha
memerangi segala bisikan syaithan yang menghalangi dia dari melakukan petunjuk
tersebut.
Dan
dalil yang menunjukkan kekufuran orang yang membenci apa yang dibawa oleh
Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wa sallam adalah firman Allah,
(وَٱلَّذِینَ كَفَرُوا۟ فَتَعۡسࣰا لَّهُمۡ وَأَضَلَّ
أَعۡمَـٰلَهُمۡ ذَ لِكَ بِأَنَّهُمۡ كَرِهُوا۟ مَاۤ أَنزَلَ ٱللَّهُ فَأَحۡبَطَ أَعۡمَـٰلَهُمۡ)
[Surat Muhammad 8 – 9]
“Dan
orang-orang kafir, maka kecelakaan bagi mereka dan Allah membatalkan amalan
mereka. Yang demikian, karena mereka membenci apa yang Allah turunkan. Maka
Allah pun menghapuskan seluruh amalan mereka.”
Ketika
Allah membicarakan tentang orang-orang kafir, Allah sebutkan diantara sebab
kekufuran mereka adalah membenci apa yang Allah turunkan.
Dan yang dimaksud dengan ‘apa yang diturunkan oleh Allah’ di sini adalah Al
Qur’an. Dan ini mencakup semua yang terkandung di dalamnya. Termasuk tentang
Tauhid, Kerasulan, Hari Kebangkitan, dan lainnya.
Kekafiran
mereka adalah penyebab batalnya amalan-amalan mereka. Yang dimaksud dengan
‘amalan yang batal’ di sini adalah amalan yang mereka harapkan manfaatnya di
dunia, mereka mengharapkan amalan kebaikan tersebut mendapat keridhoan dari
Allah dan keridhoan berhala-berhala mereka agar mereka mendapatkan kehidupan
yang baik, mendapatkan rezeki yang melimpah, keselamatan, kesehatan.
Dan yang dimaksud dengan ‘batalnya’ adalah tidak terwujud apa yang mereka
harapkan tersebut.
Diantara
hal yang harus dipahami:
1. Kemaksiatan yang dilakukan oleh seseorang, bukan berarti dia benci dengan
apa yang datang dari Allah dan Rasul-Nya. Terkadang seseorang melakukan sebuah
kemaksiatan, melakukan hal yang diharamkan Allah, akan tetapi di dalam hatinya
dia mencintai Allah dan Rasul-Nya. Dia sebenarnya membenci kemaksiatan
tersebut. Namun hawa nafsu dan bisikan syaithan menjadikan dia melakukan
kemaksiatan tersebut.
Allah berfirman,
(
لَاۤ أُقۡسِمُ بِیَوۡمِ ٱلۡقِیَـٰمَةِ وَلَاۤ أُقۡسِمُ
بِٱلنَّفۡسِ ٱللَّوَّامَةِ)
[Surat Al-Qiyamah 1 – 2]
“Aku
bersumpah dengan hari kiamat. Dan aku bersumpah demi jiwa yang selalu mencela
(dirinya sendiri).
Maksudnya
adalah jiwa yang ketika dia melakukan kemaksiatan, dia mencela dirinya sendiri.
Ketika kita sendiri merasakan di dalam jiwa kita kebencian dengan kemaksiatan
meskipun terkadang kita melakukannya.
Dalam
sebuah hadits dari Umar bin Khatab radhiyallāhu Ta’āla ‘anhu, ada seorang
laki-laki di zaman Nabi shallallāhu ‘alaihi wa sallam bernama Abdullah.
Gelarnya Himar (حِمَار). Dahulu sering
menghibur Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wa sallam dan Nabi dahulu mencambuk
beliau dengan sebab minum minuman keras.
Suatu
saat laki-laki tersebut didatangkan dan diperintahkan untuk dicambuk karena
minum minuman keras. Kemudian ada seseorang yang berkata, “Ya Allah, laknatlah
dia. Betapa sering dia dibawa ke sini.” Maka Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wa
sallam mengatakan, “Janganlah kalian melaknat laki-laki ini. Demi Allah, aku
tidak mengetahui kecuali dia adalah orang yang mencintai Allah dan Rasul-Nya.”
[HR Bukhari dan Muslim].
Ini
menunjukkan bahwa kemaksiatan tidak menunjukkan kebencian kepada Allah dan
Rasul-Nya.
2.
Kita harus membedakan antara الكُرهُ الإِعتِقَادِي,
kebencian yang merupakan keyakinan. Dia membenci syari’at Allah baik syari’at
tersebut berat atau tidak. Dan inilah yang merupakan kekufuran.
Dan الكُرهُ الطَّبِيعِي kebencian yang
merupakan tabiat manusia, seperti kebencian karena beratnya syari’at tersebut
bagi dirinya, disertai keyakinan bahwa syari’at Allah itulah yang benar. Di
dalamnya ada kebaikan dan harus diikuti, seperti berat bagi seseorang berperang
karena harus menahan sakit ketika terluka, berpisah dengan keluarga, dll.
Seperti beratnya seseorang ketika berwudhu di waktu yang dingin. Maka kebencian
seperti ini adalah tabiat manusia, bukan merupakan kekufuran.
Allah berfirman,
(كُتِبَ عَلَیۡكُمُ ٱلۡقِتَالُ وَهُوَ كُرۡهࣱ لَّكُمۡۖ
وَعَسَىٰۤ أَن تَكۡرَهُوا۟ شَیۡـࣰٔا وَهُوَ خَیۡرࣱ لَّكُمۡۖ وَعَسَىٰۤ أَن
تُحِبُّوا۟ شَیۡـࣰٔا وَهُوَ شَرࣱّ لَّكُمۡۚ وَٱللَّهُ یَعۡلَمُ وَأَنتُمۡ لَا
تَعۡلَمُونَ)
[Surat Al-Baqarah 216]
“Telah
diwajibkan atas kalian berperang, sedangkan itu adalah sesuatu yang kalian benci.
Dan mungkin kalian membenci sesuatu sedangkan itu lebih baik bagi kalian. Dan
terkadang kalian mencintai sesuatu tapi itu jelek bagi kalian. Dan Allah,
Dialah Yang Mengetahui dan kalian tidak mengetahui.”
Dan
Nabi shallallāhu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَلَا أَدُلُّكُمْ عَلَى مَا يَمْحُو اللَّهُ بِهِ الْخَطَايَا
وَيَرْفَعُ بِهِ الدَّرَجَاتِ قَالُوا بَلَى يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ إِسْبَاغُ
الْوُضُوءِ عَلَى الْمَكَارِهِ وَكَثْرَةُ الْخُطَا إِلَى الْمَسَاجِدِ
وَانْتِظَارُ الصَّلَاةِ بَعْدَ الصَّلَاةِ فَذَلِكُمْ الرِّبَاطُ
“Maukah
aku tunjukkan kepada kalian, apa yang dengannya Allah menghapus dosa kalian dan
mengangkat derajat kalian? Mereka berkata, Iya wahai Rasulullah. Beliau
berkata, ‘Menyempurnakan wudhu ketika dalam keadaan yang dibenci, memperbanyak
langkah ke masjid, menunggu sholat setelah melakukan sholat, maka itulah Ar
Ribath, menjaga yang sebenarnya.” [HR Muslim]
Itulah
yang bisa kita sampaikan pada halaqah kali ini. Semoga bermanfaat dan sampai
bertemu kembali pada halaqah selanjutnya.
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Abdullah
Roy
Di kota Pandeglang
0 Response to "Halaqah 14 ~ Penjelasan Pembatal Keislaman Kelima"
Posting Komentar