Halaqah 74 ~ Landasan Ketiga Ma'rifatu Nabiyyikum Muhammad: Diperintahkannya Syariat-Syariat Islam Yang Lain Setelah Kuatnya Aqidah (Bagian 02)
بسم اللّه الرحمن
الرحيم
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه
ومن والاه
Halaqahyang ke-74 dari Silsilah ‘Ilmiyyah Penjelasan Kitāb Al Ushūlu AtsTsalātsah wa
Adillatuhā yang dikarang oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahāb At Tamimi
rahimahullāh
Disana
ada ucapan Ummul Mu’minin Aisyah radhiallahu ta’ala anha, ketika pertama kali
turun Al-Quran maka yang pertama kali turun adalah surat dari Al-Mufashal, di
dalamnya ada penyebutan surga dan juga neraka, ketika manusia sudah kuat
keislamannya barulah turun tentang masalah halal dan juga haram. Sebelumnya
mereka disebutkan tentang jannah, disebutkan tentang neraka, disebutkan tentang
hari akhir, dikuatkan akidah mereka tentang masalah hari akhir.
Seandainya
ketika awal turun, ayat ayat yang turun itu langsung misalnya, yaa ayyuhannas
la tasyrabul khamr, jangan kalian minum-minuman keras niscaya mereka akan
mengatakan karena imannya lemah, kami tidak akan meninggalkan minuman keras
selama-lamanya, seandainya awal turun Al-Quran kemudian dikatakan kepada mereka
jangan kalian berzina, niscaya mereka akan mengatakan kami tidak akan
meninggalkan zina selama-lamanya.
Ini
menunjukkan bagaimana pentingnya menanamkan akidah, keyakinan tentang surga,
keyakinan tentang neraka, keyakinan tentang hari akhir, barulah setelah itu ada
perintah, ada larangan dengan mudah manusia akan mentaati.
Beliau
kemudian menyebutkan tentang contoh-contoh ibadah yang disyariatkan setelah itu
مثل: الزَّكاةِ،
والصَّومِ، والحجِّ، والأذانِ، والجهادِ، والأمرِ بالمعروفِ، والنهيِ عن المنكرِ،
وغيرِ ذلك من شرائع الإسلام
Seperti
contohnya zakat ini disyariatkan setelah Nabi ﷺ
di kota Madinah, dan zakat ini perkara yang berat bagi jiwa karena seseorang
mengeluarkan hartanya dan dia mendapatkan harta bukan dengan cara yang mudah,
maka tidak mungkin keluar harta tersebut dari dia kecuali apabila didasarkan
oleh yakin dan juga keimanan, didasari oleh aqidah.
Datang
perintah untuk mengeluarkan zakat maka dengan mudah, karena dia beriman dengan
hari akhir, harta yang saya keluarkan tidak akan ke mana-mana itu adalah harta
saya yang sebenarnya. Kapan saya mendapatkannya, ketika nanti di hari akhir,
maka dengan mudah dia keluarkan, ketika sudah ada akidah yang kuat di dalam
hatinya.
والصَّومِ
Puasa
juga demikian, di dalamnya ada masyaqqah, meninggalkan makanan meninggalkan
minuman, bukan 3 jam, bukan 4 jam, 1 hari, padahal dia tetap bekerja, kalau di
dalam hatinya tidak ada keimanan, akidah yang kuat, maka tentunya sangat berat
bagi seseorang untuk melakukan puasa tadi. Tapi karena dia beriman saya
meninggalkan makanan dan minuman, dan ini adalah bagian dari kesabaran dan
Allah akan memberikan pahala yang besar bagi orang-orang yang bersabar.
Dan
keyakinan dia bahwasanya setiap apa yang disyariatkan oleh Allah pasti di situ
ada hikmah baginya, maka dengan lapang dada dengan senang hati dia berpuasa,
bukan sesuatu yang berat bagi dia karena didasari oleh keimanan tadi.
والحجِّ
Demikian
pula Haji, bukan amalan yang mudah, di situ ada pengorbanan harta, di situ ada
pengorbanan fisik, bisa pulang bisa tidak, bisa selamat bisa tidak. Kalau bukan
di dalam hatinya ada aqidah keimanan yang kuat, dia tidak akan keluar dari
rumahnya menuju tempat tersebut, menuju ke Makkah kemungkinan dia bisa kembali
kemungkinan dia tidak bisa kembali. Tapi ketika sudah ada akidah mudah sekali
mereka melaksanakan haji tersebut. Seandainya bisa kembali alhamdulillah kalau
tidak bisa kembali semua akan kembali kepada Allah. Dengan lapang dia pergi dan
penuh dengan kerinduan untuk bertemu dengan Allah, mengunjungi rumah Allah dan
seterusnya.
والأذانِ
Demikian
pula adzan disyariatkan setelah beliau ﷺ
berada di kota Madinah
والجهادِ
demikian
pula jihad di dalamnya juga ada masyaqqah
والأمرِ بالمعروفِ،
والنهيِ عن المنكرِ
Amar
ma’ruf nahi mungkar di dalamnya juga ada masyaqqah, ada rasa berat karena
beramar ma’ruf nahi mungkar bukan perkara yang ringan. Seorang melawan hawa
nafsunya dan melawan hawa nafsu manusia, dan resikonya kalau melawan hawa nafsu
manusia akan dimusuhi oleh manusia, disakiti oleh manusia, sehingga orang yang
berama ma’ruf nahi mungkar ada risikonya
يَٰبُنَيَّ وَأۡمُرۡ
بِٱلۡمَعۡرُوفِ وَٱنۡهَ عَنِ ٱلۡمُنكَرِ وَٱصۡبِرۡ عَلَىٰ مَآ أَصَابَكَۖ
Hendaklah
engkau beramar ma’ruf nahi mungkar dan hendaklah engkau bersabar atas apa yang
menimpamu
Karena
orang yang beramar ma’ruf nahi mungkar ada resikonya, dikata-katai oleh
manusia, dihina oleh manusia, tapi kalau sudah ada aqidah di dalam hatinya,
meyakini bahwasanya mereka mengucapkan atau melakukan sesuatu itu dengan
kehendak Allah, jadi seandainya mereka mengejek saya mengatakan engkau
demikian-demikian, dia tidak menggerakkan mulutnya kecuali dengan kehendak
Allah, Allah yang menghendaki.
Maka
bagaimana dia takut untuk beramar ma’ruf nahi mungkar, mereka tidak mungkin
memudhorati saya kecuali dengan takdir Allah ﷻ.
Dan seandainya saya bersabar Allah ﷻ akan memberikan
pahala bagi saya dihari akhirat, kemudian keyakinan dan perintah dari Allah
supaya kita tidak takut kepada manusia dan seterusnya, dia menghadirkan
aqidah-aqidah tadi, keyakinan-keyakinan tadi sehingga dia menjadi orang yang
mudah sekali dia beramar ma’ruf dan mudah sekali dia untuk melarang manusia
dari kemungkaran, tidak ada rasa tidak enak, takut pada manusia.
Ini
semua terjadi dan diturunkan syariatnya setelah kuatnya aqidah di dalam
dada-dada kaum muslimin.
الله تعالى أعلم
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته
0 Response to "Halaqah 74 ~ Landasan Ketiga Ma'rifatu Nabiyyikum Muhammad: Diperintahkannya Syariat-Syariat Islam Yang Lain Setelah Kuatnya Aqidah (Bagian 02)"
Posting Komentar