Halaqah 73 ~ Landasan Ketiga Ma'rifatu Nabiyyikum Muhammad: Diperintahkannya Syariat-Syariat Islam Yang Lain Setelah Kuatnya Aqidah (Bagian 01)
بسم اللّه الرحمن
الرحيم
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه
ومن والاه
Halaqah
yang ke-73 dari Silsilah ‘Ilmiyyah Penjelasan Kitāb Al Ushūlu AtsTsalātsah wa
Adillatuhā yang dikarang oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahāb At Tamimi
rahimahullāh
Mungkin
di sana ada yang bertanya bagaimana kita memahami sabda Nabi ﷺ
لا هِجْرَةَ بَعْدَ الفَتْحِ ، وَلَكِنْ جِهَادٌ وَنِيَّةٌ ،
وَإِذَا اسْتُنْفِرْتُمْ فانْفِرُوا
Tidak
ada hijrah setelah Fathu Makkah tapi yang ada adalah jihad dan juga niat untuk
berjihad kalau memang tidak ada jihad, dan kalau kalian disuruh untuk keluar
yaitu berperang فانْفِرُوا maka hendaklah kalian
berperang.
Ucapan
beliau ﷺ
لا هِجْرَةَ بَعْدَ
الفَتْحِ
Seakan-akan
maknanya setelah dibukanya Kota Makkah berarti tidak disyariatkan di sana
hijrah, maka ini adalah pemahaman yang tidak benar tapi maksud beliau ﷺ
لا هِجْرَةَ بَعْدَ
الفَتْحِ
ini
khusus apa yang terjadi di sana hijrah yang telah diawali oleh para sahabat dan
dilakukan oleh Nabi ﷺ, setelah dibukanya
Kota Makkah dan kota Makkah ini menjadi negeri Islam, kalau dia sudah menjadi
negeri Islam berarti orang-orang yang ada di Makkah tidak perlu dia hijrah ke
Kota Madinah.
Karena
hijrah
من بلد الشرك إلى بلد
الإسلام
kalau
Makkah sudah menjadi بلد الإسلام tidak perlu hijrah,
yang ada adalah jihad saja. Jadi orang yang ada di Makkah kalau dia mau
berperang diperintah oleh Nabi ﷺ atau Khulafaur
Rasyidin, penduduk Makkah pada perang ini mengirimkan 1000 orang misalnya,
penduduk Makkah mengirimkan 500 orang pasukan berkuda misalnya, jihad, atau
kalau misalnya tidak ada maka ada didalam hatinya niat untuk berjihad, karena
jihad ini tidak semua waktu tidak semua masa kemudian ada, ada waktu di mana
tidak disyaratkan di sana jihad sama sekali, kalau tidak ada maka minimal di
dalam hatinya ada niat, ini sebuah kewajiban kalau tidak ada niat maka mati di
atas kenifakan.
Sebagaimana
dalam hadits
مَنْ لَمْ يَغْزُ
وَلَمْ يُحَدِّثْ نَفْسَهُ بالغزو مَاتَ عَلَى شُعْبَةٍ مِن النِفَاقٍ
Barangsiapa
yang tidak berperang dan tidak meniatkan dirinya untuk berperang maka dia
meninggal di atas cabang kenifakan.
Jadi
seseorang kalau memang saat itu tidak disyariatkan kaum muslimin lemah, tidak
memiliki kemampuan, tapi yang namanya niat masing-masing ada dan bisa, harus
memiliki niat untuk berperang fii sabilillah, karena orang-orang munafik mereka
adalah orang-orang yang enggan untuk berperang fii sabilillah, jangankan
mengorbankan nyawanya, hartanya, untuk pergi shalat Isya shalat subuh saja
mereka berat.
Jadi
di sini لا هِجْرَةَ بَعْدَ الفَتْحِ
maksudnya adalah tidak ada hijrah setelah dibukanya kota Makkah, tidak ada
hijrah ke Kota Madinah karena negeri Makkah sudah menjadi negeri Islam, dan
bukan berarti hijrah ini tidak ada setelah dibukanya Kota Makkah.
Setelah
berbicara tentang masalah hijrah dan bagaimana kaitan hijrah ini dengan masalah
tauhid, sehingga beliau panjang lebar di dalam menyebutkan tentang hijrah, dan
ini menunjukkan tentang perhatian beliau tentang masalah tauhid, semuanya
dihubungkan kesana.
Ketika
membahas tentang Ma’rifatullah berbicara tentang, tauhid ketika membahas
tentang ma’rifatul dinil Islam juga berbicara tentang tauhid, di sini ketika
berbicara tentang ma’rifatul Nabi ﷺ
juga mengenalkan kepada kita hubungan antara Nabi dengan tauhid. Hubungan
dakwah beliau dengan dakwah tauhid, hubungan hijrah beliau dengan tauhid karena
memang tauhid ini adalah pondasi dari agama kita.
Dan
tidaklah kita diciptakan kecuali untuk mentauhidkan Allah, tidaklah Allah
mengutus para Rosul kecuali untuk mendakwahkan tauhid, tidaklah Allah
menurunkan kitab kecuali untuk mengajarkan kepada manusia tauhid. Makanya tidak
heran beliau menghubungkan itu semuanya dengan tauhidز
Kemudian
beliau mengatakan,
فلما استقر بالمدينة
أُمِرَ ببقيَّةِ شرائعِ الإسلامِ
Ketika
beliau sudah menetap di kota Madinah, menjadi negeri yang kedua bagi beliau.
Beliau diperintahkan di dalam kota Madinah dengan sisa-sisa dari syariat Islam
yang lain, karena sebelumnya tauhid jelas sudah di syariatkan dari awal dan ini
adalah inti dakwah beliau dan dakwah beliau dari awal sampai akhir adalah
intinya kepada tauhid.
Kemudian
di syariatkan tentang sholat, sudah disyariatkan ketika beliau di Makkah,
disyariatkan hijrah, maka di sana masih banyak syariat-syariat islam yang belum
disyariatkan sebelum beliau hijrah.
Ketika
sudah berhijrah dan menetap di kota Madinah barulah beliau diperintahkan untuk
melaksanakan syariat-syariat islam yang lain. Kapan ini terjadi, ketika aqidah
ini sudah kuat di dalam hati kaum muslimin, digembleng mereka untuk bertauhid
meyakini tentang tauhid rububiyah, tauhid uluhiyah, pentingnya taat kepada
Rosul.
Ketika itu sudah kuat barulah hikmah
dari Allah ﷻ setelah itu diturunkan syariat-syariat islam lainnya, dan
ini adalah termasuk fiqih di dalam dakwah, kita perkuat dulu keyakinan, aqidah,
barulah setelah itu perintah dan juga larangan yang kita sampaikan, setelah itu
akan dengan mudah perintah dilaksanakan oleh mereka dan dengan mudah larangan
itu ditinggalkan oleh mereka.
Kalau
tidak demikian, seperti yang diangan-angankan dan impian sebagian orang yang
dia berdakwah dengan cara katanya kita harus mencapai puncak kepemimpinan
terlebih dahulu.
Angan-angan
dia kalau kita sudah menjadi pemimpin memiliki jabatan memiliki wewenang maka
kita akan mengeluarkan peraturan semuanya harus berjilbab, memelihara jenggot
misalnya, semuanya harus sholat berjamaah dan seterusnya. Maka dengan mudah
kita akan membuat peraturan dan manusia akan mentaati peraturan tadi hanya kita
berwenang akhirnya jadilah negeri yang aman tentram semuanya taat, ini angan-angan
dan juga impian.
Ingin
melakukan sesuatu tapi bukan dengan cara para Nabi dan juga para Rosul. Dakwah
tapi prioritasnya adalah politik dengan angan-angan seperti yang mereka
sebutkan tadi. Berjuang sampai terkadang menghalalkan segala cara padahal dia
intishabnya kepada islam tapi untuk mendapatkan suara terbanyak mau tidak mau
mereka harus merangkul ahlu bid’ah, mau tidak mau mereka harus merangkul
kuffar, kerjasama dengan mereka bahkan sering mereka harus tanazzul
mengorbankan agama mereka sendiri, mau tidak mau harus mengucapkan selamat
ketika hari raya mereka, harus mengikuti acara-acara ritual mereka, kalau
ditanya alasannya adalah maslahat yang lebih besar.
Tapi
dengan mengorbankan agamanya sendiri, mengorbankan keimanannya sendiri. Setelah
mereka mengorbankan itu semuanya ternyata tidak seperti yang mereka harapkan
justru semakin ke sana manusia semakin tahu tentang kejelekan mereka, hati
manusia di tangan Allah dan ini sebagaimana dalam hadits
مَنْ اِلْتَمَسَ رِضَا
النَّاسِ بِسَخَطِ اللَّهِ سَخِطَ اللَّهُ عَلَيْهِ وَأَسْخَطَ عَلَيْهِ النَّاسَ
Barang
siapa yang mencari keridhoan manusia dengan membuat marah Allah maka Allah akan
marah kepada orang tersebut dan akan menjadikan manusia marah kepada dirinya.
Tidak
mudah mengubah manusia seperti kalau kita membalik telapak tangan, wajib untuk
berhijab apakah semuanya akan langsung berhijab dengan kesadaran mereka, tidak.
Jangankan kita, para Nabi Bani Israil, dan mereka adalah Nabi, dan Bani Israil
yang memimpin mereka bukan orang biasa, para Nabi, setiap kali meninggal
seorang Nabi akan digantikan oleh Nabi yang lain. Tapi lihat bagaimana Bani
Israil.
Jadi
Jangan menganggap bahwasanya kalau sudah dapat menjadi seorang pemimpin,
menjadi seorang wakil negara kemudian dia bisa mudah mengubah manusia.
Kalau
mereka belum siap secara aqidah tidak mungkin, antum kasih peraturan ini
peraturan itu kalau tidak ada aqidah masuk di dalam hati mereka sulit antum
bisa mengubah mereka, lama yang demikian dan sampai sekarang orang yang
bermanhaj seperti itu tidak mendapatkan apa-apa.
Tidak
ada tanah dan negeri yang bisa mereka dirikan dan tidak ada dakwah yang mereka
berikan kepada umat, berbeda dengan dakwah ahlussunnah, lihat bagaimana ketika
ahlusunnah mereka berdakwah dengan dakwahnya para Nabi dan juga para Rosul,
mendahulukan aqidah tauhid sebelum yang lain.
Perbaikan,
berkah, banyak orang yang mendapatkan hidayah, berbondong-bondong manusia mau
mempelajari agama islam. Dan kita Alhamdulillah, termasuk hasil kita dulu
mengenal hidayah, mengenal sunnah, mengenal tauhid, ba’dallah setelah
taufiq dari Allah, kemudian dengan usaha para asatidzah, para du’ad yang mereka
bukan seperti da’i-da’i yang mereka perhatiannya hanya masalah politik saja
tetapi mereka semangat untuk mengajarkan kita aqidah.
Bergerilya dari masjid ke masjid, dengan
media massa yang telah dimudahkan oleh Allah ﷻ menyampaikan
kepada manusia aqidah, itulah yang bermanfaat bagi kita, dan dengan demikian
Insya Allah apa yang kita lakukan ini berbarokah dan mendapatkan kebaikan yang
banyak dari Allah ﷻ
الله تعالى أعلم
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته
0 Response to "Halaqah 73 ~ Landasan Ketiga Ma'rifatu Nabiyyikum Muhammad: Diperintahkannya Syariat-Syariat Islam Yang Lain Setelah Kuatnya Aqidah (Bagian 01)"
Posting Komentar