Halaqah 18 ~ Penjelasan Pembatal Keislaman Ketujuh (Bagian 2)
HSI Silsilah Pembahasan Kitab Nawaqidul Islam – Halaqah 18
| Penjelasan Pembatal Keislaman Ke Tujuh Bagian 2
بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله
وأصحابه ومن والاه
Halaqah
yang ke delapan belas dari Silsilah Ilmiyyah Pembahasan Kitab Nawaqidul Islam
yang ditulis oleh Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab rahimahullah.
Allah
berfirman,
وَمَا يُعَلِّمَانِ مِنْ أَحَدٍ حَتَّى يَقُولاَ إِنَّمَا نَحْنُ
فِتْنَةٌ فَلاَ تَكْفُرْ
“Dan
tidaklah keduanya (Harut dan Marut) mengajarkan kepada orang lain sihir, sampai
keduanya berkata sesungguhnya kami adalah ujian, maka janganlah engkau kufur.”
Ayat
ke-102 dari surat Al Baqarah ini menceritakan tentang orang-orang Yahudi dan
kebiasaan mereka melakukan sihir.
Allah
berfirman,
(وَٱتَّبَعُوا۟ مَا تَتۡلُوا۟ ٱلشَّیَـٰطِینُ عَلَىٰ مُلۡكِ
سُلَیۡمَـٰنَۖ)
[Surat Al-Baqarah 102]
“Dan
mereka (orang-orang Yahudi mengikuti apa yang dibaca oleh syaithan-syaithan
kepada tukang sihir-tukang sihir di zaman kerajaan Sulaiman.”
Maksudnya
orang-orang Yahudi meyakini bahwa Sulaiman bisa menundukkan jin dengan sihir
sebagaimana tukang sihir-tukang sihir. Padahal tidak demikian. Allah telah
menjadikan jin dan syaithan tunduk kepada Nabi Sulaiman ‘alaihissalam, sehingga
mereka pun menurut ketika diperintah oleh Nabi Sulaiman.
Allah berfirman,
(وَٱلشَّیَـٰطِینَ كُلَّ بَنَّاۤءࣲ وَغَوَّاصࣲ)
(وَءَاخَرِینَ مُقَرَّنِینَ فِی ٱلۡأَصۡفَادِ)
[Surat Sad 37 – 38]
“Dan
syaithan-syaithan, ada diantara mereka yang membangun, dan ada diantara mereka
yang menyelam, dan ada diantara mereka yang dibelenggu.”
Dan
Nabi Sulaiman ‘alaihissalam pernah berdo’a kepada Allah,
وَهَبۡ لِی مُلۡكࣰا لَّا یَنۢبَغِی لِأَحَدࣲ مِّنۢ بَعۡدِیۤ
[Surat Sad 35]
“Ya
Allah, berikanlah aku kekuasaan yang tidak Engkau berikan kepada seorang pun
setelahku.”
Adapun
tukang sihir-tukang sihir, maka mereka menundukkan jin dengan mantra-mantra
yang isinya adalah kekufuran kepada Allah. Apabila diucapkan oleh seorang
tukang sihir, maka syaithan akan ridho karena syaithan sangat senang dengan
kekufuran. Apabila dia ridho, maka dengan senang hati dia dan pasukannya
membantu apa yang diinginkan oleh tukang sihir, berupa santet dll.
Kemudian
Allah mengatakan,
وَمَا كَفَرَ سُلَیۡمَـٰنُ وَلَـٰكِنَّ ٱلشَّیَـٰطِینَ كَفَرُوا۟ یُعَلِّمُونَ
ٱلنَّاسَ ٱلسِّحۡرَ
[Surat Al-Baqarah 102]
“Dan
Sulaiman tidaklah kufur. Akan tetapi syaithan-syaithan itulah yang kufur.
Dimana mereka mengajarkan kepada manusia sihir.”
Syaithan-syaithan
itu adalah makhluk-makhluk yang kufur. Diantara sebabnya adalah mereka
mengajarkan manusia sihir. Bukan hanya mengamalkan sihir, bahkan mengajarkan
sihir tersebut kepada orang lain. Ini adalah termasuk kekufuran.
Allah berfirman,
وَمَاۤ أُنزِلَ عَلَى ٱلۡمَلَكَیۡنِ بِبَابِلَ هَـٰرُوتَ
وَمَـٰرُوتَۚ
[Surat Al-Baqarah 102]
“Dan
apa yang Allah turunkan kepada keduanya, yaitu malaikat Harut dan Marut (berupa
sihir).”
Allah
mengatakan setelahnya,
وَمَا يُعَلِّمَانِ مِنْ أَحَدٍ حَتَّى يَقُولاَ إِنَّمَا نَحْنُ
فِتْنَةٌ فَلاَ تَكْفُرْ
“Dan
tidaklah keduanya mengajarkan kepada orang lain sihir tersebut, kecuali setelah
berkata, kami hanyalah ujian, janganlah engkau kufur.”
Kemudian
Allah berfirman,
فَیَتَعَلَّمُونَ مِنۡهُمَا مَا یُفَرِّقُونَ بِهِۦ بَیۡنَ
ٱلۡمَرۡءِ وَزَوۡجِهِۦۚ
[Surat Al-Baqarah 102]
“Maka
mereka pun belajar dari keduanya (Harut dan Marut), apa yang bisa memisahkan
antara seseorang dengan istrinya.”
Kemudian
Allah berfirman,
وَمَا هُم بِضَاۤرِّینَ بِهِۦ مِنۡ أَحَدٍ إِلَّا بِإِذۡنِ
ٱللَّهِۚ
[Surat Al-Baqarah 102]
“Dan
mereka tidak bisa memudhoroti seorang pun dengan sihirnya kecuali dengan izin
Allah.
Dan
Allah berfirman,
وَیَتَعَلَّمُونَ مَا یَضُرُّهُمۡ وَلَا یَنفَعُهُمۡۚ
[Surat Al-Baqarah 102]
“Dan
mereka mempelajari apa yang memudhoroti mereka dan apa yang tidak memberikan
manfaat kepada mereka.”
Kemudian
selanjutnya Allah Subhānahu wa Ta’āla berfirman,
وَلَقَدۡ عَلِمُوا۟ لَمَنِ ٱشۡتَرَىٰهُ مَا لَهُۥ فِی
ٱلۡـَٔاخِرَةِ مِنۡ خَلَـٰقࣲۚ
[Surat Al-Baqarah 102]
“Padahal
mereka sudah tahu bahwa orang yang membeli sihir, maka di akhirat dia tidak
memiliki bagian.”
Menunjukkan
kepada kita bahwa orang yang melakukan sihir, nanti di akhirat tidak memiliki
bagian sedikitpun. Artinya dia tidak memiliki kenikmatan sedikitpun.
Kemudian juga menunjukkan bahwa orang yang melakukan sihir adalah kufur.
Allah berfirman,
وَلَبِئۡسَ مَا شَرَوۡا۟ بِهِۦۤ أَنفُسَهُمۡۚ لَوۡ كَانُوا۟
یَعۡلَمُون
[Surat Al-Baqarah 102]
“Dan
sungguh jelek apa yang mereka beli seandainya mereka mengetahui.”
Ayat
ini menunjukkan kepada kita bahwasanya sihir adalah sebuah kekufuran kepada
Allah yang bisa mengeluarkan seseorang dari Islam.
Oleh
karena itu seorang muslim menjauhi sihir dan menasihati orang lain yang masih
melakukan sihir. Dan hendaklah berusaha membersihkan masyarakat dari para
tukang sihir.
Hukuman
berat di dalam Islam bagi orang yang menjadi tukang sihir. Jundub, beliau
mengatakan,
حَدُّ السَّاحِرِ ضَرْبَةٌ بِالسَّيْفِ
“Hukuman
bagi tukang sihir adalah dipenggal kepalanya dengan pedang.” [Atsar riwayat
Tirmidzi]
Yang
demikian karena mereka telah melakukan kemurtadan dengan sebab sihir yang
merupakan syirik akbar kepada Allah.
Riwayat
membunuh tukang sihir dengan pedang telah datang dari beberapa sahabat,
diantaranya Umar bin Khatab radhiyallāhu Ta’āla ‘anhu.
Di zaman beliau, beliau memerintahkan untuk membunuh setiap tukang sihir, baik
laki-laki maupun wanita, dan ini disetujui oleh para sahabat yang lain
radhiyallāhu ‘anhum.
Demikian
pula telah shahih dari Hafshoh, putri Umar bin Khatab, bahwasanya pernah ada
salah seorang budak Hafshoh yang menyihir Hafshoh. Kemudian dia mengaku, maka
setelah itu tukang sihir tersebut dibunuh.
Telah
datang dari Jundub bin Ka’ab, salah seorang sahabat Rasulullah shallallāhu
‘alaihi wa sallam, suatu saat beliau berada di depan salah seorang khalifah
Bani Umayyah yang saat itu ada seorang laki-laki yang melakukan sihir takhyili
(sihir berupa hayalan) seakan-akan dilihat oleh manusia ia sedang membunuh
seseorang, kemudian dia bisa menghidupkan kembali orang tersebut. Ini dilakukan
di depan Jundub bin Ka’ab dan salah seorang khalifah di zaman Bani Umayyah.
Maka Jundub bin Ka’ab mendekati orang tersebut kemudian membunuhnya.
Menunjukkan
bahwa hukuman bagi tukang sihir adalah dibunuh, dan yang menegakkan hukuman
adalah hak pemerintah yang sah, bukan dilakukan secara individu.
Misalnya seseorang menemukan tetangganya, ada yang menjadi tukang sihir.
Akhirnya dia pun datang dan membunuhnya, maka ini tidak diperbolehkan.
Itulah
yang bisa kita sampaikan pada halaqah kali ini. Semoga bermanfaat dan sampai
bertemu kembali pada halaqah selanjutnya.
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Abdullah
Roy
Di kota Pandeglang
0 Response to "Halaqah 18 ~ Penjelasan Pembatal Keislaman Ketujuh (Bagian 2)"
Posting Komentar