Fadhlul Islam Halaqah 26 -50

 Fadhul Islam Halaqah 26-50 

Halaqah 26 | Bab 03 Tafsirul Islam – Penjelasan Umum Bab dan Pembahasan Dalil Pertama QS Ali Imran 20

 

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه ومن وله2alaqah yang ke-26 dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitāb Fadhlul Islām yang ditulis oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahāb rahimahullāh.
Beliau mengatakan

باب تفسير الإسلام

Bab tentang tafsir penjelasan hakikat Islām.

Setelah sebelumnya bab yang pertama beliau menjelaskan tentang keutamaan Islām, dibuat pembaca itu semangat untuk mengetahui apa itu Islām, dibuat pembaca semangat untuk mengamalkan Islam. Disebutkan dalil dari Al-Qur’an maupun dari As-Sunnah dan juga ucapan para Salaf, sehingga diharapkan setelah membaca bab tentang fadhlul Islām maka timbul di dalam dirinya semangat yang membara untuk mengilmui dan juga mengamalkan Islām.

Kemudian setelah itu beliau menyebutkan bab yang kedua tentang wajibnya Islām & bahwasanya keutamaan yang ada di dalam Islām, yang disebutkan pada bab yang pertama itu bukan istihbab antum mau Islām Alhamdulillah kalau tidak maka tidak masalah.

Beliau datangkan bab yang kedua mengingatkan bahwasanya keutamaan² tadi wajib harus kita dapatkan, keutamaan bukan hanya kepada sesuatu yang Sunnah bahkan sesuatu yang wajib sekalipun juga memiliki keutamaan yang sudah kita sebutkan contoh²nya, dengan adanya bab yang kedua semakin pembaca dibuat penasaran untuk mengetahui tentang apa itu Islām, mengapa sedemikian besarnya keutamaannya, bahkan dia adalah sesuatu yang wajib atas muslim dan juga muslimah.

Maka ini tentunya bagi orang yang memiliki khoir di dalam hatinya, benar² dia ingin mengikuti dan mengamalkan/mengetahui kebenaran maka akan timbul di dalam hatinya ingin tahu apa itu Islām, ingin mendapatkan keutamaan yang besar & ingin melakukan kewajiban karena ternyata dia diwajibkan atasnya dan selain dia, oleh sebab itu sangat tepat disini muallif mendatangkan bab yang ketiga – باب تفسير الإسلا – karena sebelumnya sudah menjadikan qori itu ingin tahu tentang apa itu Islām dengan menyebutkan keutamaannya dan juga tentang kewajiban Islām.

Yang seperti ini kalau bukan taufiq dari Allāh maka tentu tidak akan bisa didapatkan, oleh sebab itu penting sekali dari awal disebutkan orang yang ingin menulis sebuah kitab memohon pertolongan dari Allāh supaya diberkahi dan dimudahkan di dalam menulis kitab yaitu dengan memulai kitabnya dengan basmalah. Ini diantara berkahnya, ini diantara buah yang bisa kita ambil karena adanya taufiq dari Allāh dan juga pertolongan dari Allāh dimudahkan seseorang untuk bisa menyusun kitab dengan kerangka pikiran yang bisa dipahami oleh pembaca.

Baik

باب تفسير الإسلام

Yaitu bab tentang penjelasan tentang Islām itu sendiri, apa itu sebenarnya hakikat dari Islām, beliau mendatangkan satu ayat kemudian 4 hadits yang dengannya beliau berharap bisa menjelaskan kepada kita tentang apa sebenarnya makna Islām. Apakah Islām hanya sekedar amalan yang ada di dalam hati ataukah Islām hanya sekedar amalan dzhohir ataukah Islām yang dibawa oleh Nabi mencakup amalan yang dzhohir & bathin.

Disinilah beliau akan mendatangkan dalilnya & kita melihat bagaimana dan apa yang beliau bawakan diantara dalil-dalil tersebut.

وقول الله تعالى: فَإِنْ حَاجُّوكَ فَقُلْ أَسْلَمْتُ وَجْهِيَ لِلَّهِ وَمَنِ اتَّبَعَنِ [آل عمران:20]

_Maka apabila mereka menghujatmu tidak menerima dakwah mu_

فَقُلْ أَسْلَمْتُ

_maka katakanlah_

وَجْهِيَ لِلَّهِ وَمَنِ اتَّبَعَنِ

_aku telah menghadapkan wajahku kepada Allāh dan orang² yang mengikuti diriku_

Yaitu orang² yang mengikuti diriku juga menghadapkan wajahnya kepada Allāh .

Ini adalah ayat yang sebelumnya Allāh mengatakan

۞ شَهِدَ ٱللَّهُ أَنَّهُۥ لَاۤ إِلَـٰهَ إِلَّا هُوَ وَٱلۡمَلَـٰۤىِٕكَةُ وَأُو۟لُوا۟ ٱلۡعِلۡمِ قَاۤىِٕمَۢا بِٱلۡقِسۡطِۚ لَاۤ إِلَـٰهَ إِلَّا هُوَ ٱلۡعَزِیزُ ٱلۡحَكِیمُ
[Surat Ali ‘Imran 18]

_Allāh bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Dia & para Malaikat dan juga orang² yang berilmu tegak dengan keadilan tidak ada sesembahan selain Dia Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana_

Berbicara tentang masalah Tauhid yang sudah kita sampaikan penjelasan tentang ayat ini ketika membahas tentang Al-Ushul atsTsalasah.

۞ ان الدين عند الله الاسلام

_sesungguhnya agama disisi Allāh adalah Islām_

Yaitu agama yang diridhai disisi Allāh adalah Islām.

وَمَا اخْتَلَفَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ إِلَّا مِن بَعْدِ مَا جَاءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًا بَيْنَهُمْ ۗ

_dan tidaklah orang² yang diberikan Al Kitab (yaitu orang² Yahudi dan Nasrani) berselisih kecuali setelah datang kepada mereka Ilmu_

Saling mendholimi diantara mereka

وَمَن يَكْفُرْ بِآيَاتِ اللَّهِ فَإِنَّ اللَّهَ سَرِيعُ الْحِسَابِ

QS Ali Imran 19

_dan barangsiapa yang kufur dengan ayat² Allāh , maka sesungguhnya Allāh adalah Dzat yang sangat cepat hisab-Nya_

Kemudian Allāh mengatakan

۞ فَإِنْ حَاجُّوكَ فَقُلْ أَسْلَمْتُ وَجْهِيَ لِلَّهِ وَمَنِ اتَّبَعَنِ ۗ

_Maka seandainya mereka membantahmu/menghujatmu_
Artinya mereka tidak mau menerima Islām yang dibawa olehmu, membantahmu-membangkangmu, tidak mau menerima Islām yang dibawa oleh dirimu wahai Muhammad,

فَقُلْ

katakanlah kepada mereka,

أَسْلَمْتُ وَجْهِيَ لِلَّهِ وَمَنِ اتَّبَعَنِ

Aku telah menyerahkan wajah ku kepada Allāh .

Dan sesuatu yang paling mulia/ terhormat di dalam diri kita adalah wajah, kalau kita sudah serahkan wajah kita kepada Allāh dan dia adalah sesuatu yang paling terhormat yang kita miliki, tentunya anggota badan yang lain juga mengikuti, wajah, badan, tangannya juga menyerahkan diri kepada Allāh tidak menyentuh kecuali yang diperbolehkan oleh Allāh , lisannya juga menyerahkan diri kepada Allāh , tidak berbicara kecuali yang diridhai oleh Allāh , matanya juga menyerahkan diri kepada Allāh , tidak melihat kecuali yang diperbolehkan oleh Allāh , telinganya juga demikian, hatinya juga tidak melakukan kecuali yang diridhai oleh Allāh , dipenuhi hatinya oleh keikhlasan, mahabbah, rasa takut kepada Allāh .

Adapun riya dan juga sum’ah, hasad, dendam yang disitu ada mengikuti hawa nafsu, dan disitu ada jenis dari pembangkangan terhadap Allāh , karena orang yang dendam/hasad ini mengikuti hawa nafsunya, disingkirkan itu semuanya, di tundukan hatinya sebagaimana wajah nya diserahkan kepada Allāh maka hatinya juga diserahkan kepada Allāh .

Dan ini mencakup anggota badan kita maupun apa yang ada di dalam hati kita,

Berarti

أَسْلَمْتُ وَجْهِيَ لِلَّهِ وَمَنِ اتَّبَعَنِ

Penyebutan wajah disini bukan berarti pembatasan tapi dia adalah isyarat bahwasanya seluruh apa yang dia miliki baik yang dzhohir maupun bathin semuanya menyerahkan diri kepada Allāh .

Berarti Islām tafsirnya bukan hanya sesuatu yang dzhohir saja atau sesuatu yang bathin saja, tetapi Islām penyerahan diri secara total baik dzhohir nya maupun bathin nya.

Ini adalah Tafsirul Islām, bahwasanya Tafsirul Islām adalah penyerahan diri secara total baik dzhohir maupun bathin.

Inilah yang ada di dalam Fadhlul Islām bab yang pertama adanya penyerahan total dzhohir maupun bathin maka dia akan mendapatkan keutamaan yang besar yang disebutkan di dalam bab yang pertama. Dan ini yang dimaksud dengan Wujubul Islām , yang wajib untuk Islām bukan hanya dzhohir saja bukan hanya bathin saja tetapi kedua²nya.

Itulah yang bisa kita sampaikan pada halaqoh kali ini semoga bermanfaat dan sampai bertemu kembali pada halaqoh selanjutnya

والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

 

Halaqah 27 | Bab 03 Tafsirul Islam – Pembahasan Dalil Kedua Hadits Shohih Riwayat Umar Bin Khattab Radhiyallohu ‘Anhu

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه ومن وله

Halaqah yang ke-27 dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitāb Fadhlul Islām yang ditulis oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahāb rahimahullāh.
Hadits yang pertama – وفي الصحيح – di dalam Shahih, beliau mengatakan,

عن بْنِ عمر رضي الله عنهما
أن رسول الله ﷺ قال:

Bahwasanya Rasulullah bersabda,

الإسلام: أن تشهد أن لا إله إلا الله وأن محمداً رسول الله، وتقيم الصلاة، وتؤتي الزكاة، وتصوم رمضان، وتحج البيت إن استطعت إليه سبيلاً.

_Islām adalah engkau bersyahadat bahwasanya tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allāh & bahwasanya Muhammad adalah Rasulullāh, engkau mendirikan shalat, membayar Zakat, berpuasa di bulan Ramadhan dan berhaji ke baitullah apabila engkau mampu menuju ke sana_

Lafadz ini disini beliau mengatakan ‘an Ibnu Umar, padahal Haditsnya Ibnu Umar bukan demikian bunyi nya, bunyinya (bunial Islām alkhomsi).

Hadits nya Ibnu Umar yang meriwayatkan Bukhari dan Muslim, adapun hadits nya Umar yang meriwayatkan adalah Al Imam Muslim. Haditsnya Umar bin Khattab Radhiyallāhu Anhu diriwayatkan dari anaknya (Abdullah bin Umar) , ada kisahnya ketika Abdullah bin Umar didatangkan oleh dua orang, Yahya ibn ya’mar dan juga Khumaidi bin Abdurrahman Al Himyati ketika ketika terjadi fitnah Al Qodariyah di Ba’shroh yang dibawa dan diusung oleh Ma’bad Al Juhani, Maka keduanya niat jika bertemu dengan salah seorang dari sahabat Nabi mereka ingin bertanya, karena tentunya para sahabat mereka lebih tahu dan mereka yang bertemu dengan Nabi .

Dalam keadaan mereka berhaji/Umroh,

فَقُلْنَا

kami mengatakan

لَوْ لَقِينَا أَحَدًا مِنْ أَصْحَابِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَسَأَلْنَاهُ عَمَّا يَقُولُ هَؤُلَاءِ فِي الْقَدَرِ،

Kalau ada salah seorang Sahabat Rasulullāh yang bertemu dengan kita maka kita akan bertanya kepada beliau tentang apa yang diucapkan oleh Al Qodariyyah,

فَوُفِّقَ لَنَا عَبْدُاللَّهِ بْنُ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ

Maka kami bertemu dengan Abdullah Ibn Umar Ibn Khotob

دَاخِلًا الْمَسْجِدَ،

di dalam Masjidil Harom

فَاكْتَنَفْتُهُ أَنَا وَصَاحِبِي، أَحَدُنَا عَنْ يَمِينِهِ، وَالْآخَرُ عَنْ شِمَالِهِ،

Maka kamipun mengerumuni (Abdullah Ibnu Umar) satu orang disebelah kanan & satu orang disebelah kiri beliau (ini adalah termasuk adab)

فَظَنَنْتُ أَنَّ صَاحِبِي سَيَكِلُ الْكَلَامَ إِلَيَّ،

Maka aku menyangka bahwasanya temanku (Humaid Ibnu Abdurrahman) beliau akan menyerahkan pertanyaannya kepadaku sehingga beliau berbicara (mungkin melihat gerak-gerik dari Humaid Ibnu Abdurrahman) dari sana dia faham bahwasanya dia ingin menyerahkan yang mewakili pertanyaannya adalah Yahya bin Ya’mar, terkadang kita melihat dari wajahnya, gerak-gerik nya kita tahu maksud dari teman, kita harus memahami keadaan.

Maka aku berkata

فَقُلْتُ: يَا أَبَا عَبْدِ الرَّحْمَنِ، إِنَّهُ قَدْ ظَهَرَ قِبَلَنَا نَاسٌ يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ،

Wahai Abu Abdurrahman telah muncul dari arah kami (Ba’shroh) orang² yang mereka membaca Al-Quran (orang² Qodariyyah juga membaca Al-Quran)

وَيَتَقَفَّرُونَ الْعِلْمَ،

Seakan² mereka juga membawa Ilmu

وَذَكَرَ مِنْ شَأْنِهِمْ وَأَنَّهُمْ يَزْعُمُونَ أَنْ لَا قَدَرَ، وَأَنَّ الْأَمْرَ أُنُفٌ.

Kemudian diceritakan tentang mereka dan bahwasanya mereka menyangka bahwasanya tidak ada takdir dan bahwasanya seluruh perkara ini terjadi dengan begitu saja, tidak disertai atau tidak didahului dengan penulisan Takdir, kemudian disini Abdullah bin Umar (ringkas cerita nya) Beliau mengabarkan kepada mereka,

فَقَالَ: إِذَا لَقِيتَ أُولَئِكَ، فَأَخْبِرْهُمْ أَنِّي بَرِيءٌ مِنْهُمْ، وَأَنَّهُمْ بُرَآءُ مِنِّي،

_kalau kalian bertemu mereka, kabarkan bahwasanya aku yaitu Abdullah bin Umar berlepas diri dari mereka dan mereka pun berlepas diri dari aku_

Artinya apa yang mereka lakukan bukan aqidahnya Abdullah bin Umar, seorang Sahabat Rasulullāh yang langsung bertemu dengan Nabi ,

وَالَّذِي يَحْلِفُ بِهِ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عُمَرَ، لَوْ أَنَّ لِأَحَدِهِمْ مِثْلَ أُحُدٍ ذَهَبًا، فَأَنْفَقَهُ، مَا قَبِلَهُ اللَّهُ مِنْهُ حَتَّى يُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ.

Dan Demi Dzat yang Abdullah bin Umar bersumpah dengan-Nya kalau seandainya salah seorang diantara mereka memiliki emas sebesar gunung Uhud emas kemudian menginfakkan emas sebesar gunung Uhud tadi, maka Allāh tidak akan menerima darinya sampai dia beriman dengan Takdir,

ثُمَّ قَالَ: حَدَّثَنِي أَبِي عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ،

Kemudian beliau mengatakan – حَدَّثَنِي أَبِي عُمَرُ – telah menceritakan kepadaku bapak ku Umar bin Khattab,

قَالَ: بَيْنَمَا نَحْنُ عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ،

Baik disini Abdullah bin Umar meriwayatkan dari dari Umar bin Khattab, seandainya seperti di dalam hadits ini, – حَدَّثَنِي أَبِي عُمَرُ – kemudian beliau mengatakan

بَيْنَمَا نَحْنُ عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ،

Kalau ini dimasukkan ke dalam Musnad (Musnad Imam Ahmad misalnya) yang disusun berdasarkan Nama sahabat yang meriwayatkan hadits tersebut, kira² dia masuk ke Musnad nya siapa? Kita lihat siapa yang menceritakan disini, Umar bin Khattab. Yang melihat langsung kejadian Jibril datang dan seterusnya siapa, Umar bin Khattab. Berarti ini Hadits nya Umar bin Khattab, oleh sebab itu dalam Arbain An Nawawiyah

عن أمير المؤمنين أبي حفص

Jadi Lafadz disini yang disebutkan lafadz nya Umar bin Khattab, ini lafadz nya yang datang dari hadits Jibril, Hadits Jibril adalah hadits nya Umar bin Khattab, adapun haditsnya Abdullah bin Umar maka bunyi nya

بني الإسلام على خمس

Dan kalau haditsnya Umar maka diriwayatkan oleh Imam Muslim, Adapun hadits nya Abdullah Ibnu Umar diriwayatkan oleh Bukhori dan Muslim. Berarti fi Shahih benar, baik diriwayatkan oleh Bukhori Muslim atau Muslim saja maka ini tidak masalah.

Sekarang jika dia adalah hadits nya Ibnu Umar maka maka harusnya lafadz

بني الإسلام على خمس

Kita anggap ini adalah Hadits nya Umar bin Khattab

أن رسول الله ﷺ قال: الإسلام: أن تشهد أن لا إله إلا الله وأن محمداً رسول الله، وتقيم الصلاة، وتؤتي الزكاة، وتصوم رمضان، وتحج البيت إن استطعت إليه سبيلاً.

Hadits ini kalau kita sudah belajar Ushul atsTsalasah ini adalah berbicara tentang Islām yang paling khusus yaitu satu tingkatan diatas agama Islām, tingkatan yang paling bawah yaitu tingkatan Al Islām yang memiliki 5 rukun. Kenapa beliau mendatangkan hadits ini, ingin menjelaskan kepada kita bahwasanya Islām ini juga mencakup amalan² yang dzhohir, karena ini adalah bagian atau tingkatan diantara marotib yang ada di dalam Islām, jadi hakikat Islām bukan hanya perkara² yang bathin saja tetapi dia juga mencakup perkara² yang dzhohir, dia bukan hanya

الاستسلام لله بالتوحيد،

Bukan hanya sekedar meyakini Hari Akhir saja, bukan hanya meyakini kebenaran Nabi, bukan hanya meyakini sekedar rububiyah Allāh , tapi Islām juga di dalamnya ada amalan² yang dzhohir, inilah kurang lebih yang ingin beliau sampaikan kepada kita, bahwasanya Islām bukan hanya

الاستسلام لله بالتوحيد،

Tapi juga ada konsekuensi² yang lain.

Setelah dua kalimat syahadat ada

وتقيم الصلاة،

kerjakanlah Sholat, bukan hanya mengucapkan

لا إله إلا الله وأن محمداً رسول الله،

Tapi ada konsekuensi amalan dzhohir dan dia adalah amalan dzhohir termasuk yang paling besar,

وتؤتي الزكاة،

Dan harus dia membayar zakat, kalau memang dia termasuk wajib membayar zakat,

وتصوم رمضان،

Dan harus Berpuasa di bulan Ramadhan, kalau dia termasuk yang wajib berpuasa di bulan Ramadhan

وتحج البيت

Engkau Haji ke baitullah, apabila engkau mampu menuju ke sana.

Inilah Islām, Islām memiliki rukun² dan yang paling besar adalah syahadat dan bukan hanya itu saja tapi mendirikan shalat, membayar zakat, berpuasa di bulan Ramadhan, berhaji ke baitullah ini juga termasuk konsekuensi dari keIslāman seseorang.

Oleh karena itu Syaikh mengatakan

والانقياد له بالطاعة،

Dan harus tunduk Kepada Allāh dengan ketaatan, diantara ketaatan adalah mendirikan shalat, membayar zakat, berpuasa di bulan Ramadhan, Haji adalah bagian dalam ketaatan. Jangan ada yang menyangka bahwasanya Islām hanya sekedar dua kalimat syahadat saja, setelah itu dia tidak melakukan amalan apapun, disamping harus tunduk hati kita kepada Allāh dengan tauhid, kita juga harus menundukkan seluruh anggota badan kita untuk Allāh , badan dan harta kita harus ditundukkan kepada Allāh , keluarkan dari nya zakat, tundukan badan kita dengan berpuasa di bulan Ramadhan, tundukan badan kita dengan berhaji untuk Allāh , itulah hakikat dari Islām, bukan hanya sekedar dua kalimat syahadat, kemudian setelah itu sama sekali dia tidak melakukan syari’at dan bukan hanya sekedar keyakinan yang ada di dalam hati kemudian dia tidak mengamalkan apapun.

Berarti disini beliau ingin memberikan kepada kita pengertian Islām yang sebenarnya mencakup amalan yang dzhohir juga, tampakkan ketundukan kita kepada Allāh .

Kalau ayat,

أَسْلَمْتُ وَجْهِيَ لِلَّهِ وَمَنِ اتَّبَعَنِ ۗ

Islām nya wajah berarti mengharuskan Islāmnya seluruh anggota badan yang lain, baik yang kelihatan maupun yang ada di dalam hati kita, dzhohir dan bathin ini bagian dari Islām, ini adalah tafsir Islām.

Adapun dari hadits ini maka ini beliau ingin mengingatkan kepada kita bahwasanya Islām masuk di dalamnya adalah amalan² yang dzhohir.

Itulah yang bisa kita sampaikan pada halaqoh kali ini semoga bermanfaat dan sampai bertemu kembali pada halaqoh selanjutnya

والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

 

Halaqah 28 | Bab 03 Tafsirul Islam – Pembahasan Dalil Ketiga Hadits Dari Sahabat Abdullah Bin Amr

 

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه ومن وله

Halaqah yang ke-28 dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitāb Fadhlul Islām yang ditulis oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahāb rahimahullāh.
Beliau mengatakan

وفيه عن أبي هريرة

Kalau yang diucapkan beliau ada dua kemungkinan.

Kemungkinan yang pertama – وفيه – dhomir kepada hadits yang Shahih, di dalam hadits yang Shahih dari Abu Hurairah, atau maksudnya adalah di dalam hadits yang mutafaqun ‘alaih, & benar bahwasanya Hadits Abu Hurairah ini diriwayatkan oleh Bukhori dan Muslim,

وفيه عن أبي هريرة

Dan di dalamnya dari hadits Abu Hurairah, Allāhua’lam disini tidak ada disebutkan bahwasanya hadits ini diriwayatkan oleh Abu Hurairah, tapi Hadits Abdullah Ibnu Amr diriwayatkan oleh Bukhori dan Muslim tapi di dalam riwayat Bukhari ini lebih lengkap,

والمهاجر من هجَر ما نهى الله عنه

ini diriwayatkan oleh imam Bukhori, berarti lafadz nya disini

المسلم من سلم المسلمون من لسانه ويده والمهاجر من هجَر ما نهى الله عنه

Ini diriwayatkan oleh Bukhori dan Muslim dari Abdullah Ibnu Amr, lafadz dari Bukhari,

والمهاجر من هجَر ما نهى الله عنه

Ini adalah tambahan dari Shahih Bukhori.

Beliau mengatakan marfu’an, berarti diangkat sampai Nabi .

المسلم

Siapa seorang Muslim yang sebenarnya, dia adalah

من سلم المسلمون من لسانه ويده

Seorang yang orang Islām yang lain selamat dari lisan dan tangannya.
Dan ini adalah syahid di dalam hadits ini, beliau ingin menunjukkan kepada kita tentang orang Islām yang sebenarnya itu bagaimana, apakah dia hanya sekedar i’tiqod nya benar, bertauhid kepada Allāh kemudian secara dzhohir dia melakukan ibadah² yang dzhohir (shalat, puasa, Zakat haji) apakah terbatas hanya itu,tidak.

Ternyata seorang Muslim yang sebenarnya karena dia sudah tunduk semua nya, dzhohir dan bathin nya semua nya tunduk termasuk diantaranya adalah lisan dan tangannya, karena dia sudah tunduk pasrah kepada Allāh , dan Allāh menyuruh dia untuk menjaga lisan

وقولوا قولا سديدا يصلح لكم أعمالكم ويغفر لكم ذنوبكم

Karena dia sudah tunduk kepada Allāh sebelumnya kemudian Allāh mengatakan,

وقولوا قولا سديدا

Kalau ucapan mu lurus, engkau menjaga ucapan mu maka Allāh akan memperbaiki amalanmu, ini menunjukkan hubungan yang erat antara menjaga lisan dengan Istiqomahnya amalan seseorang, kadang seseorang mengetahui Istiqomahnya seseorang diluar sana dilihat dari ucapannya, karena

قولوا قولا سديدا

Ketika kita menjaga lisan kita maka Allāh akan memperbaiki amalan kita.

Tapi kalau seseorang tidak menjaga lisan nya maka ini alamat bahwasanya tidak ada keistiqomahan di dalam amalan nya, sangat erat hubungannya antara lisan dengan amalan anggota badan.

يصلح لكم أعمالكم

Kapan kita menjaga lisan kita, Maka dia tunduk, Ya Allāh Engkau telah memerintahkan aku untuk menjaga lisan maka aku tundukan lisan ini dan tidak akan berbicara dengan ucapan yang menyakiti persaudaraan, benar² tunduk baik dari sisi aqidahnya maupun di dalam ibadah² dzhohir nya maupun ucapan dia kepada saudara yang lain, dia mengucapkan sesuatu selalu ingat bahwa sudah Islam/sudah menyerahkan diri kepada Allāh maka aku tundukan lisan ini aku serahkan lisan ini kepada Allāh , tidak berbicara kecuali dalam apa yang di ridhoi oleh Allāh ,

ويده

Demikian pula tangannya.

Dia tundukan tangannya sehingga, orang Islām yg lain selamat dari apa yang dilakukan oleh tangannya , bagaimana tangan ini tidak bergerak kecuali dalam ke ridhoan Allāh , tidak digunakan memukul tanpa hak, ketika akan memukul orang lain atau anaknya dia sadar bahwa aku tunduk kepada Allāh /bahwa aku sudah Islam, maka tangan ini tidak boleh digerakkan kecuali dalam apa yang diridhai oleh Allāh . Ketika akan bergerak ditahan, kita semua sudah islam, lisan, tangan hati kita sudah Islām semua nya maka jangan melakukan sesuatu dengan yang bertentangan dengan pasrah nya kita kepada Allāh .

Berarti Islām yang dimaksud oleh beliau disini mencakup di dalam nya, Islām di dalam masalah akhlak, akhlak seorang Muslim adalah akhlak yang tercermin dari pasrah nya dia kepada Allāh , kalau dia sudah pasrah total kepada Allāh maka akhlak nya juga mengikuti apa yang diridhai Allāh .

Jangan dia bermuamalah dengan yang lain mengikuti hawa nafsunya, mencela, memukul dengan tangannya & sebagian Ulama menjelaskan bahwasanya

من لسانه

Bukan hanya sekedar ucapan yang diucapkan seseorang tapi juga selamat orang lain dari gerakan mulut nya yang mencerminkan kebencian atau celaan , terkadang seseorang tidak berbicara tetapi dia gerakkan mulut nya sehingga dari gerakan mulut nya diketahui bahwasanya dia menghinakan orang lain, digerakkan mulutnya dengan maksud ingin mencela/merendahkan orang lain.

Demikian pula masuk di dalam

ويده

Bukan hanya sekedar memukul atau menggerakkan senjata untuk membunuh tetapi masuk di dalamnya adalah tulisan, hasil karya tangan ini juga bisa menjadikan muslim lain celaka, dengan tulisan bisa menyakiti hati orang lain bisa menimbulkan fitnah diantara dua orang diantara satu suku dengan suku yang lain. Maka seorang Muslim adalah orang Islam yang lain selamat dari perilaku lisan dan maupun perilaku tangannya, semuanya dia tundukan, tidak ingin menjadikan tangan dan lisan nya ini menjadi orang Islām yang lain terluka, menjadi orang Islām yang lain tidak selamat dari kejelekan dia.

Maka disini kita memahami beliau ingin memberi isyarat kepada kita bahwasanya Islām yang sebenarnya mencakup semua nya, baik dari sisi aqidah kita pasrahkan dan kita yakini, kita pasrah kepada Allāh dengan tauhid kemudian secara ibadah kita pasrahkan dzhohir dan bathin kita hanya kepada Allāh dengan shalat, zakat dan seluruh ibadah yang lain, kemudian kita pasrah kepada Allāh juga kita dari sisi akhlak kita, kita tundukan hanya kepada Allāh bukan mengikuti hawa nafsu di dalam bermuamalah dengan manusia,

Inilah Islām yang sebenarnya yang disebutkan keutamaan di dalam bab pertama dan disebutkan wajibnya di dalam bab kedua, jangan dibayangkan Islām hanya perkara yang dzhohir saja masalah shalat, zakat, puasa saja atau Islām hanya di dalam masalah Tauhid saja tapi dia menyepelekan tentang masalah shalat, Islām bukan masalah akhlak saja yang penting akhlaknya baik kemudian dia meninggalkan shalat, puasa, yang penting habluminannas, tidak, Islām mencakup semua nya itu.

Kemudian beliau mengatakan,

والمهاجر من هجَر ما نهى الله عنه

Dan orang yang berhijrah yang sebenarnya adalah orang yang meninggalkan apa yang dilarang oleh Allāh .

Bukan hanya hijrah berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain tapi amalan nya tetap seperti itu , meninggalkan teman ke teman yang lain tetapi amalannya tetap seperti itu. Berhijrah yang sebenarnya adalah amalan, berhijrah dari amalan yang jelek menuju amalan yang baik, kenapa kita berhijrah dari negeri satu ke negeri yang lain maksud nya karena ingin berubah amalannya, kenapa kita berhijrah meninggalkan teman yang jelek menuju teman yang baik karena ingin berubah amalan, jadi intinya pada amalan. Jangan hanya sekedar hijrah secara dzhohir saja berbondong² berpindah dari satu negeri ke negeri yang lain tapi ternyata sampai ke negeri yang sana amalan tetap seperti itu, bukan itu yang dimaksud, berhijrah ke negeri yang lebih baik maksudnya adalah supaya berubah amalan nya dari yang jelek menuju yang baik.

Berhijrah dari teman yang jelek ke teman yang baik maksudnya bukan hanya sekedar berpindah teman saja tapi supaya semakin baik amalan kita ketika memiliki teman yang baik, tetapi ketika kita memiliki teman yang baik ternyata amalan kita sama saja maka ini belum paham apa yang dimaksud dengan hijrah.

Hijrah yang sebenarnya adalah kalau kita meninggalkan apa yang dilarang oleh Allāh , Hadits ini diriwayatkan oleh Al Imam Bukhori dan Muslim dari Abdullah bin Amr dan lafadz nya disini

والمهاجر من هجَر ما نهى الله عنه

Tambahan yang ada di dalam Shahih Bukhori.

Itulah yang bisa kita sampaikan pada halaqoh kali ini semoga bermanfaat dan sampai bertemu kembali pada halaqoh selanjutnya

والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

 

 

 

Halaqah 29 | Bab 03 Tafsirul Islam – Pembahasan Dalil Keempat Hadits Dari Bahz

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه ومن وله

Halaqah yang ke-29 dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitāb Fadhlul Islām yang ditulis oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahāb rahimahullāh.

Beliau mengatakan,

وعن بهز بن حكيم عن أبيه عن جده:

Dari Bahz bin Hakim dari Bapaknya, dari Kakeknya

أنه سأل رسول الله ﷺ عن الإسلام؟

Bahwasanya kakeknya ini (bapak nya) ini adalah Hakim bin Mu’awiyah, adapun kakeknya adalah Mu’awiyah Ibnu Haidah.

Disini beliau mengatakan riwayatkan oleh Al Imam Ahmad Hadits, isnad nya Hasan.

Kalau kita kembali kepada Musnad Al Imam Ahmad tidak menemukan tetapi di dalam Shahih Ibnu Hibban kita baru menemukan

أن تسلم قلبك لله، وأن تولي وجهك إلى الله، وأن تصلي الصلاة المكتوبة، وتؤدي الزكاة المفروضة

Kalau kita lihat lafadznya, lafadz seperti – أن تسلم قلبك لله، – tidak ada di dalam riwayat Ahmad, kalau memang beliau ingin mendatangkan riwayat Bahz Ibnu Hakim yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad berarti ini tadi

أسلَمْتُ وجهيَ للهِ وتخلَّيْتُ، وتُقِيمَ الصَّلاةَ، وتُؤتِيَ الزَّكاةَ،..

Ini kalau memang mau mendatangkan riwayat nya Al Imam Ahmad dari Bahz Ibnu Hakim

عن أبيه عن جده: أنه سأل رسول الله ﷺ أسلَمْتُ وجهيَ للهِ وتخلَّيْتُ، وتُقِيمَ الصَّلاةَ، وتُؤتِيَ الزَّكاةَ،

Kalau memang kita ingin mendatangkan riwayat dari Al Imam Ahmad, dan Isnadnya Hasan.

Tetapi jika kita ingin mendatangkan lafadz yang ada di dalam Ibnu Hibban maka sebagaimana yang dalam dinukil beliau disini,

أن تسلم قلبك لله،وأن تولي وجهك إلى الله،

Tayyib,

أنه سأل رسول الله ﷺ عن الإسلام

Bahwasanya beliau (Muawiyah Ibnu Haidah) ini bertanya kepada Rasulullāh tentang apa itu Islām, berarti disini tepat berkaitan dengan bab nya, karena bab nya tentang Tafsirul Al Islām, penjelasan tentang Islām. Ada seorang Sahabat yang bertanya kepada Nabi apa itu Islām, maka kita harus harus mengambil faedah dari jawaban Nabi ini dan dengannya kita mengetahui tentang tafsir Islām, hakikat dari Islām

فقال ،أن تسلم قلبك لله،

Islām adalah engkau (yang pertama) menyerahkan hatimu kepada Allāh ,

berarti ini berkaitan dengan apa yang ada di dalam hati kita, Islām hakikatnya penyerahan hati kepada Allāh

الاستسلام لله بالتوحيد،

Mencakup hati seseorang harus menyerahkan diri kepada Allāh ,

Kemudian yang kedua

وأن تولي وجهك إلى الله،

Dan hendaklah engkau memalingkan wajah mu kepada Allāh .
Sudah kita sebutkan penyerahan wajah kepada Allāh , kalau yang paling kita hormati yang paling kita mulia kan sudah kita serahkan kepada Allāh , berarti sisanya yang lain dan dia adalah pengikut, juga mengikuti menyerahkan diri kepada Allāh .

Kalau kita lihat konsekuensi² dari memalingkan wajahnya kepada Allāh berarti dia lebih umum, jika digabungkan seperti ini karena sudah disebutkan Islāmul Qolb sebelumnya berarti menyerahkan wajah kepada Allāh ini lebih dekat kepada perkara² yang dzhohir, karena bathin sudah diwakili dengan Islāmul Qolbi lillah.

Karena disini disebutkan Islāmul Qolbi terlebih dahulu maka memalingkan wajah kepada Allāh perkara² yang dzhohir, kalau wajahnya saja sudah diserahkan kepada Allāh maka yang dzhohir yang lain (tangan, kaki semuanya) juga menyerahkan diri kepada Allāh , berarti Islām sampai disini kita mengetahui mencakup Islāmnya dzhohir dan bathin kita, ini pengertian langsung dari Nabi . Beliau menyebutkan Islāmnya dzhohir dan bathin.

Kemudian setelah itu beliau menyebutkan perinciannya

وأن تصلي الصلاة المكتوبة،

Ini adalah bagian dari Islām, diantara bagian dari Islām engkau tundukan dirimu sehingga engkau melakukan shalat bahkan dia adalah termasuk rukun Islām, dia adalah tiang agama ini, syiar yang besar yang menunjukkan tunduknya kita adalah dengan melakukan shalat 5 waktu yaitu syiar yang besar yang menunjukkan tunduknya kita kepada Allāh .

Kemudian yang kedua

وتؤدي الزكاة المفروضة

Dan engkau menunaikan Zakat yang diwajibkan.

Ini juga termasuk diantara syiar yang dzhohir yang kelihatan yang menunjukkan tentang Islāmnya Kita, kalau kita memiliki harta yang sudah mencapai nisab dan sudah sampai haulnya maka diantara syiar yang kuat amalan yang dzhohir yang menunjukkan tentang penyerahan diri kita kepada AlIāh adalah ketika dia membayar zakat, disini disebutkan perincian dari

أن تسلم قلبك لله، وأن تولي وجهك إلى الله

Disebutkan disebutkan contohnya diantaranya adalah 2 syiar yang paling besar di dalam agama ini satu berkaitan dengan Ibadah badaniah dan satu yang berkaitan dengan maaliyah.

Berarti Islām bukan hanya sekedar penyerahan diri anggota badan juga harta yang kita miliki juga harus kita serahkan kepada Allāh .

Sampai disini Kita lihat bagaimana penulis rahimahullah mendatangkan makna Islām yang sebenarnya.

Dari sini kita memahami Tafsirul Islām, Islām bukan hanya amalan yang bathin, Islām bukan hanya amalan yang dzhohir tetapi mencakup dua²nya, bukan hanya anggota badan kita yang kita tundukan bahkan termasuk diantaranya harta yang kita miliki juga harus tunduk pada Allāh .

Allāh mengatakan

أخرج

Keluarkan zakat

Maka Kita harus mengeluarkan zakat kita.

Allāh mengatakan atau syariat menyuruh kita untuk tersenyum maka kita harus tersenyum, menyuruh kita untuk berijtihad dalam thulabul ilm maka kita berijtihad .

Itulah makna Islam yang sebenarnya tunduk semua nya kepada Allāh .

Itulah yang bisa kita sampaikan pada halaqoh kali ini semoga bermanfaat dan sampai bertemu kembali pada halaqoh selanjutnya

والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

 

Halaqah 30 | Bab 03 Tafsirul Islam – Pembahasan Dalil Kelima Hadits Dari Abu Qilabah

 

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه ومن وله

Halaqah yang ke-30 dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitāb Fadhlul Islām yang ditulis oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahāb rahimahullāh.

Beliau mengatakan

وعن أبي قلابة عن رجل من أهل الشام عن أبيه:

Dari Abu Kilabah dari seseorang ahlu Syam, beliau adalah Amr Abasa Ibnu Amr Ibnu Kholi, beliau adalah seorang Sahabat, berarti seorang Sahabat meriwayatkan dari ahli Syam & Ahli Syam ini meriwayatkan dari bapaknya. Kalau di dalam Nukshoh di dalam Musnad Abd Ibnu Khumaid

عن أبي قلابة عن عامر ابن عباس قال قال رجل يا رسول الله

Berarti disini Amr Ibnu Abasa langsung kepada rajulun yang dia bertanya kepada Rasulullāh (ada kemungkinan demikian)

عن عامر ابن عباس قال قال رجل يا رسول الله من الإسلام

Dan Ucapan beliau Qola belum tentu beliau melihat langsung laki² tadi bertanya, mungkin disana ada perantara antara Amr Ibnu Abasa dengan rojulun tadi, kalau yang ada di dalam Musnad Abd Ibnu Khumaid disini dari Amr Ibnu Abasa قال قال رجل. Baik hadits ini adalah hadits yang dhoif atau yang Shahih Kita lihat

عن أبي

Dari bapaknya

أنه سأل رسول الله ﷺ

Bahwasanya beliau bertanya kepada Rasulullāh ,

ما الإسلام؟

Apa yang dimaksud dengan Islām?

Dan ini sesuai dengan bab ini karena bab pengertian Islām, beliau membawakan seorang sahabat bertanya kepada Nabi tentang Islām, tentunya jawaban Nabi adalah jawaban yang paling baik yang menunjukkan tentang hakikat Islām itu sendiri, beliau mengatakan:

قال: أن تسلم قلبك لله،

engkau menyerahkan hatimu kepada Allāh .

Sama dengan lafadz yang sebelumnya, berarti bathin kita harus diserahkan kepada Allāh , harus Ikhlas/menjauhi Riya, menjauhi sum’ah, hasad, dendam, tidak ada perasaan yang tidak baik kepada saudaranya seislām. Itu yang pertama.

Yang kedua

ويسلم المسلمون من لسانك ويدك

Yang kedua ini juga sudah disebutkan di dalam hadits yang Shahih, jadi yang pertama ini sudah disebutkan pada hadits yang sebelumnya & Hadits yang sebelumnya Isnadnya Hasan.

Adapun

ويسلم المسلمون من لسانك ويدك

Maka ini ada yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim
Seandainya hadits ini dhoif, memudhorotkan tidak? Tidak, karena lafadz² yang ada di dalamnya maknanya sudah ada di dalam hadits yang lain yang Shahih atau hadits tersebut Hasan, jadi seandainya hadits yang dhoif, _la yadhuru_, seandainya dia Hadits yang Shahih atau Hasan maka ini jelas menguatkan.

قال: أي الإسلام أفضل؟

Penanya ini menanyakan Islām apa yang paling Afdhol?

قال: الإيمان

Islām yang paling Afdhol adalah beriman kepada Allāh .
Berarti Iman kepada Allāh adalah bagian dari Islām, bahkan dia adalah Islām yang paling afdhol.

Jadi tunduknya seseorang kepada Allāh & iman dia kepada Allāh ini bagian dari Islāmnya dia kepada Allāh .

الاستسلام لله بالتوحيد،

Menyerahkan diri kepada Allāh dengan Tauhid adalah bagian dari keimanan kepada Allāh .

Ketika kita berbicara tentang Imam kepada Allāh , ada 4 perkara yang harus ada pada Iman kepada Allāh , meyakini bahwasanya Allāh itu ada, kemudian meyakini tentang rububiyyah, Uluhiyyah Allāh , Nama & juga sifat Allāh , berarti Iman kepada Allāh berarti intinya kepada Tauhid.

Tauhid Rububiyah dan Uluhiyyah membawa kepada kita Tauhid Uluhiyyah. Inilah yang paling Afdhol, di dalam Islām yang paling Afdhol adalah beriman kepada Allāh berarti Islām mencakup di dalamnya selain akhlak yang harus ditundukkan, hati yang harus ditundukkan maka perlu Kita diketahui bahwasanya apa yang ada di dalam hati seseorang berupa akidah tentang Allāh maka itu bagian dari Islām yang paling Afdhol,

قال: وما الإيمان؟

Dia mengatakan lagi apa yang dimaksud dengan beriman kepada Allāh ,

قال: أن تؤمن بالله، وملائكته، وكتبه، ورسله، واليوم الآخر والبعث بعد الموت.

Yang dimaksud dengan beriman kepada Allāh adalah engkau beriman kepada Allāh & Malaikat²Nya, Kitab²Nya, Rasul²Nya dan juga hari Akhir dan engkau beriman dengan – البعث بعد الموت -beriman dengan Al Ba’ats setelah kematian.

Berarti beriman kepada Allāh kalau ditafsirkan seperti ini menunjukkan bahwasanya yang namanya Iman kepada Allāh konsekuensi nya Al Iman kepada Allāh itu mengharuskan iman kepada rukun Iman yang lain.

Jika kita sudah beriman kepada Allāh , percaya kepada Allāh , Allāh mengatakan bahwasanya Allāh memiliki Malaikat, Allāh memiliki Malaikat yang mengamalkan ini, Allāh memiliki Malaikat sifat ini, jika sudah beriman kepada Allāh , Allāh mengabarkan adanya Malaikat Kita harus beriman dengan Malaikat, Allāh mengabarkan bahwasanya Malaikat memiliki amalan demikian, sifat demikian maka kita harus meyakini bahwasanya Malaikat memiliki amalan/sifat demikian, berarti beriman kepada Malaikat adalah konsekuensi dari beriman kepada Allāh .

Beriman dengan kutub juga demikian. Kalau memang kita sudah beriman kepada Allāh , kemudian Allāh mengabarkan bahwasanya Allāh menurunkan kitab kepada Nabi Muhammad , berarti konsekuensi dari keimanan Kita kepada Allāh harus beriman dengan Kitab, kalau kita beriman kepada Allāh , maka ketika Allāh mengabarkan, Allāh mengutus Rasul dan menyuruh untuk beriman dengan Rasul tadi maka kita harus beriman dengan Rasul tadi, inilah konsekuensi Iman kita kepada AlIāh .

Beriman dengan hari akhir juga demikian, karena Allāh mengabarkan tentang terjadinya Hari Akhir, kemudian disebutkan

والبعث بعد الموت.

Dan ini adalah penyebutan yang khusus setelah yang umum, karena Al Yaumil Akhir lebih umum dari – والبعث بعد الموت.- disebutkan karena dia termasuk unsur yang paling penting di dalam beriman dengan Hari Akhir , sudah kita sebutkan bahwasanya,

البعث بعد الموت

Ini termasuk Al Qodr al mujzi fil iman bil Yaumil Akhir, termasuk kadar minimal dengan hari akhir adalah beriman dengan Al Ba’ats, kemudian beriman dengan Al Jazaa’, dan jaza disini mencakup surga dan neraka.

Orang yang mengingkari Al Ba’ats mengingkari kadar minimal di dalam beriman dengan Hari Akhir, jelas karena hari akhir terjadi setelah Ba’ats

زَعَمَ الَّذِينَ كَفَرُوا أَن لَّن يُبْعَثُوا ۚ قُلْ بَلَىٰ وَرَبِّي ..
QS At Taghobun 7

Menunjukkan bahwasanya orang yang mengingkari Al Ba’ats maka dia telah keluar dari agama Islām dan ini adalah sifatnya orang² Kafir mengingkari Al Ba’ats

Dimana disebutkan beriman dengan Al Qodar, disebutkan dalam hadits yang lain & hadits saling melengkapi satu dan yang lain, maka jangan ada yang mengatakan disini ada pertentangan/kontradiktif, jangan bermudah²an kita mengatakan demikian, pertama seorang muslim ketika mendapatkan demikian, amantu billah, aku beriman kepada Allāh , kalau memang ini Shahih maka aku beriman dengan apa yang datang dari Allāh semuanya

كل من عند ربي

Semuanya berasal dari Allāh .

Kemudian kita berusaha memahami, hadits itu saling melengkapi satu dengan yang lain, saling membenarkan satu dengan yang lain, mungkin disini disebutkan khusus, disana disebutkan umum nya, atau jika kita tidak tahu kita Kita yakin bahwasanya ulama mereka mempunyai penjelasan yang tentang masalah ini, oleh sebab itu sebagian Ulama karena kedalaman ilmu mereka & besar nya dan luas nya pengalaman mereka sampai berani untuk mengatakan dan menantang barangsiapa yang menemukan seperti ada ta’aruf diantara dalil² maka datanglah kesini maka aku akan menjama’nya & ini tidak diucapkan kecuali seorang ulama yang rosikh di dalam ilmu nya.

Syahidnya disini bahwasanya beriman kepada Allāh ini adalah bagian dari Islām, bahkan dia adalah afdholul Islām & disini Kita memahami sabda Nabi kepada seorang Sahabat ketika minta diwasiati oleh Nabi

 

فو الْإِسْلَامِ قَوْلًا لَا أَسْأَلُ عَنْهُ غَيْرَك؛

Kemudian Nabi mengatakan,

: قُلْ: آمَنْت بِاَللَّهِ ثُمَّ اسْتَقِمْ” . رَوَاهُ مُسْلِمٌ.

_katakanlah aku beriman kepada Allāh kemudian Istiqomahlah_,
Dimana disini Iman kepada Malaikat, Iman kepada Rasul, Iman kepada Kitab, Takdir, itu semua adalah konsekuensi dari beriman kepada Allāh .

Karena dia minta yang ringkas. Maka seorang Muslim memahami

قُلْ: آمَنْت بِاَللَّهِ

Kalau memang kita beriman kepada Allāh berarti harus beriman kepada Malaikat, Rasul, Kutub.

ثُمَّ اسْتَقِمْ

Dan hendaklah engkau Istiqomah.

Yaitu Istiqomah diatas Iman kepada Allāh , dan konsekuensi². Kalimat yang ringkas tapi bagi orang yang memahami maknanya, ini adalah perkara yang besar, berarti kita harus Istiqomah diatas agama ini seluruhnya, karena kalau mendalami kembali tentang Iman kepada Malaikat, Hari Akhir, Iman dengan Hari Akhir juga ada konsekuensi²nya, bertaubat, beramal shaleh, meninggalkan kemaksiatan ini adalah bagian dari beriman kepada Hari Akhir, beriman kepada Malaikat juga demikian, tahu kalau disana ada Malaikat yang menulis – mengawasi dan seterusnya.

Maka disini kalau memang Hadits adalah hadits yang tetap dari Nabi , menunjukkan bahwasanya Islām mencakup baik akhlak kita demikian pula aqidah kita, al-imanu billah juga bagian dari Islām demikian pula amalan² hati khauf, Roja, mahabbah dan seterusnya semuanya harus kita serahkan kepada Allāh dan ini adalah bagian dari Islām.

Secara ringkas kesimpulan dari bab ini Tafsirul Islām bahwasanya Islām ini mencakup penyerahan diri di dalam masalah aqidah dan juga masalah ibadah dan juga di dalam masalah akhlak, penyerahan diri di dalam masalah aqidah maka kita harus mengesakan -mentauhidkan Allāh , di dalam masalah Ibadah maka seseorang tunduk kepada syari’at Allāh tidak beribadah kecuali dengan syariat Allāh .

Demikian pula dalam akhlak Allāh kita menyerahkan diri kepada Allāh menundukan akhlak kita kepada Allāh sehingga menjadi akhlak yang mulia diridhai Allāh , kalau kita mengamalkan itu semuanya inilah muslim yang hakiki, muslim yang sebenarnya, muslim yang memiliki keutamaan yang besar, benar² dia mewujudkan makna Islām itu sendiri.

Itulah yang bisa kita sampaikan pada halaqoh kali ini semoga bermanfaat dan sampai bertemu kembali pada halaqoh selanjutnya

والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

 

 

 

 

Halaqah 31 | Bab 04 Firman Allah QS Aali Imran 85 – Penjelasan Umum Bab


السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه ومن وله

Halaqah yang ke-31 dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitāb Fadhlul Islām yang ditulis oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahāb rahimahullāh.

Setelah beliau (rahimahullah) membawakan bab keutamaan Islām kemudian membawakan tentang kewajiban mengikuti Islām yang dibawa oleh Nabi , kemudian beliau mendatangkan bab tentang Tafsirul Islām & bahwasanya Islām yang dibawa oleh Nabi mengharuskan seseorang untuk menyerahkan diri baik dari sisi akidah, ibadah maupun dari sisi akhlaknya.

Inilah Islām yang dibawa oleh Nabi , bukan hanya sekedar akidah saja tanpa akhlak tanpa ibadah, bukan hanya ibadah saja tanpa akidah tanpa akhlak, bukan hanya akhlak saja dan tidak memiliki perhatian tentang masalah akidah & ibadah. Islām adalah agama yang tsamid/menyeluruh, mengatur seluruh perkara.

Setelah beliau membawakan 3 bab tadi maka beliau membawakan bab yang selanjutnya yaitu

باب قول الله تعالى: وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الإِسْلامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ [آل عمران:85].

Bab tentang firman Allāh  _dan barangsiapa yang mencari selain agama Islām maka tidak diterima darinya_

Kalau kita perhatikan bab ini maka sangat erat hubungannya dengan bab yang pertama maupun kedua, yaitu tentang keutamaan Islām dan bahwasanya Islām inilah agama yang Maqbul disisi Allāh , dan dia menunjukkan tentang kewajiban masuk kedalam agama Islām, karena orang yang tidak memeluk agama Islām setelah datangnya Rasulullāh maka dia tidak akan diterima. Jelas bahwasanya ayat ini memiliki hubungan yang erat dengan bab yang pertama maupun bab yang kedua, mungkin ini adalah sebab kenapa beliau tidak menulis di sana judul bab secara khusus, seperti bab² sebelumnya karena isi dari bab ini seperti melanjutkan apa yang disebutkan oleh beliau pada bab yang kedua, yang berisi tentang kewajiban memeluk agama Islām & tidak diterimanya amalan seseorang yang masih menjadikan agama selain agama Islām sebagai agamanya.

Sehingga langsung beliau mengatakan

باب قول الله تعالى

Bab tentang firman Allāh , karena ini masih ada hubungan yang erat dengan bab yang kedua & AIlāhua’lam disini ingin menguatkan kembali, setelah berbicara tentang keutamaan kemudian berbicara tentang wajibnya , kemudian menafsirkan setelah itu ingin menguatkan kembali bahwasanya Islām dengan makna yang syamil seperti ini hukumnya adalah wajib, kalau tidak maka tidak akan diterima darinya amalan.

Maka beliau ingin menguatkan kembali dengan membawakan bab ini

باب قول الله تعالى

Bab tentang firman Allāh

وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الإِسْلامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ

Bab tentang firman Allāh
_dan barangsiapa yang mencari selain agama Islām_ maksud nya adalah selain agama Islām yang dibawa oleh Nabi Muhammad ,
_sebagai dienan_ sebagai agama selain agama Islām yang dibawa Nabi ini ada 2 macam

Yang pertama agama yang memang bertentangan dengan isi agama Islām, contohnya majusi, dinamisme & lainnya. Memang dia adalah isinya bertentangan dengan agama Islām menyembah selain Allāh atau dia menyembah berhala/pohon.

Kemudian yang kedua adalah agama para Nabi setelah diutus Nabi Muhammad , jadi selain agama Islām yang dibawa oleh Nabi

غَيْرَ الإِسْلامِ دِينًا

Jadi selain Islam yang dibawa Nabi ini ada 2 , agama yang memang bertentangan dengan isi agama Islām jelas orang yang memeluknya majusi, dinamisme atau agama² yang lain, orang² Jawa juga ada agama, agama kejawen itupun banyak aliran. Jelas itu adalah -.لا يُقْبَلَ مِنْهُ – orang yang memeluk agama tersebut maka tidak akan diterima darinya.

Demikian pula agama para Nabi selain Nabi Muhammad , setelah diutusnya nabi Muhammad maka agama tersebut barangsiapa yang memeluknya dia juga tidak akan diterima darinya meskipun itu asalnya agama seorang Nabi, agama Islām yang dibawa oleh Nabi Nuh-Musa-Sulaiman dan seterusnya, maka setelah kedatangan Nabi Muhammad barangsiapa yang memeluknya agama Islām maka masuk di dalam – غَيْرَ الإِسْلامِ دِينًا – berarti bukan Islām yang dibawa oleh Nabi .

Sama akhirnya

-.فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ

Tidak akan diterima darinya.

Ini menunjukkan tentang kebatilan agama² selain agama Islām yang dibawa oleh Nabi setelah datangnya beliau, kalimat setelah diutusnya Nabi Muhammad maka ini penting sekali, karena sebelum diutusnya Nabi Muhammad , maka umat yang dia beriman dengan Nabi yang diutusnya kepadanya benar.

Islām yang dia peluk yang dibawa oleh Nabi yang diutus kepadanya maka ini adalah benar dan diterima amalannya, ini sebelum diutusnya Nabi Muhammad . Misalnya di seluruh dunia ini banyak kaum dan masing² diutus kepadanya seorang Nabi

وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَّسُولًا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ ۖ

Sebelum diutusnya Rasulullah maka benar apa yang mereka peluk/ ikuti masing² mengikuti Nabi yang diutus kepada kaumnya, Bani Israel mengikuti Musa, Taurat & Nabi² yang lain maka mereka memiliki syariat , apabila kaumnya mengikuti dia mengikuti Islām yang dia bawa maka ini Shahih, itu sebelum diutusnya Nabi Muhammad .

Tapi setelah diutusnya Nabi kalau mereka masih ngotot-nekat dan terus memeluk agama tersebut sementara mereka yasma’-mendengar, mendengar kedatangan Rasulullah maka tidak akan diterima darinya.

Setelah diutusnya Nabi Muhammad ini poin yang penting jangan sampai kita salah faham kemudian mengatakan bahwasanya agama Islāmnya Nabi Nuh salah, agama Islām Musa ini salah dan seterusnya, salah kapan & tidak diterimanya kapan? Setelah diutusnya Nabi Muhammad .

Maka ayat ini menjelaskan kepada kita bahwa tentang kebatilan agama selain agama Islām yang dibawa oleh Nabi Muhammad & ini menunjukkan tentang wajibnya mengikuti Islām yang dibawa oleh Nabi Muhammad dan menunjukkan tentang keutamaan Islām itu sendiri.

Itulah yang bisa kita sampaikan pada halaqoh kali ini semoga bermanfaat dan sampai bertemu kembali pada halaqoh selanjutnya

والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

 

Halaqah 32 | Bab 04 Firman Allah QS Aali Imran 85 – Pembahasan Hadits Dari Sahabat Abu Hurairah Riwayat Imam Ahmad Bag 01

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه ومن وله

Halaqah yang ke-32 dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitāb Fadhlul Islām yang ditulis oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahāb rahimahullāh.

Beliau berkata,

 وعن أبي هريرة رضي الله عنه

Dan dari Abu Hurairah Radhiyallāhu ‘Anhu

 قال: قال رسول الله ﷺ

beliau berkata Rasulullāh bersabda,

تجيء الأعمال يوم القيامة

_Akan datang amalan² dihari Kiamat_

فتجيء الصلاة، فتقول:

Maka berkata ash Sholah, maka datanglah Sholat
(dan jangan ada yang mengatakan bagaimana shalat ko bisa datang padahal dia adalah sesuatu yang bukan jasad)

اللَّهَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ

Allāh bisa menjadikan perkara² yang maknawi diwujudkan oleh Allāh menjadi perkara² yang hisbi, sebagaimana Allāh menjadikan kematian itu dalam bentuk kambing yang disembelih di hari kiamat, sebagaimana amalan di alam kubur akan berupa amal Sholeh menjadi seseorang yang indah yang menemani seseorang di dalam kuburannya & amal jeleknya menjadi makhluk yang menyeramkan yang akan menemani di dalam kuburannya, seseorang yang beriman bahwasanya Allāh Maha Mampu untuk melakukan segala sesuatu maka tidak ada yang mustahil bagi Allāh , sebagaimana Allāh akan menimbang amalan, bagaimana amalan ko bisa ditimbang padahal itu adalah sesuatu yang maknawi.

فتجيء الصلاة

Diperinci disini karena sebelumnya disebutkan – الأعمال – secara umum, akan datang amalan² didatangkan oleh Allāh kemudian datanglah Sholat, dan ini menunjukkan tentang keutamaan shalat, disebutkan oleh Allāh dan dia datang Allāhua’lam sebelum yang lain disini, kemudian

فتقول: يا رب! أنا الصلاة،

Maka berkatalah ash shalat, Ya Rabbiy, aku adalah shalat

فيقول : إنك على خير،

Kemudian Allāh mengatakan sesungguhnya engkau (الصلاة) berada di atas kebaikan,

ثم تجيء الصدقة،

Kemudian datanglah ash Shodaqoh,

Allāhua’lam adapun ash sholah maka bisa disini yang dimaksud adalah shalat 5 waktu, kemudian disebutkan shodaqoh setelahnya & yang dimaksud ash Shodaqoh disini adalah AZ Zakat, dan Al pada الصلاة adalah Al yang fungsinya adalah al ahdiyah maksudnya adalah sholat yang kita kenal yaitu sholat 5 waktu

ثم تجيء الصدقة،

Ash Shodaqoh disini adalah az Zakat

فتقول: يا رب! أنا الصدقة،

Kemudian dia mengatakan _wahai Rabb ku aku adalah Shodaqoh._

Dan ini menunjukkan bahwasanya amalan yang dilakukan oleh manusia (sholat, shodaqoh dan yang lain) maka, Allāh yang mencipta menciptakan amalan tersebut.
Allāh mengatakan,

وَاللَّهُ خَلَقَكُمْ وَمَا تَعْمَلُونَ

Dan Allāh yang menciptakan kalian dan apa yang kalian kerjakan.

Apa yang kalian kerjakan ? Sholat – shodaqoh – puasa kalian itu yang menciptakan adalah Allāh

Maka dia mengatakan Ya Rabb (wahai Rabb ku) shalat mengatakan wahai Rabb ku. Shodaqoh juga mengatakan wahai Rabb ku karena Allāh yang menciptakan amalan² tersebut dan ini adalah Rabb dan juga bantahan orang² Qodariyyah yang mereka mengatakan bahwasanya merekalah yang menciptakan amalan mereka sendiri, disini Ash Sholat mengatakan Ya Rabb, berarti yang menciptakan dia bukan musholly nya, yang menciptakan shodaqoh bukan muzakky nya atau mutashaddiq nya, tapi yang menciptakan adalah Allāh , Allāh mengatakan kepada Sholat

إنك على خير

_Engkau berada di atas kebaikan_

Dan Allāh mengatakan kepada shodaqoh

إنك على خير

Karena dia termasuk amal Sholeh, maka jelas bahwasanya amal² Sholeh tersebut yang diciptakan oleh Allāh adalah diatas kebaikan.

Adapun Al Maashi, Ar Riba, syurbul khomr, zina, Al Qotl, maka ini adalah ‘ala syarht bikhilafi berbeda dengan amal Sholeh yang disebutkan di sini.

ثم يجيء الصيام،

Kemudian datanglah – الصيام – yaitu puasa Ramadhan, Allāhuta’ala a’lam. Al disini adalah ahdiyah yang dimaksud adalah Ramadhan

فيقول: يا رب! أنا الصيام

Kemudian dia mengatakan _wahai Rabb ku aku adalah puasa.

فيقول: إنك على خير،

Kemudian Allāh mengatakan _sesungguhnya engkau adalah diatas kebaikan_.

Karena dia termasuk amal Sholeh.

ثم تجيء الأعمال على ذلك،

Kemudian datanglah amalan² setelahnya seperti itu.

Maksudnya adalah masing² dari mereka akan mengatakan – يا ربي! أنا كان – menunjukkan bahwasanya seluruh amalan tadi Allāh yang telah menciptakan mereka, tidak ada diantara amalan² tadi diciptakan oleh manusia itu sendiri

وَاللَّهُ خَلَقَكُمْ وَمَا تَعْمَلُونَ

Dan di dalam sebuah hadits, Rasulullāh mengatakan,

إنَّ الله صَانِعُ كُلِّ صَانعٍ وصَنْعَتِه

_Allāh yang telah menciptakan segala sesuatu yang melakukan dan apa yang dia lakukan_

صَانِعُ yang melakukan kita ini, وصَنْعَتِه dan perbuatan dia.

ثم تجيء الأعمال على ذلك

Kemudian berdatanganlah amalan² seperti itu

فيقول: إنك على خير،

Kemudian Allāh mengatakan _sesungguhnya engkau berada di atas kebaikan_.

Itulah yang bisa kita sampaikan pada halaqoh kali ini semoga bermanfaat dan sampai bertemu kembali pada halaqoh selanjutnya

والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

 

Halaqah 33 | Bab 04 Firman Allah QS Aali Imran 85 – Pembahasan Hadits Dari Sahabat Abu Hurairah Riwayat Imam Ahmad Bag 02

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه ومن وله

Halaqah yang ke-33 dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitāb Fadhlul Islām yang ditulis oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahāb rahimahullāh.

Beliau berkata

وعن أبي هريرة قال: قال رسول الله ﷺ

Dan dari Abu Hurairah Radhiyallāhu ‘Anhu beliau berkata Rasulullāh bersabda,

ثم يجيء الإسلام،

Kemudian datanglah Al Islam.

Allāh mampu untuk menjadikan Islām yang maknawi yang berisi tentang amalan yang bathin amalan yang dzhohir, Islām di dalam masalah akidah, Islām di dalam masalah Ibadah, Islām di dalam masalah akhlak, datang kemudian dia juga mengatakan, يا ربي, wahai Rabb ku,

Menunjukkan bahwasanya apa yang ada di dalam hati kita berupa Islām, apa yang ada di dalam akhlak kita berupa Islām, di dalam ibadah kita berupa Islām, itu semua juga Allāh yang menciptakan-Nya, dia mengatakan يا ربي (wahai Rabb ku). Dan Islām sebagaimana kita tahu dia adalah minal Ibadah, sudah berlalu di dalam Ushul atsTsalasah bahwasanya Ibadah secara umum terbagi menjadi 3, Islām, Imān & Ikhsān,

Masing² dari Islām, maupun Imān maupun Ikhsān membawa nya, Islām dibawahnya ada amalan² yang dzhohir, Iman ada amalan² yang bathin, Ikhsan adalah puncak di dalam Islam dan juga Iman.

Itu adalah pembagian ibadah secara global, ada 3 hal tersebut & semuanya adalah ibadah yang diciptakan oleh Allāh .

Maka dia mengatakan

يا ربي! أنت السلام

Dia mengatakan sesuatu yang berbeda dengan yang lain, adapun yang lain mengatakan

رب! أنا

(kemudian dia menyebutkan dirinya).
Adapun Al Islām maka dia mengatakan

يا ربي! أنت السلام، وأنا الإسلام

Engkau wahai Rabb ku adalah as Salam, Engkaulah yang memberikan keselamatan, ada yang mengartikan Allāh itu adalah as Salam maksudnya adalah memberikan keselamatan kepada makhluk-Nya, & ada yang mengatakan as Salam disini adalah selamat dari berbagai kekurangan atau maksud nya adalah yang memberikan keselamatan kepada yang lain dan dua²nya benar, Allāh Dia-lah yang memiliki sifat² kesempurnaan tidak memiliki sifat kekurangan sedikit pun.

Dan Dia lah Allāh yang memberikan keselamatan kepada makhluk-Nya

يا ربي! أنت السلام

Wahai Rabb ku Engkau lah Rabb ku yang memberikan keselamatan.

Sebagaimana di dalam hadits jangan kalian mengatakan

لا تقولوا: السلام على الله، فإن الله هو السلام.

Jangan kalian mengatakan, karena sebelumnya para shahabat ketika membaca tahiyat mereka mengatakan

السلام على الله،

Maka Nabi mengatakan _jangan kalian mengatakan yang demikian_

فإن الله هو السلام

Karena sesungguhnya Dialah Allāh yang memberikan keselamatan. Karena orang yang mengatakan

السلام على الله،

Berarti mendoakan untuk Allāh , semoga Allāh selamat??

Ini jelas salah, karena

فإن الله هو السلام

Karena Allāh itu justru Dia-lah yang memberikan keselamatan kepada kita.

يا ربي! أنت السلام،

Engkau adalah yang memberikan keselamatan

وأنا الإسلام، .

Dan aku adalah Islām (Al Islām)

Yaitu Islām yang dibawa oleh Nabi Muhammad ,

فيقول: إنك على خير،

Kemudian Allāh mengatakan _sesungguhnya engkau berada di atas kebaikan_

Sebagaimana Al Islām tadi mengatakan

أنت السلام، وأنا الإسلام

Berbeda dengan ucapan amalan² sebelumnya as Syiam, as Shodaqoh. Maka Allāh pun ketika menjawab kepada Al Islām ini berbeda juga dengan jawaban Allāh terhadap amalan² yang lain

فيقول: إنك على خير،

Sesungguhnya engkau berada di atas kebaikan

بك اليوم آخذ وبك أُعطي،

Dengan mu wahai Islām hari ini aku mengambil, menerima sebuah amalan, dengan apa Allāh mengukur nya, bagaimana Allāh mengambilnya – بك – yaitu dengan Islām.

Orang yang beragama diatasmu yaitu beragama denganmu memeluk mu wahai Islām maka Aku akan mengambilnya/menerimanya, barangsiapa yang beragama dengan mu wahai Islām yaitu Islām yang dibawa Nabi Muhammad maka Aku akan mengambilnya/menerimanya, kalau tidak maka akan ditolak oleh Allāh , dan syahidnya disini

بك اليوم آخذ

Menunjukkan bahwasanya syarat amal kita diterima dan diambil oleh Allāh adalah keharusan kita untuk memeluk agama Islām yang dibawa oleh Nabi Muhammad , kalau tidak maka akan ditolak amalan seseorang.

وبك أُعطي

Dan denganmu wahai Islām Aku memberi,

Dengan sebab Islām inilah maka Allāh memberikan pahala, ganjaran kepada orang yang melakukannya, jadi diterima di ambil oleh Allāh dan diberikan ganjaran kepada orang tersebut dengan sebab dia memeluk agama Islām.

Dan ini menunjukkan tentang keutamaan agama Islām dan juga wajibnya memeluk agama Islām karena Islām adalah sebab Allāh mengambil menerima sebuah amalan dan sebab Allāh memberikan pahala kepada orang yang mengamalkan.

قال الله تعالى في كتابه:

Allāh berfirman di dalam kitab Nya

وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ غَيْرَ الإِسْلامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ

Dan barangsiapa yang mencari selain agama Islām sebuah agama maka tidak diterima darinya.

Disinilah kenapa beliau mendatangkan ayat ini karena kesesuaian tadi

بك اليوم آخذ وبك أُعطي

Dengan

فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ

Bika – بك – maksudnya adalah Islām tadi, dengan Islām hari ini aku mengambil dan denganmu wahai Islām Aku memberikan, maka ini semakna dengan firman Allāh

وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ غَيْرَ الإِسْلامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ

Dan barangsiapa yang mencari agama selain agama Islām maka tidak diterima darinya dan diakhirat dia termasuk orang² yang merugi. Karena tidak diterima oleh Allāh , tidak diambil oleh Allāh & tidak diberikan pahala, padahal dia sudah capek di dunia menghabiskan waktunya kesana kemari, beribadah pagi & sore tapi ternyata ibadah² tersebut tidak diterima oleh Allāh , karena Allāh dihari tersebut (dihari Kiamat) hanya menerima dengan Islām & hanya memberi dengan Islām.

Harits ini diriwayatkan oleh Al Imam Ahmad, Syaikh Al Albani mengatakan isnadnya dhoif
Berkata Abu Abdurrahman (Imam an Nasaii) Abbad Ibnu Rosid  tsiqotun. Tapi dari al-Hasan

 لم يسمع أبو هريرة

Disini الحسن mengatakan

 حدثنا أبو هريرة

Padahal Al Hasan belum pernah mendengar dari Abu Hurairah, berarti hadits ini inqitho (terputus) sanadnya, berkata syuaib al-arnauth isnadnya dhoif.

Dia adalah hadits yang dhoif tetapi makna tentang bahwasanya tidak diterima sebuah amalan kecuali dengan Islām maka ini adalah maknanya yang benar, sesuai dengan firman Allāh

وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الإِسْلامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ.

Itulah yang bisa kita sampaikan pada halaqoh kali ini semoga bermanfaat dan sampai bertemu kembali pada halaqoh selanjutnya

والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

 

Halaqah 34 | Bab 04 Firman Allah QS Aali Imran 85 – Pembahasan Hadits Dari Ummahatul Mukminin Aisyah Riwayat Imam Bukhari Muslim dan Ahmad

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه ومن وله

Halaqah yang ke-34 dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitāb Fadhlul Islām yang ditulis oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahāb rahimahullāh.

Beliau mendatangkan hadits yang Shahih

وفي الصحيح عن عائشة رضي الله عنها: أن رسول الله ﷺ قال: من عمل عملاً ليس عليه أمرنا فهو رد].

Hadits ini yaitu Hadits Aisyah diriwayatkan oleh Bukhori dan Muslim yang sudah berlalu dengan lafadz

من أحدث في أمرنا هذا ما ليس منه فهو رد

Adapun lafadz yang dibawakan oleh beliau maka ini diriwayatkan oleh Al Imam Muslim dan sudah diterangkan oleh Al Imam an Nawawi dan dia adalah hadits yang ke-5 di dalam Arbain An Nawawiyah dengan lafadz

من عمل عملاً ليس عليه أمرنا فهو رد

Adalah lafadz Al Imam Muslim, jadi wafii Shahih disini bisa berarti di dalam hadits yang Shahih atau maksudnya adalah hadits yang diriwayatkan oleh Al Bukhari dan juga Muslim.

عن عائشة رضي الله عنها:

Dari Aisyah Radhiyallāhu ‘Anha bahwasanya Rasulullāh bersabda:

من عمل عملاً ليس عليه أمرنا

_Barangsiapa yang mendatangkan/mengamalkan sebuah amalan tidak ada diatasnya perkara kami_
Dan perkara kami maksudnya adalah urusan agama kami, jadi -أمرنا- disini adalah أمرنادين. Maksudnya urusan agama kami yaitu Islām.

_Barangsiapa yang mendatangkan sebuah amalan tidak ada diatasnya agama kami/tidak dinaungi oleh Islām tidak diajarkan oleh agama Islām_

فهو

_maka amalan tersebut_ – هو- disini kembali ke amalan, maka amalan tersebut

رد

Dia adalah amalan yang tertolak.

Kenapa sebab dia tertolak? Karena dia tidak diajarkan di dalam agama Islām, atau tidak dilakukan oleh seseorang & dia dalam keadaan beragama Islām. Barangsiapa yang mengamalkan sebuah amalan sementara orangnya tidak berada di atas agama Islām, mungkin dengan makna inilah kenapa beliau mendatangkan hadits ini, ingin menyebutkan kepada kita tentang kebatilan selain agama Islām.

Barangsiapa yang mengamalkan sebuah amalan, shodaqoh misalnya atau memberi makan orang miskin, menyantuni anak Yatim,

ليس عليه أمرنا

Tetapi dia tidak berada di atasnya agama Islām, tidak dilindungi /naungi oleh agama Islām tapi di naungi oleh selain agama Islām, mungkin dia beramal shaleh tetapi dinaungi oleh agama Kristen, Yahudi, Majusi misalnya,

فهو رد

_Maka amalan tersebut tertolak_

Dan ini menguatkan tentang keutamaan Islām & juga menguatkan tentang wajibnya masuk kedalam agama Islām, karena dengan kita masuk kedalam agama Islām maka ini menjadi sebab diterimanya amalan seseorang, tetapi kalau seseorang masih diluar agama Islām kemudian dia mengamalkan sesuatu maka amalan tersebut adalah amalan yang mardud/ amalan yang tertolak tidak diterima oleh Allāh .

ورواه أحمد

Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad.

Para Ulama & juga Thulabul Ilm mereka memiliki kebiasaan, apabila sebuah hadits di riwayatkan oleh Al Imam Bukhori dan juga Muslim, maka mereka Mencukupkan diri dengan menyebutkan diriwayatkan oleh Bukhori dan Muslim meskipun itu ada di dalam Abu Dawud, An Nasaii, Ibnu Majah tapi mereka tidak menyebutkan yang demikian mereka mengatakan rowahu Bukhori wa Muslim saja. Atau ketika diriwayatkan oleh Bukhori saja misalnya meskipun itu diriwayatkan oleh Abu Dawud, ath Tirmidzi dan juga yang lain maka mereka mencukupkan diri dengan ucapan akhrojahu Bukhari, demikian pula ketika diriwayatkan oleh Imam Muslim.

Jadi ketika membaca sebuah kitab dia mengatakan – أخرجه البخاري – misalnya jangan kita menyangka bahwasanya yang meriwayatkan hanya Bukhari saja, mungkin diriwayatkan juga oleh Baihaqi, Ibnu Khuzaimah dan seterusnya. Tapi ketika dia diriwayatkan oleh Bukhari maka kebiasaan yang dilakukan oleh para Ulama ini mereka menyebutkan Shahih Bukhari saja, demikian pula jika diriwayatkan oleh Imam Muslim.

Oleh sebab itu jika kita membaca kitab kita lihat demikian & ini yang dilakukan oleh para Thulabul Ilm, dikeluarkan oleh Imam Muslim & dia Mencukupkan diri dengan perkataan tersebut tanpa menyebutkan Imam² yang lain yang juga meriwayatkan hadits ini.

Namun disini (Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab) mengatakan – رواه الإمام أحمد – padahal didepan tadi sudah mengatakan wafi Shahih, beliau menambahkan dengan mengatakan ورواه أحمد diriwayatkan oleh Al Imam Ahmad, kenapa sebabnya demikian? Karena Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab ini termasuk Hambali, beliau mempelajari fiqih dasarnya adalah Mazhab Hambali, menisbahkan diri kepada Al Imam Ahmad bin Hambal rahimahullah, dan sebagai mana kita ketahui Al Imam Ahmad bin Hambal adalah sebagai seorang Imam diantara Al ‘immah al-arba’ah, beliau memiliki kitab yang luas yaitu Musnad Al Imam Ahmad.

Dan sebagai seseorang yang tumbuh & berkembang ditengah² ulama yang mereka bermazhab dengan Mazhab Hanabilah dan beliau juga seorang Hambali maka tidak heran apabila mereka punya pengagungan terhadap Imam mereka yaitu Imam Ahmad bin Hambal.

Pengagungan yang masih di dalam batas boleh, bukan pengagungan yang isinya adalah ghuluw berlebih²an terhadap seorang Imam tidak. Apa disini yang beliau lakukan hanya menambahkan saja bahwasanya hadits ini juga diriwayatkan oleh Imam mazhab kami yaitu Al Imam Ahmad bin Hambal bukan berarti bahwasanya apa yang ada di dalam Musnad Ahmad itu lebih baik dari apa yang ada di dalam Bukhori dan Muslim & dia lebih Shahih (tidak).

Ini adalah sesuatu yang lumrah terkadang kita punya guru misalnya, disebutkan oleh guru yang lebih dikenal & lebih mumpuni cuma kita belajar nya dengan beliau, dengan guru kita, bukan sama guru yang lebih terkenal tadi, kemudian ditambahkan ini disebutkan oleh guru kami yang mulia di dalam kitab beliau ini dan itu, dan maksudnya bukan mendahulukan beliau diatas ulama besar yang lain, tetapi lumrah seorang murid memiliki takdzim terhadap gurunya sehingga beliau menyebutkan disini – ورواه ألإمام أحمد

Bahkan bukan hanya seperti ini, tetapi sampai dia membuat istilah sendiri seperti yang dilakukan oleh kakek dari Syaikhul Islām Ibnu Taimiyah rahimahumullah yang beliau juga termasuk Hambali yaitu Kitab Al Muntaqo yang disyarah oleh asy Syaukani di dalam Nailul Authar.

Nailul Authar ini adalah kitab nya asy Syaukani beliau menjelaskan mensyarah Kitab nya Ibnu Taimiyah Al Jad/kakeknya dari Ibnu Taimiyah dan judul kitabnya adalah Muntaqol Akbar, beliau mengatakan disini memiliki istilah sendiri di dalam kitab beliau kalau beliau mengatakan mutafaqun alaih maka yang dimaksud adalah disepakati oleh Bukhari, Muslim dan juga Al Imam Ahmad di dalam Musnad nya & tentu nya ini menyelisihi istilah yang dipakai oleh para ulama yang lain, ketika mereka mengatakan Mutafaqun alaih maka maksud nya adalah Bukhori dan Muslim, hanya disini karena beliau adalah seorang Hambali maka beliau memiliki takdzim tentu nya terhadap Imam yang menisbahkan diri beliau kepada imam tersebut dan takdzim disini masih pada kadar yang diperbolehkan, beliau membuat mustholah sendiri, jangan sampai diartikan mutafaqun alaih disini hanya diriwayatkan oleh Bukhari dan juga Muslim.

Dengan demikian kita sudah menyelesaikan bab yang ke-4 ini yang isinya adalah Ta’kid/penguatan tentang wajibnya memeluk agama Islām dan bahwasanya Islām adalah agama yang Haq adapun agama selain agama Islām yang dibawa oleh Nabi setelah diutusnya Nabi maka itu adalah agama yang bathil tidak diterima oleh Allāh .

Itulah yang bisa kita sampaikan pada halaqoh kali ini semoga bermanfaat dan sampai bertemu kembali pada halaqoh selanjutnya

والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Halaqah 35 | Bab 05 Mencukupkan Diri Dengan Mengikuti Alquran dan Sunnah – Penjelasan Umum Bab

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه ومن وله

Halaqah yang ke-35 dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitāb Fadhlul Islām yang ditulis oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahāb rahimahullāh.

Beliau mengatakan

باب وجوب الاستغناء بمتابعته الكتاب عن كل ما سواه.

Wajibnya mencukupkan diri dengan mengikuti Al Kitab – عن كل ما سواه – dari segala sesuatu yang selain Al Kitab tersebut.

Setelah menyebutkan tentang keutamaan Islām kemudian kewajiban memeluk agama Islām & menyebutkan tantang bab Tafsirul Islām kemudian menguatkan kembali tentang kewajiban memeluk agama Islām, maka disini beliau ingin semakin menguatkan bab² yang sebelumnya berupa kewajiban masuk kedalam agama Islām yaitu tentang kewajiban mencukupkan diri dengan Islām.

Bukan hanya sekedar wajib mengikuti agama Islām kemudian dia juga mengikuti agama yang lain tapi wajib bagi kita untuk mencukupkan diri dengan agama Islām, artinya di dalam bab ini beliau mentahrir / mengingatkan jangan sampai setelah memeluk agama Islām kemudian dia juga melakukan agama yang lain, harus bagi dia untuk hanya mencukupkan diri dengan Islām yang dibawa oleh Nabi .

باب وجوب الاستغناء

Wajibnya Mencukupkan diri dengan mengikuti Al Kitab

عن كل ما سواه.

Dan justru dengan perbedaan, bisa digabung menjadi satu yaitu – بمتابعته الكتاب – dan – بمتابعته و السنة – dan keduanya adalah dasar dari agama Islām.

Mencukupkan diri dengan Islām artinya mencukupkan diri dengan dasar dari Islām itu sendiri, Al Qur’an dan juga Sunnah Nabi , dasar dari Islām adalah Sunnah Nabi , kita memeluk agama Islām maksud nya adalah menjalankan syariat yang ada di dalam agama Islām dan syariat tersebut ada di dalam Al Qur’an dan juga Sunnah.

Mencukup diri dengan agama Islām maksudnya mencukupkan diri dengan ajaran yang ada di dalam agama Islām dan ajaran di dalam agama Islām ada tercantum di dalam Al Qur’an dan juga Sunnah. Maka kita Mencukupkan diri dengan itu, hukumnya wajib. Menunjukkan haramnya seseorang mencari hidayah dari selain dari Al Qur’an dan juga Sunnah.

Dilarang kita untuk mencari hidayah di dalam kitab dari sebuah agama yang memang dia menyelisihi Islām yang dibawa oleh Nabi .

Demikian pula agama yang dulunya adalah agama yang benar sebelum diutusnya Nabi , agama Islām yang dibawa oleh Musa, agama Islām yang dibawa oleh Nuh misalnya, benar sebelum diutusnya Nabi , mereka memiliki kitab, maka dilarang kita untuk mencari hidayah di dalam kitab² tersebut.

وجوب الاستغناء

Kita harus mencukupkan diri dengan apa yang ada di dalam Al Qur’an dan juga Sunnah Nabi .
Dilarang untuk mencari hidayah di dalam kitab² tersebut, tapi kalau melihat di dalam kitab tersebut dan tujuannya bukan Thulabul hidayah tetapi tujuan nya adalah kasyfu syubhat membantah orang² Yahudi, membantah orang² Nasrani kemudian dia mendatangkan kitab yang sudah muharraf tadi yang sudah dirubah oleh mereka dan dia termasuk orang yang kuat dari sisi Ilmu maupun dari sisi keimanan, dari sisi Ilmu dia adalah orang yang kuat keilmuannya dari sisi keimanan dia adalah orang yang kuat di dalam keimanan nya, kemudian dia membuka kitab tersebut untuk membantah kepada pengikut selain agama Islām maka ini diperbolehkan, yang dilarang adalah ingin mencari hidayah yang merasa tidak cukup dengan apa yang ada di dalam Al Qur’an dan juga Sunnah.

Oleh karena itu para Ulama sampai sekarang mereka mempelajari tentang adyan dan membantah mereka baik dari sisi agama kita yaitu agama Islām maupun dari dalam kitab mereka itu sendiri yang sudah muharrof. Syaikhul Islām beliau memiliki Kitab Al Jawāb Ash Shahīh Liman Baddala Dīnal Masīh, Ibnu Qayyim memiliki Kitab Hidayatu Al khayaro membantah orang² Nashoro , bagaimana mereka membantahnya membuka kitab² mereka, ini tidak masalah

باب وجوب الاستغناء بمتابعته الكتاب عن كل ما سواه

Orang yang mempelajari kitab tadi dengan maksud tersebut maka tidak masuk kedalam Al Istighna, tidak kita anggap dia tidak merasa cukup dengan Al Qur’an dan Sunnah karena maksud dan niatnya adalah untuk membantah.

Itulah yang bisa kita sampaikan pada halaqoh kali ini semoga bermanfaat dan sampai bertemu kembali pada halaqoh selanjutnya

والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

 

Halaqah 36 | Bab 05 Mencukupkan Diri Dengan Mengikuti Alquran dan Sunnah – Pembahasan Dalil Pertama QS An Nahl 89

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه ومن وله

Halaqah yang ke-36 dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitāb Fadhlul Islām yang ditulis oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahāb rahimahullāh.

Beliau mendatangkan 1 ayat & 1 hadits untuk menunjukkan tentang wajibnya mencukupkan diri dengan Al Qur’an dan juga Sunnah yang merupakan dasar agama Islām.

Beliau mengatakan:

وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ تِبْيَانًا لِكُلِّ شَيْءٍ [النحل:89]

_Dan Kami menurunkan kepadamu Kitab (Al Qur’an) sebagai penjelas untuk segala sesuatu_

Menunjukkan kepada kita bahwasanya di dalam Al Qur’an ada segala sesuatu yang diperlukan oleh manusia di dalam kehidupan dia, kebahagiaan dia di dunia maupun di Akhirat.

Allāh mengatakan – تِبْيَانًا لِكُلِّ شَيْءٍ – sebagai penjelas terhadap segala sesuatu, apa yang kita perlukan yang mendekatkan diri kita kepada surga dan dijauhkan dari neraka sudah diterangkan di dalam Al Qur’an, dia adalah kitab yang sempurna & di dalamnya telah dijelaskan segala sesuatu.

Hanya saja tidak semua orang mengetahui tentang kesempurnaan Al Qur’an tersebut. ada diantara mereka sesuai dengan ilmu yang Allāh berikan kepadanya bisa mengetahui dari sebuah ayat bahwasanya dia mengandung demikian & demikian, dan faedah ini tidak diketahui oleh yang lain, yang jelas Allāh sudah mengabarkan bahwasanya di dalam Al Qur’an itu ada penjelasan terhadap segala sesuatu.

Jika memang itu sudah sempurna berarti seluruh kebaikan yang kita perlukan ada di dalam Al Qur’an, seandainya itu ada di dalam Taurat, Injil atau di dalam Weda atau Tripitaka ketahuilah bahwasanya itu sudah ada di dalam agama Islām. Kalau memang itu sebuah kebaikan maka itu ada di dalam agama Islām, lalu untuk apa kita mencari kebaikan tersebut di dalam kitab yang lain di dalam agama yang lain, kalau memang itu sudah ada di dalam agama Islām.

Seperti itu juga tentang masalah mengambil kebaikan dari ahlu bid’ah, ketahuilah bahwasanya seluruh kebaikan yang kita perlukan itu sudah ada di dalam ahli Sunnah, karena Ahlul Sunnah berpegang teguh kepada – القرءان تِبْيَانًا لِكُلِّ شَيْءٍ – dan berpegang kepada Sunnah Nabi yang diwariskan oleh Nabi

بيضاء نقية ما مامن شيء يقرب من الجنة ويباعد عن النار إلا وقد بين لكم

Oleh karena itu seluruh kebaikan yang kita perlukan di dalam dunia & agama kita ada di dalam agama Islām, ada di dalam Sunnah Nabi .

Seandainya seseorang mengatakan itu aliran ada kebaikannya, mereka semangat di dalam ibadah, dakwah, amal ma’ruf nahi mungkar, ketahuilah sebenarnya kebaikan itu ada di dalam agama Islam, kalau kita urutkan kebaikan tersebut maka akan kembali kepada Al Qur’an dan juga hadits.

Oleh karena itu tidak perlu seseorang mengikuti seluruh aliran kita ambil baiknya dan ditinggalkan kejelekannya, kalau mereka memiliki kebaikan ketahuilah bahwasanya Ahlussunah sudah ada, tidak perlu kita mengikuti aliran² tersebut, kalau masih demikian berarti dia masih bingung/belum sadar bahwasanya di dalam Ahlussunah sendiri mereka berpegang dengan sesuatu yang sempurna, semua kebaikan ada di dalam Ahlusunnah.

Jadi kebaikan² yang ada di dalam aliran² tersebut pasti ada di dalam diri Ahlussunah, adapun kebaikan yang ada di dalam Ahlusunnah belum tentu ada pada diri mereka.

Itulah yang bisa kita sampaikan pada halaqoh kali ini semoga bermanfaat dan sampai bertemu kembali pada halaqoh selanjutnya

والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Halaqah 37 | Bab 05 Mencukupkan Diri Dengan Mengikuti Alquran dan Sunnah – Penjelasan Umum Bab dan Pembahasan Dalil Kedua Hadits Riwayat Imam An Nasai Dari Sahabat Jabir Radhiyallohu ‘Anhu

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه ومن وله

Halaqah yang ke-37 dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitāb Fadhlul Islām yang ditulis oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahāb rahimahullāh.

Untuk menunjukkan wajibnya mencukupkan diri dengan Al Qur’an dan juga Sunnah yang merupakan dasar agama Islām, beliau mendatangkan 1 ayat & 1 Hadits yang disini dikatakan oleh beliau – روى النسائي وغيره – diriwayatkan oleh Al Imam an Nasaii & juga yang lain.

عن النبي ﷺ: أنه رأى في يد عمر بن الخطاب رضي الله عنه ورقة من التوراة،

Diriwayatkan oleh Al Imam an Nasaii & juga yang lain dari Nabi , bahwasanya Beliau melihat ditangan Umar bin Khattab ada 1 lembar dari Taurat.

Bukan Taurat sempurna tapi dia adalah 1 lembar dari Taurat, Maka Nabi berkata kepada Umar bin Khattab

أمتهوكون يا ابن الخطاب؟

Apakah kalian dalam keadaan bingung wahai Umar bin Khattab?
Sehingga masih membaca kitab seperti ini, kitab yang sudah di nashk oleh Al Qur’an & seluruh kebaikan kalau memang disitu ada Wahyu maka kebaikan tersebut ada di dalam Al Qur’an -تِبْيَانًا لِكُلِّ شَيْءٍ

لقد جئتكم بها بيضاء نقية،

Sungguh aku telah datang kepada kalian dengannya (dengan syariat ini, dengan Islām ini) dalam keadaan putih bersih,

Ini adalah sesuatu yang sangat jelas & terang, jelas memberikan petunjuk kepada manusia tidak ada di dalamnya ghumuh (sesuatu yang samar) sehingga perlu untuk mencari kejelasannya di dalam Taurat atau Injil. Tidak ada yang samar sehingga jangan ada diantara kalian mengatakan perlu kita mencari penjelasannya di dalam Taurat & juga di dalam Injil, seandainya seseorang selama hidupnya memeluk agama Islām & tidak pernah membaca Taurat & juga Injil maka itu sudah mencukupi baginya, karena Nabi telah datang kepada kita dengan sesuatu yang sangat jelas terang benderang.

Ucapan beliau

أمتهوكون يا ابن الخطاب؟

Ini adalah pertanyaan yang sifatnya pengingkaran, apakah Hamza di sini adalah hamazatul Istifham (pertanyaan), tapi ada diantara pertanyaan yang maksudnya adalah pengingkaran,

_apakah kamu bingung wahai Umar bin Khattab?_

Ini adalah mengingkari beliau , kenapa melakukan nya demikian…
Pengingkaran disini menunjukkan tentang wajibnya mencukupkan diri dengan Al Qur’an dan juga Sunnah, karena Beliau mengingkari, mengingkari kenapa masih memegang Taurat/lembaran dari Taurat.

Pengingkaran beliau menunjukkan tentang wajibnya mencukupkan diri dengan Al Qur’an dan juga Sunnah, ini syahidnya dari hadits yang mulia ini. Ditambah lagi beliau mengatakan

لقد جئتكم بها بيضاء نقية

Menyebutkan tentang keutamaan apa yang Beliau bawa, keutamaannya adalah jelas & terang benderang, ini juga menguatkan keharusan untuk mencukupkan diri dengan Al Qur’an dan juga Sunnah yang dibawa oleh Nabi .

Ditambah sisi yang ketiga, beliau menyebutkan tentang akibat orang yang tidak mengikuti Sunnah beliau

لو كان موسى حياً

Seandainya Musa – حياً – dalam keadaan sekarang ini masih hidup

واتبعتموه

Kemudian kalian mengikuti beliau, mengikuti Taurat yg beliau bawa

وتركتموني

_Kemudian kalian meninggalkan diriku_
Padahal beliau juga Nabi, Nabi Muhammad juga Nabi

ضللتم

Niscaya kalian akan sesat.
Disini sisi yang ketiga, orang yang tidak mencukupkan diri dengan Al Qur’an dan Sunnah, setelah kedatangan Nabi maka pasti dia akan sesat, menunjukkan tentang wajibnya mengikuti Al Qur’an dan Sunnah mengikuti Nabi yang telah membawa Al Qur’an dan Sunnah tadi, berarti ini juga menunjukkan tentang kewajiban mencukupkan diri tadi.

Dari lafadz ini ada 3 sisi yang dengannya kita mengetahui tentang kewajiban mencukupkan diri dengan Al Qur’an dan juga Sunnah yang dibawa oleh Nabi ,

1. Ucapan beliau

أمتهوكون يا ابن الخطاب؟

Ini adalah pengingkaran. Pengingkaran kepada Umar Ibnu Khattab yang saat itu membawa lembaran Taurat & pengingkaran ini tentang wajibnya mencukupkan diri dengan Al Qur’an dan Sunnah.

2. Sifat Al Qur’an dan juga Sunnah yang disebutkan oleh beliau bahwasanya dia adalah – بيضاء نقية – terang benderang, disini ada isyarat dari beliau untuk mengikuti Al Qur’an dan Sunnah yang terang benderang tadi yang tidak ada kesamaran di dalamnya.

3. Kabar dari beliau seandainya kita meninggalkan beliau dan mengikuti seorang Nabi sebelum beliau niscaya ini akan menjadikan kita tersesat, padahal itu seorang Nabi, lalu bagaimana seandainya yang dia ikuti bukan seorang Nabi.

Seorang Nabi saja setelah diutusnya Nabi , kalau kita masih mengikutinya maka kita tersesat, mengikuti Taurat yang asli misalnya, Injil yang asli misalnya seandainya dia ada kemudian selama hidup berpegang dengan Taurat & Injil tadi setelah kedatangan Nabi maka kita dinamakan orang yang sesat & ini menunjukkan tentang wajibnya mengikuti apa yang dibawa oleh Nabi .

Itulah yang bisa kita sampaikan pada halaqoh kali ini semoga bermanfaat dan sampai bertemu kembali pada halaqoh selanjutnya

والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Halaqah 38 | Bab 05 Mencukupkan Diri Dengan Mengikuti Alquran dan Sunnah – Penjelasan Umum Bab dan Pembahasan Dalil Kedua Hadits Riwayat Imam An Nasai Dari Sahabat Jabir Bag 02

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه ومن وله

Halaqah yang ke-38 dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitāb Fadhlul Islām yang ditulis oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahāb rahimahullāh.

Beliau mengatakan rahimahullah

وفي رواية: لو كان موسى حياً ما وسعه إلا اتباعي

_Seandainya Musa dalam keadaan hidup maka tidak luas bagi beliau kecuali mengikuti diriku_.

Kalau yang

ولو كان موسى حياً واتبعتموه وتركتموني ضللتم

Yang dibicarakan disini Umat nya, seandainya Musa hidup, kalian kemudian ikut beliau dan meninggalkan Muhammad maka kalian sesat.

Adapun

لو كان موسى حياً ما وسعه إلا اتباعي

Yang dibicarakan disini adalah Musa, seandainya beliau hidup maka kewajiban dia adalah mengikuti Muhammad .

Oleh sebab itu beliau mengatakan – وفي رواية – di dalam riwayat yang lain (sebagaimana diatas) berarti bisa dikatakan ini adalah sisi yang keempat.

Seorang Nabi saja seandainya dia hidup sekarang maka kewajiban dia adalah mengikuti Nabi & mencukupkan diri dengan Al Qur’an dan juga Sunnah yang dibawa oleh Nabi .

Musa meskipun dia yang diturunkan kepadanya Taurat jika bertemu dengan Nabi maka dia harus tinggalkan Taurat & beriman dengan Nabi mengikuti syariat beliau , itu Musa alaihissallam yang memiliki Taurat ini yang lembaran nya sedang engkau bawa ini, seandainya dia masih hidup sekarang maka tidak luas bagi beliau kecuali mengikuti diriku.

Jika Nabi nya saja yang diturunkan kepadanya Taurat wajib bagi dia mengikuti Nabi & mencukup kan diri dengan apa yang dibawa oleh Nabi berupa Al Qur’an dan Sunnah lalu bagaimana dengan pengikut nya, & orang yang tentunya derajat lebih rendah daripada beliau maka tentunya ini lebih harus mencukupkan diri dengan apa yang dibawa oleh Nabi .

فقال عمر: “رضينا بالله رباً، وبالإسلام ديناً، وبمحمد ﷺ رسولاً

Maka Umar mengatakan setelah mendengar ucapan Nabi _kami ridho Allāh sebagai Rabb kami & kami ridho Islām adalah agama bagi kami & kami ridho Muhammad adalah Rasul bagi kami_

Ini adalah ucapan Umar RadhiyAllāhu Anhu ketika mendengar nasihat & ucapan dari Nabi .

Beliau mengatakan disini diriwayatkan oleh an Nasaii. Dan kalau kita melihat di dalam sunan an Nasaii tidak kita temukan yang demikian, Hadits ini diriwayatkan oleh Al Imam Ahmad di dalam Musnad nya & di sini disebutkan

عن عمر بن الخطاب عن النبي ﷺ بكتاب أصابه من بعد أهل الكتب فقرأه على النبي ﷺ فغضب

Datang kepada Nabi yang beliau dapatkan kitab tersebut dari ahlul Kitab, karena beliau mungkin dalam peperangan atau yang lain, maka Nabi membacanya kemudian beliau marah, di dalam Nuskhoh ini yang membaca Nabi dan ini tidak mungkin karena beliau ummi, dan kedua disini ada marah karena tidak mungkin beliau yang baca beliau yang marah , yang benar yang membaca adalah Umar bin Khattab sebagaimana hadits yang lain

بكتاب أصابه من بعد أهل الكتب فقرأه على النبي ﷺ

Maka dia membaca di depan Nabi

فغضب

Maka Nabi marah yang demikian

فقال أم متهفون فيها يا ابن الخطاب

Kemudian beliau mengatakan ucapan ini

والذي نفسي بيده لقد جئتكم فيها بيضاء نقية لا تسألهم عن شيء فيخبركم بحق فتكذب به أو بباطل فتصدق به والذي نفسي بيده لو أن كان موسى حيا ما وسعه إلا أن يتبني

Ini di dalam Musnad Al Imam Ahmad.

Ucapan beliau – و غيره – berarti beliau juga tahu bahwasanya Hadits ini diriwayatkan oleh yang lain juga, diantaranya adalah Al Imam Ahmad bin Hambal di dalam Musnad beliau.

Hadits ini didhoifkan oleh sebagian namun Syaikh Al Albani rahimahullah beliau menghasankan, demikian pula yang menta’liq Musnad Ahmad juga menghasankan hadits ini. Syuaib al-Arnauth mengatakan isnadnya dhaif. (…)

Itulah yang bisa kita sampaikan pada halaqoh kali ini semoga bermanfaat dan sampai bertemu kembali pada halaqoh selanjutnya

والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Halaqah 39 | Bab 05 Mencukupkan Diri Dengan Mengikuti Alquran dan Sunnah – Penjelasan Umum Bab dan Pembahasan Dalil Kedua Hadits Riwayat Imam An Nasai Dari Sahabat Jabir Bag 03

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه ومن وله

Halaqah yang ke-39 dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitāb Fadhlul Islām yang ditulis oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahāb rahimahullāh.

Di dalam Sunan Ad Darimy, disini disebutkan,

جَاءَ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي مَرَرْتُ بِأَخٍ لِي مِنْ بَنِي قُرَيْظَةَ

Berarti beliau melewati seorang Yahudi dari Quraidzhoh,

فَكَتَبَ لِي جَوَامِعَ مِنْ التَّوْرَاةِ

maka dia menuliskan beberapa kalimat² yang jawami’ di dalam Taurat.

أَلَا أَعْرِضُهَا عَلَيْكَ

Maukah aku bacakan ini kepadamu,

قَالَ فَتَغَيَّرَ وَجْهُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ عَبْدُ اللَّهِ فَقُلْتُ لَهُ أَلَا تَرَى مَا بِوَجْهِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ عُمَرُ رَضِينَا بِاللَّهِ رَبًّا وَبِالْإِسْلَامِ دِينًا وَبِمُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَسُولًا قَالَ فَسُرِّيَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ قَالَ وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَوْ أَصْبَحَ فِيكُمْ مُوسَى ثُمَّ اتَّبَعْتُمُوهُ وَتَرَكْتُمُونِي لَضَلَلْتُمْ إِنَّكُمْ حَظِّي مِنْ الْأُمَمِ وَأَنَا حَظُّكُمْ مِنْ النَّبِيِّينَ

Adapun Syaikh Al Albani rahimahullah maka beliau memandang bahwa Hadits ini adalah Hadits yang Hasan. Beliau mengatakan disini (beliau menyebutkan syawahidnya disini sehingga beliau menghukumi hadits ini sebagai hadits yang hasan sebagaimana dalam misykatu al mashabih dengan sebab adanya syawahid tersebut yang menguatkan hadits ini). Wallahu a’lam hadits ini adalah hadits yang hasan sebagaimana yang disebutkan oleh Syaikh Al Albani rahimahullah.

Ikhwani wa rahimakumullah

Bab ini jelas menunjukkan kepada kita tentang wajibnya mencukupkan diri dengan apa yang ada di dalam Al Qur’an dan juga di dalam Sunnah Rasulullāh & ini mencakup hal² yang berkaitan dengan berita² dari apa yang ada di dalam Al Qur’an dan juga Hadits maka itulah yang kita cukupkan, perincian² yang mungkin disebutkan di dalam kitab sebelumnya yakinlah bahwasanya apa yang ada di dalam Al Qur’an dan hadits itu sudah cukup. Mungkin di kitab sebelumnya disebutkan tentang berapa hari terjadinya banjir, apakah air, air tersebut yang asin atau tawar misalnya.

Disana ada beberapa perkara yang mungkin tidak disebutkan di dalam Al Qur’an dan ada di dalam kitab sebelumnya maka kita katakan kita cukupkan diri dengan apa yang ada di dalam Al Qur’an dan juga di dalam Sunnah berupa akhbar, kalau Allāh mengabarkan sesuatu kemudian Allāh tidak memberi tahukan kepada kita tentang sesuatu maka kita cukupkan diri dengan apa yang Allāh kabarkan, itu sudah cukup untuk keselamatan kita, keimanan kita, sudah cukup, tidak perlu kita takalluf / membebani diri dengan sesuatu yang tidak kita mampu, kemudian berusaha untuk mencari² kemudian berusaha untuk mengotak atik dengan akalnya atau dengan sumber yang lain, yang disitu seakan² dia tidak merasa cukup dengan apa yang ada di dalam Al Qur’an dan apa yang ada di dalam As Sunnah, seperti yang dilakukan oleh sebagian yang mungkin mencari² sesuatu yang sebenarnya cukuplah kita dengan apa yang ada di dalam Al Qur’an.

Tentang misalnya beberapa tahun lagi umat Islām ini masih ada, kita sekarang berada disini dan sebentar lagi akan demikian² kemudian mengotak atik dan seterusnya maka ini termasuk takalluf, yang demikian cukup dengan firman Allāh

يَسْـَٔلُونَكَ عَنِ ٱلسَّاعَةِ أَيَّانَ مُرْسَىٰهَا ۖ قُلْ إِنَّمَا عِلْمُهَا عِندَ رَبِّى ۖ لَا يُجَلِّيهَا لِوَقْتِهَآ إِلَّا هُوَ ۚ ثَقُلَتْ فِى ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ

Cukup Allāh Dia-lah yang mengetahui kapan terjadinya As Sa’ah & kewajiban kita adalah mempersiapkan saja sebagaimana di dalam Hadits, Nabi ditanya oleh sebagian shahabat

أَنَّ رَجُلًا سَأَلَ النَّبِيَّ عَنِ السَّاعَةِ فَقَالَ: مَتَى السَّاعَةُ؟

Ya Rasulullāh kapan terjadinya hari Kiamat?

Maka Nabi mengarahkan penanya ini dengan sesuatu yang lebih penting dari pada sibuk dengan kapan hari kiamat (kita sudah diakhir zaman, kurang berapa tahun lagi dan seterusnya), maka beliau mengarahkan kepada sesuatu yang lebih penting daripada itu beliau mengatakan,

قَالَ: وَمَاذَا أَعْدَدْتَ لَهَا؟

_apa yang sudah engkau persiapkan?_

Engkau bertanya tentang kapan terjadinya As Sa’ah, apa yang sudah engkau persiapkan? Ini yang lebih penting.

As Sa’ah akan terjadi dalam waktu dekat atau tidak itu akan terjadi tapi apa yang sudah engkau persiapkan untuk menghadapi hari tersebut .

Maka ini termasuk praktek dari merasa cukup dengan apa yang ada di dalam Al Qur’an dan juga apa yang ada di dalam as Sunnah & ini banyak juga bukan hanya di dalam masalah akhbar tapi juga di dalam masalah ibadah, di dalam masalah hukum² maka kita harus yakin bahwasanya masalah halal dan juga haram apa yang ada di dalam Al Qur’an dan juga Sunnah ini sudah cukup untuk mengetahui mana yang halal mana yang diharamkan sehingga tidak perlu seseorang mencari² dari yang lain.

Itulah yang bisa kita sampaikan pada halaqoh kali ini semoga bermanfaat dan sampai bertemu kembali pada halaqoh selanjutnya

والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Halaqah 40 | Bab 06 Tentang Keluar dari Penamaan Islam – Pembahasan Dalil Pertama

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه ومن وله

Halaqah yang ke-40 dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitāb Fadhlul Islām yang ditulis oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahāb rahimahullāh.

Beliau mengatakan

باب ما جاء في الخروج عن دعوى الإسلام

Ini adalah bab yang keenam yang didatangkan oleh Mualif di dalam kitab beliau fadhlul Islām.

Setelah beliau menyebutkan beberapa bab yang penting tentang masalah Islām,

Bab tentang keutamaan Islām,
Bab Wujubul Islām,
Bab Tafsiril Islām
Bab tentang kebatilan selain agama Islām

Dan kita telah mengambil bab yang kelima yaitu Bab وجوب الاستغناء بمتابعته الكتاب عن كل ما سواه. Bab tentang kewajiban untuk merasa cukup dengan mengikuti Al Qur’an dari segala sesuatu selain Al Qur’an & maksud dari penyebutan Al Qur’an mencakup di dalamnya adalah Sunnah Rasulullāh .

Semakin kesana semakin jelas tentang makna Islam yang dibawa beliau rahimahullah & bahwasanya termasuk konsekuensi dari keIslāman kita adalah merasa cukup dengan apa yang ada di dalam Islām, merasa cukup dengan apa yang ada di dalam Al Qur’an dan juga Sunnah & meninggalkan segala sesuatu selain agama Islām ini.

Maka di dalam bab yang keenam beliau ingin menyampaikan kepada kita bahkan tentang masalah nama / penyandaran / penisbatan, termasuk diantara konsekuensi dari keIslāman kita adalah kita menisbahkan diri kita / memberikan nama diri kita dengan nama² yang sudah Allāh berikan kepada kita. Kalau sebelumnya seseorang dia di dalam Islām tetapi memakai nama² yang lain, bangga dengan nama² tersebut padahal itu semua adalah isinya bertentangan dengan agama Islām, mungkin namanya Islām tapi isinya bertentangan dengan agama Islām, atau memang aslan nama tersebut adalah nama yang tidak kembali kepada agama Islām itu sendiri.

Maka termasuk kesempurnaan keIslāman kita & konsekuensi dari keIslāman kita, kita lepas baju² yang tidak ada kaitannya dengan Islām & kita merasa cukup dengan nama yang sudah Allāh berikan kepada kita, kita adalah muslim, kita adalah orang yang beriman, kita adalah hamba Allāh atau nama² yang lain yang kalau dicermati Itu kembali kepada agama Islām (Itu tidak masalah).

Tapi kalau sampai kita masih taasub & fanatik bukan dengan Islām, Taasub & fanatik terhadap sukunya- negeri nya- yayasan nya/organisasi nya kemudian membangun loyalitas dan juga berlepas diri berdasarkan itu semua. Misalnya kalau sesama suku kita cintai diluar suku tidak dicintai meskipun dia berada diatas kebenaran, kalau berasal dari negara kita dicintai/loyal kepada nya kalau tidak kita berlepas diri, kalau sesama Yayasannya/organisasinya maka wala kepadanya tapi jika diluar organisasinya meskipun dia adalah muslim menyerahkan diri kepada Allāh maka dia berlepas diri. Maka ini bukan termasuk Islām seseorang.

Bahkan termasuk keIslāman seseorang adalah dia harus melepas itu semua & menjadi Wala dan juga Baro nya ini kepada Islām, berbaju dengan baju Islām memberikan nama kepada dirinya sesuai dengan nama yang Allāh berikan kepadanya.

Beliau mengatakan disini

باب ما جاء في الخروج عن دعوى الإسلام

Bab tentang apa² yang datang yaitu dalil² yang datang di dalam masalah keluar dari dakwah Al Islam, penyebutan Al Islam. Maksudnya adalah ancaman, kalau disini berbicara tentang Al khuruj keluar nya dari sebutan Islām menggunakan nama² yang lain, menggunakan nama diambil dari Imam nya, atau diambil dari ajaran nya yang dengannya dia menyelisihi ajaran Islām.

Berarti disini – الخروج عن دعوى الإسلام – disini tercela kalau itu tercela maka – ما جاء – disini apa yang datang minal Wa’id berupa ancaman. Dalil² disini adalah ancaman. Beliau mengatakan

وقوله تعالى: هُوَ سَمَّاكُمُ الْمُسْلِمِينَ مِنْ قَبْلُ وَفِي هَذَا [الحج: 78].

Mendatangkan firman Allāh _Dia lah yang telah menamakan kalian sebagai Al Muslimin sebelumnya & di dalam Al Qur’an_

Kelengkapan dari ayat ini firman Allāh dalam surat Al Hajj

وَجَاهِدُوا فِي اللَّهِ حَقَّ جِهَادِهِ ۚ هُوَ اجْتَبَاكُمْ وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ ۚ مِّلَّةَ أَبِيكُمْ إِبْرَاهِيمَ ۚ هُوَ سَمَّاكُمُ الْمُسْلِمِينَ مِن قَبْلُ وَفِي هَٰذَا لِيَكُونَ الرَّسُولُ شَهِيدًا عَلَيْكُمْ وَتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ ۚ فَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَاعْتَصِمُوا بِاللَّهِ هُوَ مَوْلَاكُمْ ۖ فَنِعْمَ الْمَوْلَىٰ وَنِعْمَ النَّصِيرُ

Naam

هُوَ سَمَّاكُمُ الْمُسْلِمِينَ مِنْ قَبْلُ

Dialah Allāh telah menyelamatkan kalian (setiap orang yang menyembah kepada Allāh saja) sebagai muslimin sebelumnya,

Yaitu semenjak sebelumnya yaitu sebelum kita / sebelum umatnya Rasulullāh yang di dalam kitab² sebelumnya, Allāh menamakan setiap hamba Allāh yang meng Esa kan Allāh dinamakan sebagai muslimin, sebagaimana sudah berlalu ketika kita menyebutkan bagaimana dakwah Nabi Sulaiman

واعيني مسلمين

_hendaklah kalian datang kepadaku dalam keadaan muslimin_

Dan Nabi Musa ‘alaihissalam mengatakan,

إِن كُنتُمْ آمَنتُم بِاللَّهِ فَعَلَيْهِ تَوَكَّلُوا إِن كُنتُم مُّسْلِمِينَ
QS Yunus 84

Dan Allāh mengatakan kepada Ibrahim

إِذْ قَالَ لَهُ رَبُّهُ أَسْلِمْ ۖ قَالَ أَسْلَمْتُ لِرَبِّ الْعَالَمِينَ

وَوَصَّىٰ بِهَا إِبْرَاهِيمُ بَنِيهِ وَيَعْقُوبُ يَا بَنِيَّ إِنَّ اللَّهَ اصْطَفَىٰ لَكُمُ الدِّينَ فَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ

أَمْ كُنتُمْ شُهَدَاءَ إِذْ حَضَرَ يَعْقُوبَ الْمَوْتُ إِذْ قَالَ لِبَنِيهِ مَا تَعْبُدُونَ مِن بَعْدِي قَالُوا نَعْبُدُ إِلَٰهَكَ وَإِلَٰهَ آبَائِكَ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ إِلَٰهًا وَاحِدًا وَنَحْنُ لَهُ مُسْلِمُونَ

QS Al Baqarah 131-133

Demikianlah Allāh menamakan orang² sebelum kita, para hamba Allāh yang mereka meng Esa kan Allāh di dalam ibadah dinamakan dengan Muslimin

وفي هذا

Demikian pula di dalam Al Qur’an orang yang menyembah Allāh saja maka dinamakan sebagai seorang muslimin.

Allāh mengatakan

هُوَ سَمَّاكُمُ الْمُسْلِمِينَ

Dan ini di dalam Al Qur’an, Dia-lah yang menamakan kalian sebagai الْمُسْلِمِينَ.

Itulah yang bisa kita sampaikan pada halaqoh kali ini semoga bermanfaat dan sampai bertemu kembali pada halaqoh selanjutnya

والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

 

Halaqah 41 | Bab 06 Tentang Keluar dari Penamaan Islam – Pembahasan Dalil Pertama Bag 02

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه ومن وله

Halaqah yang ke-41 dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitāb Fadhlul Islām yang ditulis oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahāb rahimahullāh.

Allāh telah menamakan kita & menamakan orang² sebelum kita yang mereka adalah orang² yang meng Esa kan Allāh di dalam ibadah sebagai muslimin, maka cukupkan dengan nama tersebut, jangan kita memilih nama yang lain, karena Allāh sudah memberi nama kita dengan nama tersebut .

Di dalam penamaan Allāh tentunya disana adalah penanaman yang paling baik, Allāh Dia-lah yang memberikan kita dengan nama tersebut & tidak sembarangan Allāh memberikan nama. Oleh karena itu keluar dari nama ini yaitu nama Islām atau nama yang tidak kembali kepada makna Islām maka ini termasuk ketidaksempurnaan di dalam keislaman seseorang.

Bahkan memberi nama kita dengan Muslimin atau dengan nama yang kembali makna nya kepada Islām ini adalah hukumnya wajib. Tidak boleh seseorang keluar dari nama selain nama Islām, sebagaimana Allāh telah menanamkan kita dengan Muslimin maka itulah yang kita jadikan nama, jangan kita keluar dari selain nama tersebut kemudian membuat nama² yang lain yang mubtadaah yang mungkin nama nya dilihat dari lafadz nya tidak sesuai dengan apa yang ada di dalam agama Islām demikian pula isinya bahkan tidak sesuai & tidak mencerminkan agama Islām itu sendiri.

Seandainya seseorang yang diamalkan adalah amalan Islām dari awal hingga akhir tapi dia tidak memberikan nama kepada dirinya sendiri dengan nama yang Allāh berikan, tidak kembali dengan makna Islām maka ini adalah perkara yang diharamkan. Apalagi selain nama & nisbah tidak sesuai dengan Islām & tidak kembali kepada nilai² Islām ternyata isinya juga bertentangan dengan agama Islām maka ini – ظلمات فوق زلمة (kegelapan diatas kegelapan) .

Jadi keharusan kita adalah isinya sesuai dengan Islām penamaannya juga harus sesuai dengan Islām, itu yang Allāh inginkan dari kita. Jangan kita mencari nama yang lain, kita berikan kepada diri kita sesuai dengan nama yang Allāh berikan kepada kita, muslimin, mukminin, ibadallah, orang-orang yang beriman atau orang² Islām atau hamba² Allāh , ini semua kalau dilihat maka kembali kepada satu makna atau nama² yang lain yang kembali kepada nilai² Islām itu sendiri.

هُوَ سَمَّاكُمُ الْمُسْلِمِينَ مِنْ قَبْلُ وَفِي هَذَا

Dia lah Allāh yang telah menanamkan kalian dengan Muslimin, sebelum ini, yaitu yang ada di dalam kitab² sebelumnya Allāh menamakan umat² sebelumnya adalah muslimin juga -وَفِي هَذَا – dan di dalam Al Qur’an ini Allāh menamakan kita sebagai muslimin.

Maka ini adalah dalil tentang wajibnya menamakan diri sesuai dengan nama yang Allāh berikan kepada kita, karena nama ini jelas ada pengaruhnya kepada diri seseorang & Allāh sekali lagi memberikan nama kepada kita dengan Muslimin mukminin ibadallāh pasti disana ada hikmahnya.

Allāh pilih diantara sekian banyak nama, kemudian Allāh memilih nama² tersebut. Nama ini berpengaruh dengan kejiwaan, dengan amalan seseorang, ketika diberi nama dengan Muslimin & kita mengetahui dengan maknanya muslimin berarti menyerahkan diri, berarti kita sebagai seorang yang muslim harus menyerahkan diri kepada Allāh secara total, kami dinamakan dengan mukminin yaitu orang² yang beriman maka kalau orang yang beriman konsekuensinya adalah demikian & demikian, kita harus percaya, harus beramal, harus beriman dengan takdir, beriman dengan hari akhir & jika beriman kita harus beramal.

Atau dinamakan dengan ibadallāh berarti kita adalah hamba Allāh , yang namanya hamba harus beribadah kepada Al Ma’bud, taat kepada-Nya bukan membangkang, membenarkan apa yang Dia ucapkan & bukan mendustakan apa yang Dia ucapkan, mengikuti Rasul yang Dia utus, bukan membangkang kepada Rasul yang Dia utus. Itu adalah pengaruh dari sebuah nama kepada kejiwaan seseorang.

Maka Allāh memberikan nama kepada kita dengan muslimin, mukminin, ibadallāh, tentunya disana ada hikmah, ada pengaruh terhadap diri kita maka jangan kita mencari nama yang lain.

Itulah yang bisa kita sampaikan pada halaqoh kali ini semoga bermanfaat dan sampai bertemu kembali pada halaqoh selanjutnya

والسلام عليكم ورحمة الله وبركات

 

Halaqah 42 | Bab 06 Tentang Keluar dari Penamaan Islam – Pembahasan Dalil Kedua

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه ومن وله

Halaqah yang ke-42 dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitāb Fadhlul Islām yang ditulis oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahāb rahimahullāh.

Beliau rahimahullah mengatakan

عن الحارث الأشعري رضي الله عنه عن النبي ﷺ أنه قال: آمركم بخمس الله أمرني بهن السمع، والطاعة، والجهاد والهجرة، والجماعة. فإنه من فارق الجماعة قيد شبر فقد خلع ربقة الإسلام من عنقه، إلا أن يراجع. ومن دعا بدعوى الجاهلية فإنه من جثى جهنم. فقال رجل يا رسول الله: وإن صلى وصام؟ قال: وإن صلى وصام، فادعوا بدعوى الله الذي سماكم المسلمين والمؤمنين عباد الله
رواه أحمد والترمذي وقال: حديث حسن صحيح

Dari Harits Al Asy’ari semoga Allāh meridhoi beliau bahwasanya Rasulullāh bersabda: Aku memperintahkan kalian dengan 5 perkara & Allāh telah memerintahkan aku dengan 5 perkara tersebut, perkara yang pertama & kedua adalah mendengar & taat dan berjihad, dan Allāh juga memerintahkan diriku (dan ini adalah perintahku untuk kalian) yaitu untuk berhijrah & yang kelima adalah Al Jamaah, maka barangsiapa yang memisahkan diri dari jamaah meskipun hanya 1 jengkal maka dia telah melepaskan ikatan Islām dari lehernya kecuali dia dalam keadaan mau bertaubat & kembali kepada Islām & barangsiapa yang menyeru dengan seruan jahiliyah maka dia termasuk جثى جهنم yaitu orang² yang masuk kedalam Jahanam

Maka seorang laki² mengatakan Ya Rasulullāh meskipun orang tersebut shalat & juga berpuasa?_meskipun dia adalah orang yang shalat & berpuasa. Maka hendaklah kalian memanggil dengan panggilan Allāh yang Allāh telah menanamkan kalian dengan panggilan tersebut, Al Muslimin wal Mu’minin Ibadallāh diantaranya adalah muslimin atau orang² yang beriman atau hamba² Allāh .
Hadits ini diriwayatkan oleh imam Ahmad & juga ath Tirmidzi & dia adalah dikatakan oleh Al Imam ath Tirmidzi حديث حسن صحيح.
Syaikh Al Albani beliau menshahihkan hadits ini, Al Imam ath Tirmidzi mengatakan حديث حسن صحيح.

Beliau mengatakan

عن الحارث الأشعري رضي الله عنه

Dari Al-Harits Al Asy’ari رضي الله عنه

عن النبي ﷺ أنه قال قال: آمركم بخمس الله أمرني بهن:

_aku memperingatkan kalian dengan 5 perkara & 5 perkara tadi Allāh telah memerintahkan aku dengan 5 perkara tersebut_
Kemudian beliau sampaikan ini kepada umat beliau & ini menunjukkan tentang kedudukan 5 perkara tersebut, Allāh perintahkan ini kepada Nabi-Nya & Allāh juga perintahkan ini kepada umat-Nya.

السمع، والطاعة،

Perkara yang pertama & kedua adalah mendengar & taat.

Yang dimaksud adalah mendengar & taat kepada penguasa, ini menunjukkan tentang kedudukan – السمع، والطاعة – di dalam agama Islām, mendengar dan taat kepada penguasa didalam agama Islām, Allāh yang memerintah kepada Nabi-Nya sebagaimana Allāh memerintahkan kepada kita (Umat Nya) karena di dalam mendengar dan taat kepada pemerintah dan juga penguasa ini ada maslahat yang besar bagi rakyat, dan sebaliknya di dalam pemberontakan, tidak mendengar dan juga tidak taat kepada penguasa maka ini ada mudhorot bagi rakyat.

والجهاد

Dan berjihad

Maka Allāh memerintahkan kepada Nabi-Nya sebagaimana Allāh juga memerintahkan kepada umat beliau , untuk berjihad fisabilillah, berjihad berperang fisabilillah dengan menggunakan harta & juga dengan jiwanya.

والهجرة والجماعة

Dan Allāh juga memerintahkan kepada diriku & ini adalah perintah ku untuk kalian yaitu untuk berhijrah & sudah berlalu pengertian hijrah ketika membahas tentang Tsalatsatul Ushul, berpindah dari negeri kesyirikan menuju negeri Islām kalau memang disana ada sebabnya maka disyariatkan disana untuk berhijrah & sudah berlalu pembagian hukum hijrah menjadi 2, wajib & juga mustahab. والهجرة ini adalah perintah Allāh kepada Nabi Nya dan dia juga adalah perintah Nabi untuk kita semuanya.

والجماعة

Dan yang kelima adalah Al Jamaah.

Dan makna Al Jamaah adalah Al Ijtima, kita diperintahkan untuk bersatu & yang dimaksud adalah bersatu diatas Islām bersatu diatas kitabullah, ini adalah perintah Nabi untuk kita semuanya diantaranya adalah perintah untuk berijtima/bersatu, berpegang dengan jamaahnya Rasulullāh & tidak keluar dari jamaah beliau , yang terdiri dari orang² yang berpegang teguh dengan agama beliau , berpegang teguh dengan sunnah beliau .

Itulah yang bisa kita sampaikan pada halaqoh kali ini semoga bermanfaat dan sampai bertemu kembali pada halaqoh selanjutnya

والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Halaqah 43 | Bab 06 Tentang Keluar dari Penamaan Islam – Pembahasan Dalil Kedua bag 02

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه ومن وله

Halaqah yang ke-43 dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitāb Fadhlul Islām yang ditulis oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahāb rahimahullāh.

Beliau mengatakan bahwasanya Rasulullāh bersabda

فإنه من فارق الجماعة قيد شبر

Ketika beliau menyebutkan tentang masalah Al Jamaah, perintah untuk kumpul & bersatu diatas Islām, maka beliau menyebutkan tentang ancaman orang yang memisahkan diri dari jama’ahnya Rasulullāh yang mereka berkumpul diatas jalan yang satu

فإنه من فارق الجماعة قيد شبر

Karena sesungguhnya barangsiapa yang memisahkan diri dari Jamaah meskipun hanya sepanjang 1 jengkal

فقد خلع ربقة الإسلام من عنقه

_Sungguh dia telah melepaskan tali keIslāman dari lehernya_

إلا أن يراجع

_kecuali dia mau kembali_

Yang dimaksud dengan – ربقة – asalnya adalah tali yang digunakan untuk mengikat unta & dengannya seseorang bisa mengatur unta tersebut, menyeretnya kemanapun kita inginkan, biasanya ada dileher unta atau yang semacamnya, ini dinamakan – ربقة – selama kita pegang tali tersebut Maka kita masih bisa mengatur dengan baik hewan tersebut tapi kalau kita lepas – ربقة – tadi yang ada pada leher hewan tadi maka dia akan pergi, berpisah dengan kita.

Maka barangsiapa yang memisahkan diri dari Jamaah Nabi meskipun hanya 1 jengkal maka sungguh dia telah melepaskan tali keIslāman dari lehernya, maka menunjukkan tentang peringatan dari memisahkan diri dari Jamaah Rasulullāh .

Dan mufarroqoh disini ada 2 makna, mufarroqoh sampai dia meninggalkan ajaran Nabi yang menjadikan dia keluar dari Islām seperti misalnya orang yang melakukan syirik yang besar atau melakukan 1 diantara pembatal² keIslāman, mufarroqoh jenis ini tentunya dia sampai mengeluarkan seseorang dari agama Islām

Tapi disana ada mufarroqoh yang tidak sampai mengeluarkan seseorang dari agama Islām, seorang melakukan kebidahan ghoiro mukaffiro atau dia melakukan kemaksiatan maka ini termasuk jenis mufarroqoh tapi tidak sampai mengeluarkan seseorang dari agama Islām.

Yang dimaksud dengan Jamaah adalah jama’ahnya Rasulullāh , jangan kita maknai sendiri, kemudian menamakan jamaah kita adalah yang dimaksud di dalam hadits ini, membuat sebuah jamaah kemudian menganggap bahwasanya seluruh hadits yang disitu ada kalimat jamaah berarti itu adalah jamaah nya, barangsiapa yang memisahkan diri dari Jamaah kemudian dia langsung menafsirkan jamaah kita ini berarti dia telah melepaskan ikatan Islām dari lehernya, kemudian mengkafirkan selain jama’ahnya. Jamaah yang ada di luar sana juga menganggap jamaah disini adalah jamaah mereka dan mereka juga mengeluarkan orang lain dari Islām karena tidak mengikuti jamaahnya mereka.

Dan pemahaman yang benar bahwasanya jama’ah disini adalah jama’ahnya Rasulullāh yang mereka berada diatas jalan yang lurus, maka barangsiapa yang memisahkan diri dari Jamaah tersebut sungguh dia telah melepaskan tali keIslāman dari lehernya & tali keIslāman disini mungkin yang dia lepaskan adalah Ushul diantara Ushul² Islām atau yang dia lepaskan dia adalah sesuatu yang merupakan kesempurnaan di dalam agama Islām bukan termasuk Ushul nya, karena Al Islām itu sendiri ada arkan dan dia memiliki furu’ nya. Kalau yang dia tinggalkan adalah satu diantara perkara yang merupakan Ushulul Islām kemudian dia melakukan 1 diantara pembatal² keislaman maka ini yang dia lepaskan adalah seluruh keIslāman itu sendiri, tapi kalau yang dia lepaskan adalah bagian dari Islām tetapi tidak sampai membatalkan keIslāman dia berarti yang dia lepaskan adalah bukan Ushulnya tapi adalah bagian dari Islām yang tidak sampai mengeluarkan dia dari agama Islām apabila dia melepaskan 1 unsur tadi.

إلا أن يراجع

Kecuali dia dalam keadaan mau bertaubat & kembali kepada Islām.

Mungkin kembali kepada Ushul Islām berarti dia kembali Muslim setelah murtadnya atau dia kembali menyempurnakan Islām, pokok Islām nya masih hanya ada kekurangan di dalam Islāmnya kemudian dia bertobat maka akan kembali sempurna lagi keIslāman dia yang sebelumnya berkurang dengan sebab kebidahan, dengan sebab kemaksiatan yang dia lakukan.

Itulah yang bisa kita sampaikan pada halaqoh kali ini semoga bermanfaat dan sampai bertemu kembali pada halaqoh selanjutnya

والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Halaqah 44 | Bab 06 Tentang Keluar dari Penamaan Islam – Pembahasan Dalil Kedua Bag 03

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه ومن وله

Halaqah yang ke-44 dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitāb Fadhlul Islām yang ditulis oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahāb rahimahullāh.

Beliau mengatakan bahwasanya Rasulullāh bersabda

ومن دعا بدعوى الجاهلية فإنه من جثى جهنم

_Dan barangsiapa yang menyeru dengan seruan jahiliah_
Yang dimaksud dengan seruan jahiliah adalah seruan selain seruan kepada agama Islām, Islām & jahiliah ini adalah bertolak belakang satu dengan yang lain.

Segala sesuatu yang menyeru kepada sesuatu yang bertentangan dengan Islām dinamakan dengan Jahiliah, menyeru kepada selain Islām maka ini menyeru kepada Jahiliah.

أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ

_Apakah mereka mencari hukum jahiliah_

Jadi yg dimaksud dengan Jahiliah adalah segala sesuatu yang bertentangan dengan agama Islām, dakwah jahiliah berarti seruan untuk mengajak manusia melakukan sesuatu yang bertentangan dengan agama Islām yang dibawa oleh Nabi .

ومن دعا بدعوى الجاهلية

Barangsiapa yang menyeru kepada seruan jahiliah.

Diantaranya misalnya dia menisbahkan diri kepada sesuatu yang bukan kembali kepada Islām diantaranya adalah
Pertama, menyeru kepada sesuatu yang bertentangan dengan Islām, Islām mengajarkan kita beriman dengan Nama & sifat Allāh kemudian dia menyeru kepada pengingkaran kepada Nama & juga Sifat Allāh , Islām mengajarkan kita untuk tidak menyerupakan Allāh dengan makhluk kemudian dia menyeru kepada penyerupaan Nama dan sifat Allāh terhadap makhluk

Maka ini masuk kedalam sabda Nabi

فإنه من جثى جهنم

Dia termasuk جثى جهنم yaitu orang² yang masuk kedalam Jahanam

Dan ini adalah ancaman bagi orang yang menyeru kepada dakwah jahiliah, menyeru kepada sesuatu yang bertentangan dengan Islām.

Bisa maknanya kalau dia menyeru kepada sesuatu yang membatalkan keIslāman berarti جثى جهنم menjadi orang yang kafir & dia kekal di dalam neraka, tapi kalau yang dia seru dia adalah jahiliah bertentangan dengan agama Islām tetapi tidak sampai kepada pembatal keIslāman maka dia terancam dengan masuk kedalam Neraka, dan kalau dia seorang muslim maka dia kelak akan keluar dari Neraka dan akan masuk kedalam Surga.

Jadi جثى جهنم apakah dia kekal atau tidak kekal dilihat dari dakwah jahiliah yang dia serukan, apakah Jahiliah disini sampai membatalkan keIslāman dia atau tidak.

فقال رجل يا رسول الله: وإن صلى وصام؟

Maka seorang laki-laki mengatakan _Ya Rasulullāh, meskipun orang tersebut shalat & juga puasa?
Dia shalat, melakukan 5 shalat waktu, berpuasa di bulan Ramadhan tapi sayang diwaktu yang sama dia mengajak orang lain untuk melakukan sesuatu yang bertentangan dengan Islām.

قال: وإن صلى وصام،

_Meskipun dia orang yang shalat & berpuasa_

Menunjukkan bahwasanya disana terkadang ada orang yang secara dzhohir, shalat bersama kita melakukan shalat 5 waktu dan juga berpuasa di bulan Ramadhan tapi dia mengajak kepada aliran yang sesat, mengajak kepada kemaksiatan, kebidahan.

فادعوا بدعوى الله الذي سماكم

Maka hendaklah kalian mengajak / memanggil dengan panggilan Allāh yang Allāh namakan kalian dengannya.

Berarti

ومن دعا بدعوى الجاهلية

Bisa juga diartikan _Barangsiapa yang memanggil dengan panggilan jahiliah_ bisa diartikan yang pertama menyeru kepada selain Islām atau yang kedua memanggil dengan panggilan selain agama Islām, panggilan jahiliah selain Islām, selain Iman, selain hamba Allāh maka balasannya adalah dia termasuk jama’ahnya jahanam yaitu orang² yang masuk kedalam Jahanam.

Apa nama² yang sudah Allāh berikan kepada kita, Al Muslimin wal Mu’minin Ibadallāh, diantaranya adalah muslimin atau orang² yang beriman atau hamba² Allāh , atau mengatakan

يا عباد الله اوصيكم ونفسي بتقوى الله

atau mengatakan ayyuhal muslimin, ma’asyirol mu’minin dan seterusnya, kita memanggil mereka dengan nama² yang sudah Allāh berikan kepada kita, ketika beliau mengatakan – فادعوا – maka ini adalah perintah & perintah asalnya adalah wajib, berarti wajib bagi kita untuk memberikan nama diri kita dengan nama yang sudah Allāh berikan.

Kemudian yang sebelumnya ancaman orang yang menyeru dengan seruan jahiliah atau memanggil dengan panggilan jahiliah bukan dengan nama yang Allāh berikan kepada kita bahwasanya dia adalah – من جثى جهنم – dan جثى artinya adalah jama’at, جثى جهنم maksudnya adalah jamaah nya jahanam. Ini menunjukkan tentang larangan menyeru dengan seruan jahiliah, memberi nama dengan nama² Jahiliah,
Apa yang dimaksud dengan nama² jahiliah : nama² dimana Wala dan Baro tidak kembali kepada Islām itu sendiri tapi kembali kepada negara, orang, kembali kepada organisasi, ormas, suku, itu dinamakan dengan دعوى الجاهلية bukan dakwah Islām.

Berarti hadits ini jelas menunjukkan kepada kita tentang bab yang disebutkan oleh muallif tentang celaan keluar dari dakwah Islām, keluar dari nama² Islām, ini adalah perkara yang diharamkan, wajib bagi kita untuk tetap berada di dalam nama Islām, jangan membuat nama² sendiri & ini adalah termasuk bagian dari menyerahkan diri kita kepada Allāh .

Selain kita menyerahkan diri di dalam masalah aqidah, menyerahkan diri di dalam Ibadah, tidak beribadah kecuali dengan cara yang Allāh ajarkan kepada kita melalui lisan Nabi Nya, menyerahkan diri dengan akhlak, demikian pula dengan masalah Nama, jangan kita mencari nama yang lain, kita mencukupkan diri dengan nama yang sudah Allāh berikan kepada kita, Muslimin, mukminin, ibadallāh, kalau tidak demikian maka kita telah menyelisihi perintah Nabi yang mengatakan

فادعوا بدعوى الله

Dan dikhawatirkan masuk kedalam ancaman Nabi

ومن دعا بدعوى الجاهلية فإنه من جثى جهنم.

Awalnya adalah dari nama yang tidak disyariatkan di dalam Islām akhirnya menyeret manusia kepada perkara yang lebih jauh dari itu, awalnya diawali dari sebuah nama yang tidak disyariatkan.

رواه أحمد والترمذي وقال: حديث حسن صحيح

Hadits ini diriwayatkan oleh imam Ahmad & juga ath Tirmidzi & dia adalah dikatakan oleh Al Imam ath Tirmidzi حديث حسن صحيح.
Syaikh Al Albani beliau menshahihkan hadits ini, Al Imam ath Tirmidzi mengatakan حديث حسن صحيح.

Itulah yang bisa kita sampaikan pada halaqoh kali ini semoga bermanfaat dan sampai bertemu kembali pada halaqoh selanjutnya

والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Halaqah 45 | Bab 06 Tentang Keluar dari Penamaan Islam – Pembahasan Dalil Ketiga

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه ومن وله

Halaqah yang ke-45 dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitāb Fadhlul Islām yang ditulis oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahāb rahimahullāh.

Beliau mengatakan,

وفي الصحيح:

Di dalam Ash-Shahih

من فارق الجماعة شبرا فمات فميتته جاهلية

_barangsiapa yang memisahkan diri dari Jamaah_, memisahkan dari jamaah nya Rasulullāh & juga para shahabatnya yang mereka berada diatas jalan yang lurus, _شبرا meskipun hanya sejengkal kemudian dia meninggal_
Dan tidak kembali ke jalan yang lurus tadi / tidak bergabung kembali kepada jamaah nya Rasulullāh & juga para shahabat sebelum dia meninggal dunia, _فميتته جاهلية maka meninggalnya dia adalah (sifatnya) Jahiliah_

Dan bukan berarti disini dia meninggal dalam keadaan kafir (diluar agama Islām), karena mufarroqotu jamaah sudah kita sebutkan ada bermacam², terkadang meninggalkan jamaah atau berpisah dengan jamaah meninggalkan atslul Islām / meninggalkan Islām yang merupakan jalan ini & dia adalah sesuatu yang membatalkan keIslāman nya maka meninggalnya disini adalah meninggal dalam keadaan kafir, kalau memang dia memisahkan dari jamaah tersebut dengan sesuatu yang membatalkan keIslāman.

Tapi kalau mufaroqoh nya disini / meninggalkan jamaah disini melakukan sesuatu yang tidak sampai membatalkan keIslāman dia, bid’ah yang tidak mukafiro atau kemaksiatan, kemudian dia meninggal dunia maka meninggalnya adalah meninggal Jahiliah tapi tidak sampai kepada keluar dari agama Islām.

Dan segala sesuatu yang dinisbahkan kepada Jahiliah ini adalah perkara yang tercela karena dia adalah bertentangan dengan Islām & sesuatu yang bertentangan dengan Islām ada bermacam², ada yang memang bertentangan secara Ushul, Islām menyeru pengesaan kepada kepada Allāh di dalam Ibadah kemudian Jahiliah menyeru kepada menyekutukan Allāh , maka ini jelas bertentangan dengan fatslul Islām, ini mengeluarkan seseorang dari agama Islām. Tapi disana ada sesuatu yang bertentangan dengan agama Islām tetapi tidak sampai mengeluarkan seseorang dari agama Islām, seperti kemaksiatan & juga bid’ah yang tidak mukafiro maka ini bukan sesuatu yang mengeluarkan seseorang dari agama Islām.

Syahidnya kenapa disini Beliau mendatangkan lafadz ini karena diantara bentuk mufaroqotul jamaah adalah memberikan nama kepada dirinya selain dengan nama yang sudah Allāh berikan kepadanya, semuanya yang ada disini memberikan kepada mereka nama yang sudah Allāh berikan kepada mereka, muslimin mukminin ibadallāh.

Ternyata dia lebih memilih nama² yang lain selain nama muslimin mukminin ibadallāh, maka ini termasuk mufaroqotu Al Jamaah, karena seluruh jamaah yang ada disini jamaahnya Rasulullāh & seluruh yang ada diatas jalan yang lurus nama mereka adalah nama yang Allāh berikan kepada mereka.

Maka jika masih memilih nama yang lain, tidak kembali kepada Islām berarti dia termasuk orang yang mufaroqotu Al Jamaah, akibat nya jika dia meninggal dunia maka dia meninggal dunia dalam keadaan sifat kematiannya adalah sifat Jahiliah, Jadi sifat yang tercela dengan perincian yang tadi disebutkan, tapi disini jika hanya sekedar berbeda penisbatan kemudian pelanggaran yang ada di dalamnya (disana ada pelanggaran) tetapi tidak sampai mengeluarkan dia dari agama Islām maka jahiliah disini adalah jahiliah yang tidak sampai mengeluarkan dia dari agama Islām, tapi jika dia mengajak kepada nama selain Islām ditambah lagi ajaran yang ada di dalamnya yang dia seru adalah ajaran yang merupakan satu diantara pembatal keIslāman maka _mitatuhu Jahiliah_ jahiliah disini sampai maknanya mengeluarkan dia dari agama Islām.

Jadi jahiliah disini umum, bisa jahiliah yang mengeluarkan seseorang dari agama Islām bisa jahiliah tidak sampai mengeluarkan seseorang dari agama Islām dan semuanya dinamakan dengan Jahiliah.

Misalnya menjadikan orang yang sholeh yang sudah meninggal sebagai perantara, termasuk pembatal keIslāman & dia termasuk perkara jahiliah. Ta’asub terhadap orang tua, suku tidak sampai mengeluarkan seseorang dari agama Islām, terkadang ada ta’asub terhadap kesukuan, ta’asub terhadap negaranya termasuk perkara jahiliah tetapi tidak sampai mengeluarkan seseorang dari agama Islām.

Jadi jahiliah jangan langsung di pahami setiap yang jahiliah berarti mengeluarkan seseorang dari agama Islām, harus ada perincian disana.

Berarti disini ada ancaman yang lain yaitu meninggal dalam keadaan jahiliah & termasuk mufaroqotul jamaah adalah menamakan dirinya dengan selain Islām dan juga Iman selain hamba Allāh .

Hadits Ini diriwayatkan Bukhori & juga Muslim dari Abdullah Ibnu abbas , di dalam shahih Muslim juga dari Abdullah Ibnu Abbas.

«مَنْ رَأَى مِنْ أَمِيرِهِ شَيْئًا يَكْرَهُهُ فَلْيَصْبِرْ عَلَيْهِ، فَإِنَّهُ مَنْ فَارَقَ الْجَمَاعَةَ شِبْرًا فَمَاتَ إِلَّا مَاتَ مِيتَةً جَاهِلِيَّةً».

Dalam shahih Muslim

«مَنْ رَأَى مِنْ أَمِيرِهِ شَيْئًا يَكْرَهُهُ فَلْيَصْبِرْ، فَإِنَّهُ فَارَقَ الْجَمَاعَةَ شِبْرًا فَمَاتَ فمِيتَةً جَاهِلِيَّةً».

Ini lafadz yang ada di shahih bukhori & Muslim, adapun disini disebutkan famitatuhu jahiliyatun & makna nya sama.

Kenapa beliau mendatangkan lafadz ini, makna mufaroqotu jamaah diantara bentuknya adalah memberikan nama dengan nama yang bukan diberikan oleh Allāh , ini termasuk menyelisihi jamaah mereka semua menamakan diri dengan muslimin, mukminin ibadallāh tapi dia sendiri menisbahkan bukan kepada Islam, iman & juga Ibadallāh maka ini termasuk mufaroqotu jamaah yang ancamannya jika dia meninggal dunia maka mitatun jahiliyyah.

Itulah yang bisa kita sampaikan pada halaqoh kali ini semoga bermanfaat dan sampai bertemu kembali pada halaqoh selanjutnya

والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Halaqah 46 | Bab 06 Tentang Keluar dari Penamaan Islam – Pembahasan Dalil Keempat Hadits Shahih Riwayat Bukhari dan Muslim

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه ومن وله

Halaqah yang ke-46 dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitāb Fadhlul Islām yang ditulis oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahāb rahimahullāh.

Beliau mengatakan,

وفيه: أبدعوى الجاهلية وأنا بين أظهركم؟

Dan didalamnya (mungkin kembali kepada Hadits yang shahih) atau maksudnya adalah didalam Hadits yang diriwayatkan Bukhori & juga Muslim .

أبدعوى الجاهلية وأنا بين أظهركم؟

Ini Hadits yang lain, jika Hadits yang sebelumnya

من فارق الجماعة شبرا فمات فميتته جاهلية

Ini adalah haditsnya Abdullah Ibnu Abbas, adapun hadits yang dimaksud oleh beliau disini – أبدعوى الجاهلية – maka yang dimaksud adalah haditsnya Jabir Ibnu Abdillah, dari mana kita tahu ini hadits yang dimaksud oleh pengarang di sini, pertama beliau mengatakan – وفيه – maksudnya adalah didalam hadits yang shahih yang tadi kita sebutkan bisa didalam Hadits yang shahih atau didalam Hadits yang juga diriwayatkan oleh Bukhori dan juga Muslim.

Kemudian kita melihat penjelasan dari Ibnu Taimiyyah yang dinukil oleh beliau disini karena beliau setelah mendatangkan hadits Ini, beliau mendatangkan ucapan Ibnu Taimiyyah & disini beliau menyebutkan sebuah hadits yaitu adanya kasus yang hampir menjadikan disana perseteruan antara muhajirin & anshor. Haditsnya

أَنَّهُ سَمِعَ جَابِرًا رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ يَقُولُ غَزَوْنَا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

Kami berperang bersama Rasulullah

وَقَدْ ثَابَ مَعَهُ نَاسٌ مِنْ الْمُهَاجِرِينَ حَتَّى كَثُرُوا وَكَانَ مِنْ الْمُهَاجِرِينَ رَجُلٌ لَعَّابٌ فَكَسَعَ أَنْصَارِيًّا

Dan telah pergi bersama beliau beberapa orang dari kalangan Muhajirin sehingga mereka banyak (banyak berkumpul orang² Muhajirin), diantara orang² Muhajirin tersebut ada seorang laki² yang la’ab (suka bermain)

فَكَسَعَ أَنْصَارِيًّا

Maka dia memukul dubur dari orang Anshor tadi (mungkin mencolek) & dia adalah rajulun yang la’ab (suka bercanda) -al Kasa – mungkin memukul dengan tangannya atau dengan kakinya (ditendang pantatnya dengan kaki atau dipukul dengan tangannya) – – ada yang mengatakan dia adalah memukul makna nya sama pantat – bil kodam – dengan kakinya
Apa yang terjadi

فَغَضِبَ الْأَنْصَارِيُّ غَضَبًا شَدِيدًا

Maka orang Anshor tadi marah dengan marah yang sangat – حَتَّى تَدَاعَوْا – sampai akhirnya mereka saling memanggil satu dengan yang lain

وَقَالَ الْأَنْصَارِيُّ يَا لَلْأَنْصَارِ وَقَالَ الْمُهَاجِرِيُّ يَا لَلْمُهَاجِرِينَ

Berkata orang Anshor Ini – yaitu memanggil orang² Anshor _wahai orang² Anshor_
Berkata orang Muhajirin tadi – – _wahai orang² Muhajirin_

Jadi orang Anshor tadi memanggil kawan²nya dari golongan Anshor & orang Muhajirin memanggil kawan²nya Muhajirin,

فَخَرَجَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا بَالُ دَعْوَى أَهْلِ الْجَاهِلِيَّةِ

Maka Nabi keluar (mungkin keluar dari kemah nya) kemudian beliau mengatakan

مَا بَالُ دَعْوَى أَهْلِ الْجَاهِلِيَّةِ

_kenapa kalian mengajak ajakan orang² ahli jahiliyyah_ karena mereka dahulu taasubnya bukan kepada agama Islām tapi taasubnya adalah kepada qobilah ya quraisy, ya fulan, qobilah fulan bin fulan yang mereka seru adalah bukan kepada Islām tapi taasub terhadap golongan-kesukuan maka Nabi ketika mendengar

يَا لَلْمُهَاجِرِينَ … يَا لَلْأَنْصَارِ

Beliau keluar & mengatakan kenapa kalian masih menyeru kepada seruan ahlu jahiliyyah, wala dan baro nya bukan kepada Islām

ثُمَّ قَالَ مَا شَأْنُهُمْ

Kemudian beliau menyebutkan tentang apa yang terjadi diantara mereka

فَأُخْبِرَ بِكَسْعَةِ الْمُهَاجِرِيِّ الْأَنْصَارِيَّ

Kemudian beliau dikabarkan tentang apa yang terjadi
(ada seorang Muhajirin dia memukul/menendang pantatnya seorang Anshor)

فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دَعُوهَا فَإِنَّهَا خَبِيثَةٌ

Kemudian Nabi mengatakan tinggalkan ini karena sesungguhnya adalah jelek (busuk). Maksudnya adalah ta’asub dengan selain Islām meskipun itu ta’asub terhadap Muhajirin & Anshor yang mereka adalah laqob² ini ada didalam Al Quran tapi kalau menggunakan laqob² tersebut Muhajirin & juga Anshor & menjadikan dia ta’asub bukan kepada Islām tapi kepada orangnya, kalau ta’asubnya terhadap Islām orang Anshor juga Islām orang Muhajirin juga Islām, kenapa dia memanggil Ya Ahlal Anshor/Muhajirin, berarti disini ta’asubnya bukan kepada Islām tapi kepada orangnya, karena sama² Muhajirin karena ta’asubnya dengan Muhajirin.

Kalau Taasubnya adalah benar yaitu Ta’asubnya adalah kepada Islām maka dia memandang juga Anshor karena Anshor juga Muslimin & juga sebaliknya. Maka dakwah seperti ini dakwah kepada selain Islām tapi kepada golongan kepada orang per orang selain Nabi maka ini adalah dakwah jahiliyyah disifati oleh Nabi

فَإِنَّهَا خَبِيثَةٌ

Ini adalah perkara yang jelek/busuk.

Didalam shahih Muslim

كن مع النبي صلى الله عليه وسلم في غزات

Ini adalah didalam sebuah peperangan

فكسع رجل من المهاجرين رجل من الأنصاري فقال الأنصاري يا للأنصار فقَالَ الْمُهَاجِرِيُّ يَا لَلْمُهَاجِرِينَ فقال رسول الله ﷺ ما بال دعوى الجاهلية

Kalau tadi

ما بال دعوى أهل الجاهلية
قالوا يا رسول الله كسع رجل من الْمُهَاجِرِين رجلا من الأنصار فقال دعوها فإنها منتنة فسمع بذلك عبد الله بن أبي فقال فعلوها أما والله لئن رجعنا إلى المدينته ليخرجن الأعز منها الأذل..

Itu adalah kisah yang sebenernya sebagaimana kisah ini diisyaratkan didalam nukilan syaikhul Islām Ibnu Taimiyyah Setelahnya.

Jadi lafadz (shahih Muslim)

ما بال دعوى الجاهلية

Di dalam shahih Bukhori

ما بال دعوى أهل الجاهلية

Tidak ada kalimat – وأنا بين أظهركم – mungkin disini beliau karena menukil dari ucapan syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah & syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah menyebutkan – أبدعوى الجاهلية وأنا بين أظهركم؟ – akhirnya beliau mengikuti & khusnudzon terhadap syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah tentang lafadz Ini, dan ini pentingnya kita (jika sebagai thulabul ilmu) maka jika Kita masih bisa kembali kepada nukilan yang ada didalam kitab asalnya itu lebih baik, karena disana terkadang pengarang menukil dengan makna mungkin benar mungkin salah.

Jadi kalau kita bisa kembali kepada asalnya maka ini lebih baik.

Itulah yang bisa kita sampaikan pada halaqoh kali ini semoga bermanfaat dan sampai bertemu kembali pada halaqoh selanjutnya

والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Halaqah 47 | Bab 06 Tentang Keluar dari Penamaan Islam – Nukilan Dari Majmu Fatawa Li Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah Jilid 28 Halaman 328

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه ومن وله

Halaqah yang ke-47 dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitāb Fadhlul Islām yang ditulis oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahāb rahimahullāh.

Beliau mengatakan

قال أبو العباس كل ما خرج عن دعوى الإسلام والقرآن من نسب أو بلد أو جنس أو مذهب أو طريقة فهو من عزاء الجاهلية.

Berkata Abul Abbas

Ini adalah kunyah dari Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, terkadang beliau memakainya ketika di dalam kitabut Tauhid.

setiap orang yang keluar dari nama Islām & juga Al-Quran, fanatiknya bukan karena Islām bukan karena Al Quran,

من نسب berupa nasab, wala & baro nya karena nasab, misalnya kalau dia ahlul bait wala kalau bukan ahlul bait baro,

أو بلد atau berupa negeri, kalau satu negara yang sama wala kalau diluar negaranya baro,

أو جنس atau berupa suku / jenis, jika satu suku maka dia wala kalau diluar sukunya dia baro ,

أو مذهب atau madzhab, kalau sama² syafii dia wala kalau diluar Syafii maka dia baro,

أو طريقة atau berbeda jalan / cara

فهو من عزاء الجاهلية

_Maka ini semua termasuk jalan Jahiliyyah_

Kalau misalnya wala dan baro’ seseorang diukur dari semuanya itu, bukan diukur oleh keislaman seseorang, bukan diukur sesuai dengan Al Quran atau tidak apa yang dia lakukan, tapi diukur dari nasab, negeri, suku, madzhab.

Kemudian beliau mendatangkan dalil

بل لما اختصم مُهاجري وأنصاري

Bahkan ketika saling berseteru antara seorang Muhajirin & seorang Anshor

فَقَالَ المُهَاجِرِيُّ : يَا لَلْمُهَاجِرِينَ

Berkata orang Muhajirin tersebut – يَا لَلْمُهَاجِرِينَ – memanggil orang² Muhajirin

وَقَالَ الأَنْصَارِيُّ : يَا لَلْأَنْصَارِ

Dan berkata orang Anshor – يَا لَلْأَنْصَارِ

قال صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أبدعوى الجاهلية وأنا بين أظهركم؟

Maka Nabi mengatakan _apakah dengan panggilan jahiliyyah_ karena panggilan يَا لَلْمُهَاجِرِينَ , يَا لَلْأَنْصَارِ adalah panggilan jahiliyyah dia bukan berdasarkan Islām, tapi berdasarkan golongan, berdasarkan orangnya, padahal kita tahu bagaimana kedudukan Muhajirin & juga kedudukan Anshor disisi Allah . Kalau ta’asub dengan sesuatu selain Islām, karena sama² hijrah karena sama² orang Mekah atau yang satunya karena sama² orang Madinah padahal mereka adalah Muhajirin & Anshor yang memiliki kedudukan yang tinggi disisi Allah , tidak boleh kita taasub dengan orang²nya, bukan kepada Islām, lalu bagaimana dengan orang yang ta’asub dengan golongan yang lebih rendah daripada Muhajirin & Anshor, tentu nya Ini lebih diharamkan & lebih tidak diperbolehkan.

Ta’asub dengan orang² Muhajirin & Anshor tapi kalau tidak didasarkan oleh Islām maka ini tidak boleh, lalu bagaimana dengan ta’asub dengan yg selain Muhajirin & Anshor yang tentunya kedudukannya lebih rendah dari keduanya.

وغضب لذلك غضبًا شديدًا.

Dan Nabi marah dengan sebab ini semua, dengan kemarahan yang sangat besar.

انتهى كلامه.

Selesai ucapan beliau.

Dan ini adalah nukilan, kalau kita kembali kepada kitab asalnya maka ini yang diucapkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah didalam Majmu’ Fatawa

و كل ما خرج عن دعوى الإسلام والقرآن من نسبٍ أو بلدٍ أو جنسٍ أو مذهبٍ أو طريقةٍ فهو من عزاء الجاهلية.
بل لما اختصم رجلان من المهاجرين و الأنصاري فقال المهاجري: يا للمهاجرين! وقال الأنصاري: يا للأنصار
قال ﷺ: أبدعوى الجاهلية وأنا بين أظهركم؟ وغضب لذلك غضبا شديدا.

Ini disebutkan oleh beliau di dalam jilid ke-28 halaman 328.

Dengan demikian kita mengetahui tentang bagaimana keharusan untuk menisbatkan diri kepada Islām bukan kepada selain Islām.

Itulah yang bisa kita sampaikan pada halaqoh kali ini semoga bermanfaat dan sampai bertemu kembali pada halaqoh selanjutnya

والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

 

Halaqah 48 | Bab 06 Tentang Keluar dari Penamaan Islam – Nama Nama Ahlus Sunnah Wal Jama’ah

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه ومن وله

Halaqah yang ke-48 dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitāb Fadhlul Islām yang ditulis oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahāb rahimahullāh.

Kalau kita melihat nama² Ahlus Sunnah wal Jamaah, atau ahlul Jamaah atau ahlul atsar atau ahlul Hadits atau as salafiun atau athoifa Al Mansyuroh, Al Firqotun Najiyah maka semuanya kembali kepada Islām. Terkadang nama² tadi ada secara nash didalam dalil & terkadang tidak ada secara nash hanya kalau kita perhatikan dia kembali kepada Islām itu sendiri.

Dan ini adalah perbedaan antara nama² Ahlus Sunnah gelar² Ahlus Sunnah dibandingkan dengan nama² dimiliki aliran², contoh misalnya Ahlus Sunnah orang² yang berpegang teguh dengan sunnah.

Apa yang dimaksud dengan Sunnah, yang dimaksud dengan Sunnah adalah jalan , yaitu jalannya Rasulullāh , dan jalannya Rasulullāh adalah Islām itu sendiri, berarti Ahlus Sunnah adalah orang² yang mereka konsekwen/komitmen dengan ajaran Islām. Lihat kembali nama mereka kepada Islām bukan kepada yang lain.

Atau dinamakan dengan Ahlul Jamaah & jamaah asal katanya makna jamaah adalah ijtima’ dia adalah masdar, akhirnya menjadi nama kumpulan manusia, asalnya dia adalah Al Ijtima’ jadi kalau kita mengatakan Ahlus Sunnah wal Jamaah (Al Jamaah disini maknanya ijtima’) jangan diartikan orangnya, Ahlus Sunnah wal Jamaah maksudnya adalah Ahlus Sunnah wal ijtima’ oleh sebab itu lawannya Ahlul Bida’ wal furqah, karena Ahlul Bida’ adalah lawan dari Ahlus Sunnah kemudian disebutkan wal furqah & furqah adalah lawan dari Al Ijtima’.

Jadi kalau dikatakan Ahlus Sunnah wal Jamaah, maka Al Jamaah disini maksudnya adalah Al Ijtima’ mereka adalah orang yang ahli dalam bersatu.

Kenapa dinamakan ahlul jamaah atau ahlul ijtima’ karena mereka tidak mau memisahkan diri mereka dari jamaahnya Rasulullāh & juga para shahabat, bagaimanapun mereka dicela, disakiti, dihadang maka mereka tidak mau meninggalkan jalan ini, ingin terus bersatu diatas kebenaran oleh sebab itu mereka dinamakan ahlul jamaah & seringnya digabungkan antara sunnah dengan jamaah & dikatakan Ahlus Sunnati wal jamaah, mereka adalah orang yang berpegang teguh dengan sunnah & mereka yang menjaga & terus berpegang dengan jamaahnya Rasulullah untuk menjaga persatuan.

Kalau kita lihat ahlu ijtima’ ini kembali kepada Islām juga, karena maksud ijtima’ disini adalah ijtima’ diatas Islām

وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا

Seluruhnya, disuruh untuk berpegang teguh dengan – بِحَبْلِ اللَّهِ – dengan tali Allah/Al Quran .

Berarti Ahlul Ijtima’ mereka adalah ahli didalam persatuan maksudnya adalah persatuan diatas Islām, berarti kembali kepada Islām itu sendiri.

Atau nama mereka adalah Ahlul atsar, mereka adalah orang yang ahli didalam atsar, yang dimaksud dengan atsar mungkin atsar Rasulullah atau nama lain dari Hadits atau maksudnya atsar para Shahabat & juga para tabiin, berpegang teguh dengan atsar mereka, apa atsar para Shahabat & juga para tabiin? *Islām*. Karena mereka kembali kepada Islām yang murni mereka tidak memisahkan diri dari jamaahnya Nabi

خَيْرُ النَّاسِ قَرْنِي ، ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ ، ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ

Dipuji oleh Nabi karena berpegangnya mereka dengan kuat terhadap Islām yang dibawa oleh Nabi .

Berarti Ketika mereka menamakan dirinya dengan Ahlul Atsar nama ini kembali kepada Islām juga.

Atau nama mereka adalah al Firqotun Najiah mereka adalah kelompok yang selamat diambil dari Hadits Nabi , dimana beliau mengabarkan tentang iftiroqul umma (perpecahan umat) & mengabarkan bahwasanya umat ini terpecah menjadi 73 golongan

كُلُّهُمْ فِي النَّارِ

Semuanya masuk kedalam Neraka

إِلَّا وَاحِدَةً

Kecuali 1 golongan, kemudian beliau mengatakan

من كان على مثل ما أنا عليه اليوم وأصحابي

Mereka adalah orang yang berada diatas jalanku juga jalan para Shahabatku.

Inilah golongan yang selamat tadi, golongan yang satu tadi, dinamakan dengan golongan yang selamat karena pertama mereka selamat dari perpecahan yang lainnya berpecah belah, adapun golongan ini maka mereka selamat dari perpecahan, tetap mereka berada diatas jalannya Nabi , sehingga mereka dinamakan golongan yang selamat yaitu selamat dari perpecahan karena perpecahan ini musibah adapun mereka, mereka tidak berpecah tetap mereka bersatu diatas Islām yang murni.

Atau yang kedua selamat disini adalah selamat dari Neraka karena nabi mengatakan

كلهم في النار

Semuanya masuk kedalam Neraka kecuali satu.

Kedua makna ini benar, baik dikatakan selamat dari Neraka atau selamat dari perpecahan ini benar karena perpecahan itu membawa mereka kepada Neraka. Perpecahan tadi yaitu memisahkan diri/memecahkon diri dari jalannya Nabi ini adalah sebab masuknya mereka kedalam Neraka.

Berarti golongan yang selamat tadi yaitu yang selamat dari perpecahan karena selamat dari perpecahan berarti tetap berpegang teguh dengan Islām tidak mau memecahkan diri. Berarti disini kembali kepada makna Islām, Al Firqotun Najiah firqoh yang Selamat yaitu selamat dari perpecahan karena dia tidak memisahkan dirinya dari jamaahnya Nabi yang berada diatas Islām yang murni. Berarti Al Firqotun Najiah kembali kepada Islām.

Itulah yang bisa kita sampaikan pada halaqoh kali ini semoga bermanfaat dan sampai bertemu kembali pada halaqoh selanjutnya

والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Halaqah 49 | Bab 06 Tentang Keluar dari Penamaan Islam – Nama Nama Ahlus Sunnah Wal Jama’ah Bag 02

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه ومن وله

Halaqah yang ke-49 dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitāb Fadhlul Islām yang ditulis oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahāb rahimahullāh.

Kalau kita melihat Nama² Ahlus Sunnah wal Jamaah maka semuanya kembali kepada Islām.

Contoh misalnya Ahlus Sunnah wal Jamaah atau ahlul Al Jamaah atau Al Firqotun Najiah atau Ahlul Atsar atau Hadits atau As Salafiun atau nama mereka Athoifatul Manshuro golongan yang ditolong, ditolong karena berpegang teguh dengan agama Islām sebagaimana didalam Hadits

ولَنْ تَزَالَ هَذِه الأُمَّةُ قائِمَةً عَلَى أمْر الله لاَ يضُرُّهُمْ مَنْ خَالَفُمْ حَتَّى يأتِي أمْرُ الله

Amrullah yang pertama ini adalah Al Islām, dia tetap tegak diatas Amrullah yaitu Amrullah Syar’i, adapun Amrullah yang kedua adalah Amrullah al Kauni.

Amrullah Syarii ini adalah Islām syariat Islām adapun Amrullah al Kauni adalah hidupnya atau dikirimnya angin & barangsiapa yang menghirup angin tadi & didalam dirinya ada iman meskipun hanya kecil keimanannya maka dia akan meninggal dunia.

قائِمَةً عَلَى أمْر الله

Dia tetap tegak diatas agama Islām.

Amrullah disini adalah Dien Syarii

لاَ يضُرُّهُمْ مَنْ خَالَفُمْ

Tidak akan memudhoroti mereka orang yang menyelisi mereka

Kita lihat lafadz yang lain

ولَا تَزَالَ هَذِه الأمة ظاهرين على من خالفهم حتى يأتي أمر الله وهم ظاهرون

Apa makna – ظاهرون – maksudnya adalah منتصرين mereka senantiasa tertolong.

ظافرين على عدوهم الذي يخالفهم في العقيدة والمنهج

Mereka nampak & mereka ditolong oleh Allāh diatas musuh² mereka

Didalam sebuah lafadz

لاتزال طائفة من أمتي ظاهرين على الحق

Mereka nampak tetap diatas al Haq yaitu diatas agama Islām yang murni

لايضرهم من خذلهم حتى يأتي أمر الله وهم كذالك

Didalam lafadz ath Tirmidzi

لا تزال طائفة من أمتي منصورين لايضره من خذلهم حتى الساعة

Dalam sunan ibnu Majjah

لا تزال طائفة من أمتي منصورين

Dari sini kita mengetahui asal usul dari penamaan athoifa al Mansyuro golongan yang ditolong oleh Allāh, kalau kita melihat hadits² tadi & kita kumpulkan, kenapa mereka – ظاهرين – kenapa mereka – منصورين – karena mereka

قائمة على أمر الله
قائمة على حق

Sebagian lafadz tadi disebutkan mustaqiman mereka istiqomah diatas kebenaran & ini seperti firman Allāh

كتب الله لأغلبن أنا ورسلي

إِنَّا لَنَنصُرُ رُسُلَنَا وَٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ فِى ٱلْحَيَوٰةِ ٱلدُّنْيَا وَيَوْمَ يَقُومُ ٱلْأَشْهَٰدُ

_Sesungguhnya Kami akan menolong Rasul² Kami & juga orang² yang beriman_

Dan tentunya yang dimaksud orang yang beriman disini adalah orang yang benar² beriman & mewujudkan keimanan, berpegang teguh dengan Islām yang murni sehingga mereka menamakan dirinya dengan athoifa Al Mansyuro, Mansyuro karena berpegang teguh dengan Islām.

Berarti kembali nama mereka ini kepada Islām.

As Salafiun menisbahkan diri mereka kepada salaf, siapa Salaf? Generasi pertama, kedua & ketiga. As Salafusholeh mereka adalah para pendahulu kita yang shaleh. Salafy adalah orang yang menisbahkan diri mereka kepada para salaf, apa yang dilakukan oleh para Salaf perpegang teguh dengan Islām

من كان على مثل ما أنا عليه وأصحابه

Mereka adalah orang yang berada diatas jalanku & jalan para Shahabatku.

Maka Salafiyun adalah orang² yang menisbahkan diri mereka kepada para salaf yaitu para Shahabat, para Tabiin & juga para Tabiut Tabiin yang mereka berada diatas Islām yang murni. Berarti salafiun nama yang syarii karena ia kembali kepada Islām.

Maka seluruh Nama² yang kembali kepada Islām maka ini nama² yang syarii.

Itulah yang bisa kita sampaikan pada halaqoh kali ini semoga bermanfaat dan sampai bertemu kembali pada halaqoh selanjutnya

والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Halaqah 50 | Bab 06 Tentang Keluar dari Penamaan Islam – Nama Nama Ahlu Bid’ah

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه ومن وله

Halaqah yang ke-50 dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitāb Fadhlul Islām yang ditulis oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab bin Sulaiman At-Tamimi rahimahullāh.

Kalau kita melihat perbedaan antara nama-nama Ahlus Sunnah dengan nama-nama Ahlul Bida’.

Antum lihat nama-nama Ahlul Bida’, ada di antara mereka yang bernama;

√ Al-Khawarij
√ Jahmiyyah
√ Asy-Syairah
√ Al-Maturidiyyah
√ Al-Qulabiyyah
√ Al-Murji’ah
√ Ar-Rafidhah
√ Az-Zaidiyyah
√ Qadiriyyah
√Jabriyyah
√ Qadariyyah

Antum lihat, nama-nama aliran tadi tidak kembali kepada Islām, tapi kemungkinan yang pertama kembali kepada muasisnya bukan kembali kepada Islām (tapi kembali kepada muasisnya). Karena muasis ini membawa sesuatu yang baru yang tidak ada di dalam Islām, akhirnya bukan dinisbahkan kepada Islām tapi dinisbahkan kepada muasisnya.

Di antaranya apa?

√ Jahmiyyah, kepada Jahm ibn Sofwan
√ Al-Qulabiyyah dinisbahkan kepada Abdullāh ibnu Qulab.
√ Ahmadiyyah dinisbahkan kepada Mirza Ghulam Ahmad, dan seterusnya.

Ini sudah penamaan yang salah.

Kenapa menisbahkan diri kepada orangnya (muasisnya)?

Berarti dia membawa sesuatu yang baru yang tidak diajarkan oleh Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam.

Atau terkadang nama tersebut diambil dari inti dari bid’ahnya.

Contoh (misalnya):

√ Al-Murjiah diambil dari kata al-irja yang maknanya adalah takhir (mengakhirkan) atau diambil dari kata raja’.

Kalau diambil dari kata al-irja yang maknanya adalah ta’khir sebagaimana firman Allāh: أَرْجِهْ وَأَخَاهُ – akhirkan (ditunda), maksudnya adalah mereka mengakhirkan amalan, menjadikan amalan itu bukan termasuk iman. Karena orang-orang Murjiah mengatakan amalan bukan termasuk iman.

Atau dari kata raja’ artinya mereka terlalu memberikan raja’ kepada pelaku dosa besar, kemudian mengatakan, “Tidak masalah, kamu melakukan dosa besar, ini tidak memudharati antum, karena ini bukan termasuk iman”.

Berarti nama mereka diambil dari inti bid’ah mereka.

√ Rafidhah, diambil dari kata rafadh (رفض) artinya menolak, karena mereka menolak kekhilafahan Abū Bakar dan juga Umar, sehingga mereka dinamakan dengan Rafidhah.

√ Orang-orang Khawarij, diambil dari kata khuruj (خروج) karena mereka mengeluarkan pelaku dosa besar dari Islām, atau khuruj (خروج) yang berarti mereka memberontak kepada pemerintah dan juga penguasa yang sah. Karena keluar dan memberontak kepada mereka juga dinamakan dengan khuruj (خروج), sehingga mereka dinamakan dengan Khawarij. Dilihat dari inti bid’ah mereka.

Atau diambil aliran tadi (namanya) dari sebab dia keluar (sejarah dia keluar).

Seperti (misalnya):

Mu’tazilah, dinamakan Mu’tazilah karena Wāshil saat itu dia meninggalkan majelisnya Hasan Al-Bashri, karena dia ‘itazalah (إعتزله) meninggalkan majelisnya Hasan Al-Bashri, maka dinamakan dia dan juga orang-orang yang mengikutinya dengan Al-Mu’tazilah.

Antum lihat di sini! Perbedaan antara nama-nama Ahlus Sunnah dengan nama-nama aliran tersebut.

Aliran-aliran tadi tidak kembali kepada Islām. Adapun nama-nama Ahlus Sunnah maka kembali kepada Islām. Bagi orang yang mencermati nama-nama tersebut (Ahlus Sunnah) dia akan melihat bahwasanya nama-nama tersebut kembali kepada Islām.

Belum lagi ciri-ciri yang lain dan juga perbedaan yang lain. Nama-nama yang ada di dalam Ahlus Sunnah tidak menyebabkan wala dan bara’ selain kepada Islām, lain dengan nama-nama tadi.

Adapun nama-nama tadi maka di situ ada wala dan bara’, wala dan bara’nya bukan kepada Islām (bukan atas nama Islām), tapi atas nama yang lain.

Kalau Islām jamā’ah, kenapa dinamakan dengan Islām jamā’ah?

Karena intinya adalah pada jamā’ah, karena memang itu yang di konsentrasikan (tentang masalah jamā’ah).

Berkaitan dengan jamā’ah, yang namanya jamā’ah harus ada imamnya, yang namanya imam harus di ba’iat.

لا السلام الى بالجماعه

Kita ini harus, “Islāmnya harus berjamā’ah”, makanya dinamakan dengan Islām jamā’ah.

Kadang namanya benar tapi isinya yang tidak benar. Yang dituntut dari kita nama dan juga isinya, kemarin isinya sudah disebutkan tentang keharusan untuk berpegang teguh dengan isinya.

Sekarang disebutkan tentang keharusan untuk bernama dengan nama-nama yang Islām. Jadi namanya harus syari’ dan isinya juga harus Islāmi, tidak cukup dengan penamaan atau gelar saja yang Islāmi tapi isinya jauh dari Islām.

Itulah yang bisa kita sampaikan pada halaqah kali ini, semoga bermanfaat, dan sampai bertemu kembali pada halaqah selanjutnya.

والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

 



Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Fadhlul Islam Halaqah 26 -50"

Posting Komentar