Fadhul Islam Halaqah 26-50
Halaqah 26 | Bab 03 Tafsirul Islam –
Penjelasan Umum Bab dan Pembahasan Dalil Pertama QS Ali Imran 20
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه
ومن وله2alaqah yang ke-26 dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitāb
Fadhlul Islām yang ditulis oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahāb rahimahullāh.
Beliau mengatakan
باب تفسير الإسلام
Bab tentang tafsir penjelasan
hakikat Islām.
Setelah sebelumnya bab yang
pertama beliau menjelaskan tentang keutamaan Islām, dibuat pembaca itu semangat
untuk mengetahui apa itu Islām, dibuat pembaca semangat untuk mengamalkan
Islam. Disebutkan dalil dari Al-Qur’an maupun dari As-Sunnah dan juga ucapan
para Salaf, sehingga diharapkan setelah membaca bab tentang fadhlul Islām maka
timbul di dalam dirinya semangat yang membara untuk mengilmui dan juga
mengamalkan Islām.
Kemudian setelah itu beliau
menyebutkan bab yang kedua tentang wajibnya Islām & bahwasanya keutamaan
yang ada di dalam Islām, yang disebutkan pada bab yang pertama itu bukan istihbab
antum mau Islām Alhamdulillah kalau tidak maka tidak masalah.
Beliau datangkan bab yang
kedua mengingatkan bahwasanya keutamaan² tadi wajib harus kita dapatkan,
keutamaan bukan hanya kepada sesuatu yang Sunnah bahkan sesuatu yang wajib
sekalipun juga memiliki keutamaan yang sudah kita sebutkan contoh²nya, dengan
adanya bab yang kedua semakin pembaca dibuat penasaran untuk mengetahui tentang
apa itu Islām, mengapa sedemikian besarnya keutamaannya, bahkan dia adalah
sesuatu yang wajib atas muslim dan juga muslimah.
Maka ini tentunya bagi orang
yang memiliki khoir di dalam hatinya, benar² dia ingin mengikuti dan
mengamalkan/mengetahui kebenaran maka akan timbul di dalam hatinya ingin tahu
apa itu Islām, ingin mendapatkan keutamaan yang besar & ingin melakukan
kewajiban karena ternyata dia diwajibkan atasnya dan selain dia, oleh sebab itu
sangat tepat disini muallif mendatangkan bab yang ketiga – باب تفسير الإسلا – karena sebelumnya sudah menjadikan qori
itu ingin tahu tentang apa itu Islām dengan menyebutkan keutamaannya dan juga
tentang kewajiban Islām.
Yang seperti ini kalau bukan
taufiq dari Allāh ﷻ maka tentu tidak akan
bisa didapatkan, oleh sebab itu penting sekali dari awal disebutkan orang yang
ingin menulis sebuah kitab memohon pertolongan dari Allāh ﷻ supaya diberkahi dan dimudahkan di dalam menulis kitab yaitu
dengan memulai kitabnya dengan basmalah. Ini diantara berkahnya, ini diantara
buah yang bisa kita ambil karena adanya taufiq dari Allāh ﷻ dan juga pertolongan dari Allāh ﷻ
dimudahkan seseorang untuk bisa menyusun kitab dengan kerangka pikiran yang
bisa dipahami oleh pembaca.
Baik
باب تفسير الإسلام
Yaitu bab tentang penjelasan
tentang Islām itu sendiri, apa itu sebenarnya hakikat dari Islām, beliau
mendatangkan satu ayat kemudian 4 hadits yang dengannya beliau berharap bisa
menjelaskan kepada kita tentang apa sebenarnya makna Islām. Apakah Islām hanya
sekedar amalan yang ada di dalam hati ataukah Islām hanya sekedar amalan
dzhohir ataukah Islām yang dibawa oleh Nabi ﷺ
mencakup amalan yang dzhohir & bathin.
Disinilah beliau akan
mendatangkan dalilnya & kita melihat bagaimana dan apa yang beliau bawakan
diantara dalil-dalil tersebut.
وقول الله تعالى: فَإِنْ حَاجُّوكَ فَقُلْ أَسْلَمْتُ وَجْهِيَ
لِلَّهِ وَمَنِ اتَّبَعَنِ [آل عمران:20]
_Maka apabila mereka
menghujatmu tidak menerima dakwah mu_
فَقُلْ أَسْلَمْتُ
_maka katakanlah_
وَجْهِيَ لِلَّهِ وَمَنِ اتَّبَعَنِ
_aku telah menghadapkan
wajahku kepada Allāh ﷻ dan orang² yang
mengikuti diriku_
Yaitu orang² yang mengikuti
diriku juga menghadapkan wajahnya kepada Allāh ﷻ.
Ini adalah ayat yang
sebelumnya Allāh ﷻ mengatakan
۞ شَهِدَ ٱللَّهُ أَنَّهُۥ لَاۤ إِلَـٰهَ إِلَّا هُوَ
وَٱلۡمَلَـٰۤىِٕكَةُ وَأُو۟لُوا۟ ٱلۡعِلۡمِ قَاۤىِٕمَۢا بِٱلۡقِسۡطِۚ لَاۤ إِلَـٰهَ
إِلَّا هُوَ ٱلۡعَزِیزُ ٱلۡحَكِیمُ
[Surat Ali ‘Imran 18]
_Allāh ﷻ bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah
kecuali Dia & para Malaikat dan juga orang² yang berilmu tegak dengan
keadilan tidak ada sesembahan selain Dia Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana_
Berbicara tentang masalah
Tauhid yang sudah kita sampaikan penjelasan tentang ayat ini ketika membahas
tentang Al-Ushul atsTsalasah.
۞ ان الدين عند الله الاسلام
_sesungguhnya agama disisi
Allāh ﷻ adalah Islām_
Yaitu agama yang diridhai
disisi Allāh ﷻ adalah Islām.
وَمَا اخْتَلَفَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ إِلَّا مِن بَعْدِ
مَا جَاءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًا بَيْنَهُمْ ۗ
_dan tidaklah orang² yang
diberikan Al Kitab (yaitu orang² Yahudi dan Nasrani) berselisih kecuali setelah
datang kepada mereka Ilmu_
Saling mendholimi diantara
mereka
وَمَن يَكْفُرْ بِآيَاتِ اللَّهِ فَإِنَّ اللَّهَ سَرِيعُ
الْحِسَابِ
QS Ali Imran 19
_dan barangsiapa yang kufur
dengan ayat² Allāh ﷻ, maka sesungguhnya
Allāh ﷻ adalah Dzat yang sangat cepat hisab-Nya_
Kemudian Allāh ﷻ mengatakan
۞ فَإِنْ حَاجُّوكَ فَقُلْ أَسْلَمْتُ وَجْهِيَ لِلَّهِ وَمَنِ
اتَّبَعَنِ ۗ
_Maka seandainya mereka
membantahmu/menghujatmu_
Artinya mereka tidak mau menerima Islām yang dibawa olehmu,
membantahmu-membangkangmu, tidak mau menerima Islām yang dibawa oleh dirimu
wahai Muhammad,
فَقُلْ
katakanlah kepada mereka,
أَسْلَمْتُ وَجْهِيَ لِلَّهِ وَمَنِ اتَّبَعَنِ
Aku telah menyerahkan wajah ku
kepada Allāh ﷻ.
Dan sesuatu yang paling mulia/
terhormat di dalam diri kita adalah wajah, kalau kita sudah serahkan wajah kita
kepada Allāh ﷻ dan dia adalah
sesuatu yang paling terhormat yang kita miliki, tentunya anggota badan yang
lain juga mengikuti, wajah, badan, tangannya juga menyerahkan diri kepada Allāh
ﷻ tidak menyentuh kecuali yang diperbolehkan
oleh Allāh ﷻ, lisannya juga menyerahkan diri kepada
Allāh ﷻ, tidak berbicara kecuali yang diridhai
oleh Allāh ﷻ, matanya juga menyerahkan diri kepada
Allāh ﷻ, tidak melihat kecuali yang diperbolehkan
oleh Allāh ﷻ, telinganya juga demikian, hatinya juga
tidak melakukan kecuali yang diridhai oleh Allāh ﷻ,
dipenuhi hatinya oleh keikhlasan, mahabbah, rasa takut kepada Allāh ﷻ.
Adapun riya dan juga sum’ah,
hasad, dendam yang disitu ada mengikuti hawa nafsu, dan disitu ada jenis dari
pembangkangan terhadap Allāh ﷻ, karena orang yang
dendam/hasad ini mengikuti hawa nafsunya, disingkirkan itu semuanya, di
tundukan hatinya sebagaimana wajah nya diserahkan kepada Allāh ﷻ maka hatinya juga diserahkan kepada Allāh ﷻ.
Dan ini mencakup anggota badan
kita maupun apa yang ada di dalam hati kita,
Berarti
أَسْلَمْتُ وَجْهِيَ لِلَّهِ وَمَنِ اتَّبَعَنِ
Penyebutan wajah disini bukan
berarti pembatasan tapi dia adalah isyarat bahwasanya seluruh apa yang dia
miliki baik yang dzhohir maupun bathin semuanya menyerahkan diri kepada Allāh ﷻ .
Berarti Islām tafsirnya bukan
hanya sesuatu yang dzhohir saja atau sesuatu yang bathin saja, tetapi Islām
penyerahan diri secara total baik dzhohir nya maupun bathin nya.
Ini adalah Tafsirul Islām,
bahwasanya Tafsirul Islām adalah penyerahan diri secara total baik dzhohir
maupun bathin.
Inilah yang ada di dalam
Fadhlul Islām bab yang pertama adanya penyerahan total dzhohir maupun bathin
maka dia akan mendapatkan keutamaan yang besar yang disebutkan di dalam bab
yang pertama. Dan ini yang dimaksud dengan Wujubul Islām , yang wajib untuk
Islām bukan hanya dzhohir saja bukan hanya bathin saja tetapi kedua²nya.
Itulah yang bisa kita
sampaikan pada halaqoh kali ini semoga bermanfaat dan sampai bertemu kembali
pada halaqoh selanjutnya
والسلام
عليكم ورحمة الله وبركاته
Halaqah 27 | Bab 03 Tafsirul Islam –
Pembahasan Dalil Kedua Hadits Shohih Riwayat Umar Bin Khattab Radhiyallohu
‘Anhu
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه
ومن وله
Halaqah yang ke-27 dari
Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitāb Fadhlul Islām yang ditulis oleh Syaikh
Muhammad bin Abdul Wahāb rahimahullāh.
Hadits yang pertama – وفي الصحيح – di dalam Shahih,
beliau mengatakan,
عن بْنِ عمر رضي الله عنهما
أن رسول الله ﷺ قال:
Bahwasanya Rasulullah ﷺ bersabda,
الإسلام: أن تشهد أن لا إله إلا الله وأن محمداً رسول الله، وتقيم
الصلاة، وتؤتي الزكاة، وتصوم رمضان، وتحج البيت إن استطعت إليه سبيلاً.
_Islām adalah engkau
bersyahadat bahwasanya tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allāh ﷻ & bahwasanya Muhammad adalah
Rasulullāh, engkau mendirikan shalat, membayar Zakat, berpuasa di bulan
Ramadhan dan berhaji ke baitullah apabila engkau mampu menuju ke sana_
Lafadz ini disini beliau
mengatakan ‘an Ibnu Umar, padahal Haditsnya Ibnu Umar bukan demikian bunyi nya,
bunyinya (bunial Islām alkhomsi).
Hadits nya Ibnu Umar yang
meriwayatkan Bukhari dan Muslim, adapun hadits nya Umar yang meriwayatkan
adalah Al Imam Muslim. Haditsnya Umar bin Khattab Radhiyallāhu Anhu
diriwayatkan dari anaknya (Abdullah bin Umar) , ada kisahnya ketika Abdullah
bin Umar didatangkan oleh dua orang, Yahya ibn ya’mar dan juga Khumaidi bin
Abdurrahman Al Himyati ketika ketika terjadi fitnah Al Qodariyah di Ba’shroh
yang dibawa dan diusung oleh Ma’bad Al Juhani, Maka keduanya niat jika bertemu
dengan salah seorang dari sahabat Nabi ﷺ
mereka ingin bertanya, karena tentunya para sahabat mereka lebih tahu dan
mereka yang bertemu dengan Nabi ﷺ.
Dalam keadaan mereka
berhaji/Umroh,
فَقُلْنَا
kami mengatakan
لَوْ لَقِينَا أَحَدًا مِنْ أَصْحَابِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَسَأَلْنَاهُ عَمَّا يَقُولُ هَؤُلَاءِ فِي
الْقَدَرِ،
Kalau ada salah seorang
Sahabat Rasulullāh ﷺ yang bertemu dengan
kita maka kita akan bertanya kepada beliau tentang apa yang diucapkan oleh Al
Qodariyyah,
فَوُفِّقَ لَنَا عَبْدُاللَّهِ بْنُ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ
Maka kami bertemu dengan
Abdullah Ibn Umar Ibn Khotob
دَاخِلًا الْمَسْجِدَ،
di dalam Masjidil Harom
فَاكْتَنَفْتُهُ أَنَا وَصَاحِبِي، أَحَدُنَا عَنْ يَمِينِهِ،
وَالْآخَرُ عَنْ شِمَالِهِ،
Maka kamipun mengerumuni
(Abdullah Ibnu Umar) satu orang disebelah kanan & satu orang disebelah kiri
beliau (ini adalah termasuk adab)
فَظَنَنْتُ أَنَّ صَاحِبِي سَيَكِلُ الْكَلَامَ إِلَيَّ،
Maka aku menyangka bahwasanya
temanku (Humaid Ibnu Abdurrahman) beliau akan menyerahkan pertanyaannya
kepadaku sehingga beliau berbicara (mungkin melihat gerak-gerik dari Humaid
Ibnu Abdurrahman) dari sana dia faham bahwasanya dia ingin menyerahkan yang
mewakili pertanyaannya adalah Yahya bin Ya’mar, terkadang kita melihat dari
wajahnya, gerak-gerik nya kita tahu maksud dari teman, kita harus memahami
keadaan.
Maka aku berkata
فَقُلْتُ: يَا أَبَا عَبْدِ الرَّحْمَنِ، إِنَّهُ قَدْ ظَهَرَ
قِبَلَنَا نَاسٌ يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ،
Wahai Abu Abdurrahman telah
muncul dari arah kami (Ba’shroh) orang² yang mereka membaca Al-Quran (orang²
Qodariyyah juga membaca Al-Quran)
وَيَتَقَفَّرُونَ الْعِلْمَ،
Seakan² mereka juga membawa
Ilmu
وَذَكَرَ مِنْ شَأْنِهِمْ وَأَنَّهُمْ يَزْعُمُونَ أَنْ لَا
قَدَرَ، وَأَنَّ الْأَمْرَ أُنُفٌ.
Kemudian diceritakan tentang
mereka dan bahwasanya mereka menyangka bahwasanya tidak ada takdir dan
bahwasanya seluruh perkara ini terjadi dengan begitu saja, tidak disertai atau
tidak didahului dengan penulisan Takdir, kemudian disini Abdullah bin Umar
(ringkas cerita nya) Beliau mengabarkan kepada mereka,
فَقَالَ: إِذَا لَقِيتَ أُولَئِكَ، فَأَخْبِرْهُمْ أَنِّي بَرِيءٌ
مِنْهُمْ، وَأَنَّهُمْ بُرَآءُ مِنِّي،
_kalau kalian bertemu mereka,
kabarkan bahwasanya aku yaitu Abdullah bin Umar berlepas diri dari mereka dan
mereka pun berlepas diri dari aku_
Artinya apa yang mereka
lakukan bukan aqidahnya Abdullah bin Umar, seorang Sahabat Rasulullāh ﷺ yang langsung bertemu dengan Nabi ﷺ,
وَالَّذِي يَحْلِفُ بِهِ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عُمَرَ، لَوْ أَنَّ
لِأَحَدِهِمْ مِثْلَ أُحُدٍ ذَهَبًا، فَأَنْفَقَهُ، مَا قَبِلَهُ اللَّهُ مِنْهُ
حَتَّى يُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ.
Dan Demi Dzat yang Abdullah
bin Umar bersumpah dengan-Nya kalau seandainya salah seorang diantara mereka
memiliki emas sebesar gunung Uhud emas kemudian menginfakkan emas sebesar
gunung Uhud tadi, maka Allāh ﷻ tidak akan menerima
darinya sampai dia beriman dengan Takdir,
ثُمَّ قَالَ: حَدَّثَنِي أَبِي عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ،
Kemudian beliau mengatakan – حَدَّثَنِي أَبِي عُمَرُ – telah menceritakan
kepadaku bapak ku Umar bin Khattab,
قَالَ: بَيْنَمَا نَحْنُ عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ،
Baik disini Abdullah bin Umar
meriwayatkan dari dari Umar bin Khattab, seandainya seperti di dalam hadits
ini, – حَدَّثَنِي أَبِي عُمَرُ – kemudian beliau
mengatakan
بَيْنَمَا نَحْنُ عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ،
Kalau ini dimasukkan ke dalam
Musnad (Musnad Imam Ahmad misalnya) yang disusun berdasarkan Nama sahabat yang
meriwayatkan hadits tersebut, kira² dia masuk ke Musnad nya siapa? Kita lihat
siapa yang menceritakan disini, Umar bin Khattab. Yang melihat langsung
kejadian Jibril datang dan seterusnya siapa, Umar bin Khattab. Berarti ini
Hadits nya Umar bin Khattab, oleh sebab itu dalam Arbain An Nawawiyah
عن أمير المؤمنين أبي حفص
Jadi Lafadz disini yang
disebutkan lafadz nya Umar bin Khattab, ini lafadz nya yang datang dari hadits
Jibril, Hadits Jibril adalah hadits nya Umar bin Khattab, adapun haditsnya
Abdullah bin Umar maka bunyi nya
بني الإسلام على خمس
Dan kalau haditsnya Umar maka
diriwayatkan oleh Imam Muslim, Adapun hadits nya Abdullah Ibnu Umar
diriwayatkan oleh Bukhori dan Muslim. Berarti fi Shahih benar, baik
diriwayatkan oleh Bukhori Muslim atau Muslim saja maka ini tidak masalah.
Sekarang jika dia adalah
hadits nya Ibnu Umar maka maka harusnya lafadz
بني الإسلام على خمس
Kita anggap ini adalah Hadits
nya Umar bin Khattab
أن رسول الله ﷺ قال: الإسلام: أن تشهد أن لا إله إلا الله وأن
محمداً رسول الله، وتقيم الصلاة، وتؤتي الزكاة، وتصوم رمضان، وتحج البيت إن استطعت
إليه سبيلاً.
Hadits ini kalau kita sudah
belajar Ushul atsTsalasah ini adalah berbicara tentang Islām yang paling khusus
yaitu satu tingkatan diatas agama Islām, tingkatan yang paling bawah yaitu
tingkatan Al Islām yang memiliki 5 rukun. Kenapa beliau mendatangkan hadits
ini, ingin menjelaskan kepada kita bahwasanya Islām ini juga mencakup amalan²
yang dzhohir, karena ini adalah bagian atau tingkatan diantara marotib yang ada
di dalam Islām, jadi hakikat Islām bukan hanya perkara² yang bathin saja tetapi
dia juga mencakup perkara² yang dzhohir, dia bukan hanya
الاستسلام لله بالتوحيد،
Bukan hanya sekedar meyakini
Hari Akhir saja, bukan hanya meyakini kebenaran Nabi, bukan hanya meyakini
sekedar rububiyah Allāh ﷻ, tapi Islām juga di
dalamnya ada amalan² yang dzhohir, inilah kurang lebih yang ingin beliau
sampaikan kepada kita, bahwasanya Islām bukan hanya
الاستسلام لله بالتوحيد،
Tapi juga ada konsekuensi²
yang lain.
Setelah dua kalimat syahadat
ada
وتقيم الصلاة،
kerjakanlah Sholat, bukan
hanya mengucapkan
لا إله إلا الله وأن محمداً رسول الله،
Tapi ada konsekuensi amalan
dzhohir dan dia adalah amalan dzhohir termasuk yang paling besar,
وتؤتي الزكاة،
Dan harus dia membayar zakat,
kalau memang dia termasuk wajib membayar zakat,
وتصوم رمضان،
Dan harus Berpuasa di bulan
Ramadhan, kalau dia termasuk yang wajib berpuasa di bulan Ramadhan
وتحج البيت
Engkau Haji ke baitullah,
apabila engkau mampu menuju ke sana.
Inilah Islām, Islām memiliki
rukun² dan yang paling besar adalah syahadat dan bukan hanya itu saja tapi
mendirikan shalat, membayar zakat, berpuasa di bulan Ramadhan, berhaji ke
baitullah ini juga termasuk konsekuensi dari keIslāman seseorang.
Oleh karena itu Syaikh
mengatakan
والانقياد له بالطاعة،
Dan harus tunduk Kepada Allāh ﷻ dengan ketaatan, diantara ketaatan adalah
mendirikan shalat, membayar zakat, berpuasa di bulan Ramadhan, Haji adalah
bagian dalam ketaatan. Jangan ada yang menyangka bahwasanya Islām hanya sekedar
dua kalimat syahadat saja, setelah itu dia tidak melakukan amalan apapun,
disamping harus tunduk hati kita kepada Allāh ﷻ
dengan tauhid, kita juga harus menundukkan seluruh anggota badan kita untuk
Allāh ﷻ, badan dan harta kita harus ditundukkan
kepada Allāh ﷻ, keluarkan dari nya
zakat, tundukan badan kita dengan berpuasa di bulan Ramadhan, tundukan badan
kita dengan berhaji untuk Allāh ﷻ, itulah hakikat dari
Islām, bukan hanya sekedar dua kalimat syahadat, kemudian setelah itu sama
sekali dia tidak melakukan syari’at dan bukan hanya sekedar keyakinan yang ada
di dalam hati kemudian dia tidak mengamalkan apapun.
Berarti disini beliau ingin
memberikan kepada kita pengertian Islām yang sebenarnya mencakup amalan yang
dzhohir juga, tampakkan ketundukan kita kepada Allāh ﷻ.
Kalau ayat,
أَسْلَمْتُ وَجْهِيَ لِلَّهِ وَمَنِ اتَّبَعَنِ
ۗ
Islām nya wajah berarti
mengharuskan Islāmnya seluruh anggota badan yang lain, baik yang kelihatan
maupun yang ada di dalam hati kita, dzhohir dan bathin ini bagian dari Islām,
ini adalah tafsir Islām.
Adapun dari hadits ini maka
ini beliau ingin mengingatkan kepada kita bahwasanya Islām masuk di dalamnya
adalah amalan² yang dzhohir.
Itulah yang bisa kita
sampaikan pada halaqoh kali ini semoga bermanfaat dan sampai bertemu kembali
pada halaqoh selanjutnya
والسلام
عليكم ورحمة الله وبركاته
Halaqah 28 | Bab 03 Tafsirul Islam –
Pembahasan Dalil Ketiga Hadits Dari Sahabat Abdullah Bin Amr
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه
ومن وله
Halaqah yang ke-28 dari
Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitāb Fadhlul Islām yang ditulis oleh Syaikh
Muhammad bin Abdul Wahāb rahimahullāh.
Beliau mengatakan
وفيه عن أبي هريرة
Kalau yang diucapkan beliau
ada dua kemungkinan.
Kemungkinan yang pertama – وفيه – dhomir kepada hadits yang Shahih, di
dalam hadits yang Shahih dari Abu Hurairah, atau maksudnya adalah di dalam
hadits yang mutafaqun ‘alaih, & benar bahwasanya Hadits Abu Hurairah ini
diriwayatkan oleh Bukhori dan Muslim,
وفيه عن أبي هريرة
Dan di dalamnya dari hadits
Abu Hurairah, Allāhua’lam disini tidak ada disebutkan bahwasanya hadits ini
diriwayatkan oleh Abu Hurairah, tapi Hadits Abdullah Ibnu Amr diriwayatkan oleh
Bukhori dan Muslim tapi di dalam riwayat Bukhari ini lebih lengkap,
والمهاجر من هجَر ما نهى الله عنه
ini diriwayatkan oleh imam
Bukhori, berarti lafadz nya disini
المسلم من سلم المسلمون من لسانه ويده والمهاجر من هجَر ما نهى
الله عنه
Ini diriwayatkan oleh Bukhori
dan Muslim dari Abdullah Ibnu Amr, lafadz dari Bukhari,
والمهاجر من هجَر ما نهى الله عنه
Ini adalah tambahan dari
Shahih Bukhori.
Beliau mengatakan marfu’an,
berarti diangkat sampai Nabi ﷺ .
المسلم
Siapa seorang Muslim yang
sebenarnya, dia adalah
من سلم المسلمون من لسانه ويده
Seorang yang orang Islām yang
lain selamat dari lisan dan tangannya.
Dan ini adalah syahid di dalam hadits ini, beliau ingin menunjukkan kepada kita
tentang orang Islām yang sebenarnya itu bagaimana, apakah dia hanya sekedar
i’tiqod nya benar, bertauhid kepada Allāh ﷻ
kemudian secara dzhohir dia melakukan ibadah² yang dzhohir (shalat, puasa,
Zakat haji) apakah terbatas hanya itu,tidak.
Ternyata seorang Muslim yang
sebenarnya karena dia sudah tunduk semua nya, dzhohir dan bathin nya semua nya
tunduk termasuk diantaranya adalah lisan dan tangannya, karena dia sudah tunduk
pasrah kepada Allāh ﷻ, dan Allāh ﷻ menyuruh dia untuk menjaga lisan
وقولوا قولا سديدا يصلح لكم أعمالكم ويغفر لكم ذنوبكم
Karena dia sudah tunduk kepada
Allāh ﷻ sebelumnya kemudian Allāh ﷻ mengatakan,
وقولوا قولا سديدا
Kalau ucapan mu lurus, engkau
menjaga ucapan mu maka Allāh ﷻ akan memperbaiki
amalanmu, ini menunjukkan hubungan yang erat antara menjaga lisan dengan
Istiqomahnya amalan seseorang, kadang seseorang mengetahui Istiqomahnya
seseorang diluar sana dilihat dari ucapannya, karena
قولوا قولا سديدا
Ketika kita menjaga lisan kita
maka Allāh ﷻ akan memperbaiki amalan kita.
Tapi kalau seseorang tidak
menjaga lisan nya maka ini alamat bahwasanya tidak ada keistiqomahan di dalam
amalan nya, sangat erat hubungannya antara lisan dengan amalan anggota badan.
يصلح لكم أعمالكم
Kapan kita menjaga lisan kita,
Maka dia tunduk, Ya Allāh ﷻ Engkau telah
memerintahkan aku untuk menjaga lisan maka aku tundukan lisan ini dan tidak
akan berbicara dengan ucapan yang menyakiti persaudaraan, benar² tunduk baik
dari sisi aqidahnya maupun di dalam ibadah² dzhohir nya maupun ucapan dia
kepada saudara yang lain, dia mengucapkan sesuatu selalu ingat bahwa sudah
Islam/sudah menyerahkan diri kepada Allāh ﷻ
maka aku tundukan lisan ini aku serahkan lisan ini kepada Allāh ﷻ, tidak berbicara kecuali dalam apa yang di
ridhoi oleh Allāh ﷻ,
ويده
Demikian pula tangannya.
Dia tundukan tangannya
sehingga, orang Islām yg lain selamat dari apa yang dilakukan oleh tangannya ,
bagaimana tangan ini tidak bergerak kecuali dalam ke ridhoan Allāh ﷻ, tidak digunakan memukul tanpa hak, ketika
akan memukul orang lain atau anaknya dia sadar bahwa aku tunduk kepada Allāh ﷻ/bahwa aku sudah Islam, maka tangan ini
tidak boleh digerakkan kecuali dalam apa yang diridhai oleh Allāh ﷻ. Ketika akan bergerak ditahan, kita semua
sudah islam, lisan, tangan hati kita sudah Islām semua nya maka jangan
melakukan sesuatu dengan yang bertentangan dengan pasrah nya kita kepada Allāh ﷻ.
Berarti Islām yang dimaksud
oleh beliau disini mencakup di dalam nya, Islām di dalam masalah akhlak, akhlak
seorang Muslim adalah akhlak yang tercermin dari pasrah nya dia kepada Allāh ﷻ, kalau dia sudah pasrah total kepada Allāh
ﷻ maka akhlak nya juga mengikuti apa yang
diridhai Allāh ﷻ.
Jangan dia bermuamalah dengan
yang lain mengikuti hawa nafsunya, mencela, memukul dengan tangannya &
sebagian Ulama menjelaskan bahwasanya
من لسانه
Bukan hanya sekedar ucapan yang
diucapkan seseorang tapi juga selamat orang lain dari gerakan mulut nya yang
mencerminkan kebencian atau celaan , terkadang seseorang tidak berbicara tetapi
dia gerakkan mulut nya sehingga dari gerakan mulut nya diketahui bahwasanya dia
menghinakan orang lain, digerakkan mulutnya dengan maksud ingin
mencela/merendahkan orang lain.
Demikian pula masuk di dalam
ويده
Bukan hanya sekedar memukul
atau menggerakkan senjata untuk membunuh tetapi masuk di dalamnya adalah
tulisan, hasil karya tangan ini juga bisa menjadikan muslim lain celaka, dengan
tulisan bisa menyakiti hati orang lain bisa menimbulkan fitnah diantara dua
orang diantara satu suku dengan suku yang lain. Maka seorang Muslim adalah
orang Islam yang lain selamat dari perilaku lisan dan maupun perilaku
tangannya, semuanya dia tundukan, tidak ingin menjadikan tangan dan lisan nya
ini menjadi orang Islām yang lain terluka, menjadi orang Islām yang lain tidak
selamat dari kejelekan dia.
Maka disini kita memahami
beliau ingin memberi isyarat kepada kita bahwasanya Islām yang sebenarnya
mencakup semua nya, baik dari sisi aqidah kita pasrahkan dan kita yakini, kita
pasrah kepada Allāh ﷻ dengan tauhid
kemudian secara ibadah kita pasrahkan dzhohir dan bathin kita hanya kepada
Allāh ﷻ dengan shalat, zakat dan seluruh ibadah
yang lain, kemudian kita pasrah kepada Allāh ﷻ
juga kita dari sisi akhlak kita, kita tundukan hanya kepada Allāh ﷻ bukan mengikuti hawa nafsu di dalam
bermuamalah dengan manusia,
Inilah Islām yang sebenarnya
yang disebutkan keutamaan di dalam bab pertama dan disebutkan wajibnya di dalam
bab kedua, jangan dibayangkan Islām hanya perkara yang dzhohir saja masalah
shalat, zakat, puasa saja atau Islām hanya di dalam masalah Tauhid saja tapi
dia menyepelekan tentang masalah shalat, Islām bukan masalah akhlak saja yang
penting akhlaknya baik kemudian dia meninggalkan shalat, puasa, yang penting
habluminannas, tidak, Islām mencakup semua nya itu.
Kemudian beliau mengatakan,
والمهاجر من هجَر ما نهى الله عنه
Dan orang yang berhijrah yang
sebenarnya adalah orang yang meninggalkan apa yang dilarang oleh Allāh ﷻ.
Bukan hanya hijrah berpindah
dari satu tempat ke tempat yang lain tapi amalan nya tetap seperti itu ,
meninggalkan teman ke teman yang lain tetapi amalannya tetap seperti itu.
Berhijrah yang sebenarnya adalah amalan, berhijrah dari amalan yang jelek
menuju amalan yang baik, kenapa kita berhijrah dari negeri satu ke negeri yang
lain maksud nya karena ingin berubah amalannya, kenapa kita berhijrah
meninggalkan teman yang jelek menuju teman yang baik karena ingin berubah
amalan, jadi intinya pada amalan. Jangan hanya sekedar hijrah secara dzhohir
saja berbondong² berpindah dari satu negeri ke negeri yang lain tapi ternyata
sampai ke negeri yang sana amalan tetap seperti itu, bukan itu yang dimaksud,
berhijrah ke negeri yang lebih baik maksudnya adalah supaya berubah amalan nya
dari yang jelek menuju yang baik.
Berhijrah dari teman yang
jelek ke teman yang baik maksudnya bukan hanya sekedar berpindah teman saja
tapi supaya semakin baik amalan kita ketika memiliki teman yang baik, tetapi
ketika kita memiliki teman yang baik ternyata amalan kita sama saja maka ini
belum paham apa yang dimaksud dengan hijrah.
Hijrah yang sebenarnya adalah
kalau kita meninggalkan apa yang dilarang oleh Allāh ﷻ,
Hadits ini diriwayatkan oleh Al Imam Bukhori dan Muslim dari Abdullah bin Amr
dan lafadz nya disini
والمهاجر من هجَر ما نهى الله عنه
Tambahan yang ada di dalam
Shahih Bukhori.
Itulah yang bisa kita
sampaikan pada halaqoh kali ini semoga bermanfaat dan sampai bertemu kembali
pada halaqoh selanjutnya
والسلام
عليكم ورحمة الله وبركاته
Halaqah 29 | Bab
03 Tafsirul Islam – Pembahasan Dalil Keempat Hadits Dari Bahz
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه
ومن وله
Halaqah yang ke-29 dari
Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitāb Fadhlul Islām yang ditulis oleh Syaikh
Muhammad bin Abdul Wahāb rahimahullāh.
Beliau mengatakan,
وعن بهز بن حكيم عن أبيه عن جده:
Dari Bahz bin Hakim dari
Bapaknya, dari Kakeknya
أنه سأل رسول الله ﷺ عن الإسلام؟
Bahwasanya kakeknya ini (bapak
nya) ini adalah Hakim bin Mu’awiyah, adapun kakeknya adalah Mu’awiyah Ibnu
Haidah.
Disini beliau mengatakan
riwayatkan oleh Al Imam Ahmad Hadits, isnad nya Hasan.
Kalau kita kembali kepada
Musnad Al Imam Ahmad tidak menemukan tetapi di dalam Shahih Ibnu Hibban kita
baru menemukan
أن تسلم قلبك لله، وأن تولي وجهك إلى الله، وأن تصلي الصلاة
المكتوبة، وتؤدي الزكاة المفروضة
Kalau kita lihat lafadznya,
lafadz seperti – أن تسلم قلبك لله، –
tidak ada di dalam riwayat Ahmad, kalau memang beliau ingin mendatangkan
riwayat Bahz Ibnu Hakim yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad berarti ini tadi
أسلَمْتُ وجهيَ للهِ وتخلَّيْتُ، وتُقِيمَ الصَّلاةَ، وتُؤتِيَ
الزَّكاةَ،..
Ini kalau memang mau
mendatangkan riwayat nya Al Imam Ahmad dari Bahz Ibnu Hakim
عن أبيه عن جده: أنه سأل رسول الله ﷺ أسلَمْتُ وجهيَ للهِ
وتخلَّيْتُ، وتُقِيمَ الصَّلاةَ، وتُؤتِيَ الزَّكاةَ،
Kalau memang kita ingin
mendatangkan riwayat dari Al Imam Ahmad, dan Isnadnya Hasan.
Tetapi jika kita ingin
mendatangkan lafadz yang ada di dalam Ibnu Hibban maka sebagaimana yang dalam
dinukil beliau disini,
أن تسلم قلبك لله،وأن تولي وجهك إلى الله،
Tayyib,
أنه سأل رسول الله ﷺ عن الإسلام
Bahwasanya beliau (Muawiyah
Ibnu Haidah) ini bertanya kepada Rasulullāh ﷺ
tentang apa itu Islām, berarti disini tepat berkaitan dengan bab nya, karena
bab nya tentang Tafsirul Al Islām, penjelasan tentang Islām. Ada seorang
Sahabat yang bertanya kepada Nabi ﷺ
apa itu Islām, maka kita harus harus mengambil faedah dari jawaban Nabi ﷺ ini dan dengannya kita mengetahui tentang
tafsir Islām, hakikat dari Islām
فقال ،أن تسلم قلبك لله،
Islām adalah engkau (yang
pertama) menyerahkan hatimu kepada Allāh ﷻ,
berarti ini berkaitan dengan
apa yang ada di dalam hati kita, Islām hakikatnya penyerahan hati kepada Allāh ﷻ
الاستسلام لله بالتوحيد،
Mencakup hati seseorang harus
menyerahkan diri kepada Allāh ﷻ,
Kemudian yang kedua
وأن تولي وجهك إلى الله،
Dan hendaklah engkau
memalingkan wajah mu kepada Allāh ﷻ.
Sudah kita sebutkan penyerahan wajah kepada Allāh ﷻ,
kalau yang paling kita hormati yang paling kita mulia kan sudah kita serahkan
kepada Allāh ﷻ, berarti sisanya yang
lain dan dia adalah pengikut, juga mengikuti menyerahkan diri kepada Allāh ﷻ.
Kalau kita lihat konsekuensi²
dari memalingkan wajahnya kepada Allāh ﷻ
berarti dia lebih umum, jika digabungkan seperti ini karena sudah disebutkan
Islāmul Qolb sebelumnya berarti menyerahkan wajah kepada Allāh ﷻ ini lebih dekat kepada perkara² yang
dzhohir, karena bathin sudah diwakili dengan Islāmul Qolbi lillah.
Karena disini disebutkan
Islāmul Qolbi terlebih dahulu maka memalingkan wajah kepada Allāh ﷻ perkara² yang dzhohir, kalau wajahnya saja
sudah diserahkan kepada Allāh ﷻ maka yang dzhohir
yang lain (tangan, kaki semuanya) juga menyerahkan diri kepada Allāh ﷻ, berarti Islām sampai disini kita
mengetahui mencakup Islāmnya dzhohir dan bathin kita, ini pengertian langsung
dari Nabi ﷺ. Beliau menyebutkan Islāmnya dzhohir dan
bathin.
Kemudian setelah itu beliau
menyebutkan perinciannya
وأن تصلي الصلاة المكتوبة،
Ini adalah bagian dari Islām,
diantara bagian dari Islām engkau tundukan dirimu sehingga engkau melakukan
shalat bahkan dia adalah termasuk rukun Islām, dia adalah tiang agama ini,
syiar yang besar yang menunjukkan tunduknya kita adalah dengan melakukan shalat
5 waktu yaitu syiar yang besar yang menunjukkan tunduknya kita kepada Allāh ﷻ.
Kemudian yang kedua
وتؤدي الزكاة المفروضة
Dan engkau menunaikan Zakat
yang diwajibkan.
Ini juga termasuk diantara
syiar yang dzhohir yang kelihatan yang menunjukkan tentang Islāmnya Kita, kalau
kita memiliki harta yang sudah mencapai nisab dan sudah sampai haulnya maka
diantara syiar yang kuat amalan yang dzhohir yang menunjukkan tentang
penyerahan diri kita kepada AlIāh adalah ketika dia membayar zakat, disini
disebutkan perincian dari
أن تسلم قلبك لله، وأن تولي وجهك إلى الله
Disebutkan disebutkan
contohnya diantaranya adalah 2 syiar yang paling besar di dalam agama ini satu
berkaitan dengan Ibadah badaniah dan satu yang berkaitan dengan maaliyah.
Berarti Islām bukan hanya sekedar
penyerahan diri anggota badan juga harta yang kita miliki juga harus kita
serahkan kepada Allāh ﷻ.
Sampai disini Kita lihat
bagaimana penulis rahimahullah mendatangkan makna Islām yang sebenarnya.
Dari sini kita memahami
Tafsirul Islām, Islām bukan hanya amalan yang bathin, Islām bukan hanya amalan
yang dzhohir tetapi mencakup dua²nya, bukan hanya anggota badan kita yang kita
tundukan bahkan termasuk diantaranya harta yang kita miliki juga harus tunduk
pada Allāh ﷻ.
Allāh ﷻ mengatakan
أخرج
Keluarkan zakat
Maka Kita harus mengeluarkan
zakat kita.
Allāh ﷻ mengatakan atau syariat menyuruh kita untuk tersenyum maka kita
harus tersenyum, menyuruh kita untuk berijtihad dalam thulabul ilm maka kita
berijtihad .
Itulah makna Islam yang
sebenarnya tunduk semua nya kepada Allāh ﷻ.
Itulah yang bisa kita
sampaikan pada halaqoh kali ini semoga bermanfaat dan sampai bertemu kembali
pada halaqoh selanjutnya
والسلام
عليكم ورحمة الله وبركاته
Halaqah
30 | Bab 03 Tafsirul Islam – Pembahasan Dalil Kelima Hadits Dari Abu Qilabah
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه
ومن وله
Halaqah yang ke-30 dari
Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitāb Fadhlul Islām yang ditulis oleh Syaikh
Muhammad bin Abdul Wahāb rahimahullāh.
Beliau mengatakan
وعن أبي قلابة عن رجل من أهل الشام عن أبيه:
Dari Abu Kilabah dari
seseorang ahlu Syam, beliau adalah Amr Abasa Ibnu Amr Ibnu Kholi, beliau adalah
seorang Sahabat, berarti seorang Sahabat meriwayatkan dari ahli Syam & Ahli
Syam ini meriwayatkan dari bapaknya. Kalau di dalam Nukshoh di dalam Musnad Abd
Ibnu Khumaid
عن أبي قلابة عن عامر ابن عباس قال قال رجل يا رسول الله
Berarti disini Amr Ibnu Abasa
langsung kepada rajulun yang dia bertanya kepada Rasulullāh (ada kemungkinan
demikian)
عن عامر ابن عباس قال قال رجل يا رسول الله من الإسلام
Dan Ucapan beliau Qola belum
tentu beliau melihat langsung laki² tadi bertanya, mungkin disana ada perantara
antara Amr Ibnu Abasa dengan rojulun tadi, kalau yang ada di dalam Musnad Abd
Ibnu Khumaid disini dari Amr Ibnu Abasa قال قال رجل.
Baik hadits ini adalah hadits yang dhoif atau yang Shahih Kita lihat
عن أبي
Dari bapaknya
أنه سأل رسول الله ﷺ
Bahwasanya beliau bertanya
kepada Rasulullāh ﷺ,
ما الإسلام؟
Apa yang dimaksud dengan
Islām?
Dan ini sesuai dengan bab ini
karena bab pengertian Islām, beliau membawakan seorang sahabat bertanya kepada
Nabi tentang Islām, tentunya jawaban Nabi ﷺ
adalah jawaban yang paling baik yang menunjukkan tentang hakikat Islām itu
sendiri, beliau mengatakan:
قال: أن تسلم قلبك لله،
engkau menyerahkan hatimu
kepada Allāh ﷻ.
Sama dengan lafadz yang
sebelumnya, berarti bathin kita harus diserahkan kepada Allāh ﷻ, harus Ikhlas/menjauhi Riya, menjauhi sum’ah, hasad, dendam,
tidak ada perasaan yang tidak baik kepada saudaranya seislām. Itu yang pertama.
Yang kedua
ويسلم المسلمون من لسانك ويدك
Yang kedua ini juga sudah
disebutkan di dalam hadits yang Shahih, jadi yang pertama ini sudah disebutkan
pada hadits yang sebelumnya & Hadits yang sebelumnya Isnadnya Hasan.
Adapun
ويسلم المسلمون من لسانك ويدك
Maka ini ada yang diriwayatkan
Bukhari dan Muslim
Seandainya hadits ini dhoif, memudhorotkan tidak? Tidak, karena lafadz² yang
ada di dalamnya maknanya sudah ada di dalam hadits yang lain yang Shahih atau
hadits tersebut Hasan, jadi seandainya hadits yang dhoif, _la yadhuru_,
seandainya dia Hadits yang Shahih atau Hasan maka ini jelas menguatkan.
قال: أي الإسلام أفضل؟
Penanya ini menanyakan Islām
apa yang paling Afdhol?
قال: الإيمان
Islām yang paling Afdhol
adalah beriman kepada Allāh ﷻ.
Berarti Iman kepada Allāh ﷻ adalah bagian dari
Islām, bahkan dia adalah Islām yang paling afdhol.
Jadi tunduknya seseorang
kepada Allāh ﷻ & iman dia kepada
Allāh ﷻ ini bagian dari Islāmnya dia kepada Allāh ﷻ.
الاستسلام لله بالتوحيد،
Menyerahkan diri kepada Allāh ﷻ dengan Tauhid adalah bagian dari keimanan
kepada Allāh ﷻ.
Ketika kita berbicara tentang
Imam kepada Allāh ﷻ, ada 4 perkara yang
harus ada pada Iman kepada Allāh ﷻ,
meyakini bahwasanya Allāh ﷻ itu ada, kemudian
meyakini tentang rububiyyah, Uluhiyyah Allāh ﷻ,
Nama & juga sifat Allāh ﷻ, berarti Iman kepada
Allāh ﷻ berarti intinya kepada Tauhid.
Tauhid Rububiyah dan Uluhiyyah
membawa kepada kita Tauhid Uluhiyyah. Inilah yang paling Afdhol, di dalam Islām
yang paling Afdhol adalah beriman kepada Allāh ﷻ
berarti Islām mencakup di dalamnya selain akhlak yang harus ditundukkan, hati
yang harus ditundukkan maka perlu Kita diketahui bahwasanya apa yang ada di
dalam hati seseorang berupa akidah tentang Allāh ﷻ
maka itu bagian dari Islām yang paling Afdhol,
قال: وما الإيمان؟
Dia mengatakan lagi apa yang
dimaksud dengan beriman kepada Allāh ﷻ,
قال: أن تؤمن بالله، وملائكته، وكتبه، ورسله، واليوم الآخر والبعث
بعد الموت.
Yang dimaksud dengan beriman
kepada Allāh ﷻ adalah engkau beriman
kepada Allāh ﷻ & Malaikat²Nya,
Kitab²Nya, Rasul²Nya dan juga hari Akhir dan engkau beriman dengan – البعث بعد الموت -beriman dengan Al Ba’ats setelah
kematian.
Berarti beriman kepada Allāh ﷻ kalau ditafsirkan seperti ini menunjukkan
bahwasanya yang namanya Iman kepada Allāh ﷻ
konsekuensi nya Al Iman kepada Allāh ﷻ
itu mengharuskan iman kepada rukun Iman yang lain.
Jika kita sudah beriman kepada
Allāh ﷻ, percaya kepada Allāh ﷻ, Allāh ﷻ mengatakan bahwasanya
Allāh ﷻ memiliki Malaikat, Allāh ﷻ memiliki Malaikat yang mengamalkan ini, Allāh ﷻ memiliki Malaikat sifat ini, jika sudah beriman kepada Allāh ﷻ, Allāh ﷻ
mengabarkan adanya Malaikat Kita harus beriman dengan Malaikat, Allāh ﷻ mengabarkan bahwasanya Malaikat memiliki
amalan demikian, sifat demikian maka kita harus meyakini bahwasanya Malaikat
memiliki amalan/sifat demikian, berarti beriman kepada Malaikat adalah
konsekuensi dari beriman kepada Allāh ﷻ.
Beriman dengan kutub juga
demikian. Kalau memang kita sudah beriman kepada Allāh ﷻ, kemudian Allāh ﷻ mengabarkan
bahwasanya Allāh ﷻ menurunkan kitab
kepada Nabi Muhammad ﷺ, berarti konsekuensi
dari keimanan Kita kepada Allāh ﷻ harus beriman dengan
Kitab, kalau kita beriman kepada Allāh ﷻ,
maka ketika Allāh ﷻ mengabarkan, Allāh ﷻ mengutus Rasul dan menyuruh untuk beriman
dengan Rasul tadi maka kita harus beriman dengan Rasul tadi, inilah konsekuensi
Iman kita kepada AlIāh ﷻ.
Beriman dengan hari akhir juga
demikian, karena Allāh ﷻ mengabarkan tentang
terjadinya Hari Akhir, kemudian disebutkan
والبعث بعد الموت.
Dan ini adalah penyebutan yang
khusus setelah yang umum, karena Al Yaumil Akhir lebih umum dari – والبعث بعد الموت.- disebutkan karena dia termasuk unsur
yang paling penting di dalam beriman dengan Hari Akhir , sudah kita sebutkan
bahwasanya,
البعث بعد الموت
Ini termasuk Al Qodr al mujzi fil
iman bil Yaumil Akhir, termasuk kadar minimal dengan hari akhir adalah beriman
dengan Al Ba’ats, kemudian beriman dengan Al Jazaa’, dan jaza disini mencakup
surga dan neraka.
Orang yang mengingkari Al
Ba’ats mengingkari kadar minimal di dalam beriman dengan Hari Akhir, jelas
karena hari akhir terjadi setelah Ba’ats
زَعَمَ الَّذِينَ كَفَرُوا أَن لَّن يُبْعَثُوا ۚ قُلْ بَلَىٰ
وَرَبِّي ..
QS At Taghobun 7
Menunjukkan bahwasanya orang
yang mengingkari Al Ba’ats maka dia telah keluar dari agama Islām dan ini
adalah sifatnya orang² Kafir mengingkari Al Ba’ats
Dimana disebutkan beriman
dengan Al Qodar, disebutkan dalam hadits yang lain & hadits saling
melengkapi satu dan yang lain, maka jangan ada yang mengatakan disini ada
pertentangan/kontradiktif, jangan bermudah²an kita mengatakan demikian, pertama
seorang muslim ketika mendapatkan demikian, amantu billah, aku beriman kepada
Allāh ﷻ, kalau memang ini Shahih maka aku beriman
dengan apa yang datang dari Allāh ﷻ
semuanya
كل من عند ربي
Semuanya berasal dari Allāh ﷻ.
Kemudian kita berusaha
memahami, hadits itu saling melengkapi satu dengan yang lain, saling
membenarkan satu dengan yang lain, mungkin disini disebutkan khusus, disana
disebutkan umum nya, atau jika kita tidak tahu kita Kita yakin bahwasanya ulama
mereka mempunyai penjelasan yang tentang masalah ini, oleh sebab itu sebagian
Ulama karena kedalaman ilmu mereka & besar nya dan luas nya pengalaman
mereka sampai berani untuk mengatakan dan menantang barangsiapa yang menemukan
seperti ada ta’aruf diantara dalil² maka datanglah kesini maka aku akan
menjama’nya & ini tidak diucapkan kecuali seorang ulama yang rosikh di
dalam ilmu nya.
Syahidnya disini bahwasanya
beriman kepada Allāh ﷻ ini adalah bagian
dari Islām, bahkan dia adalah afdholul Islām & disini Kita memahami sabda
Nabi ﷺ kepada seorang Sahabat ketika minta
diwasiati oleh Nabi ﷺ
فو الْإِسْلَامِ قَوْلًا لَا أَسْأَلُ عَنْهُ غَيْرَك؛
Kemudian Nabi ﷺ mengatakan,
: قُلْ: آمَنْت بِاَللَّهِ ثُمَّ اسْتَقِمْ” . رَوَاهُ مُسْلِمٌ.
_katakanlah aku beriman kepada
Allāh ﷻ kemudian Istiqomahlah_,
Dimana disini Iman kepada Malaikat, Iman kepada Rasul, Iman kepada Kitab,
Takdir, itu semua adalah konsekuensi dari beriman kepada Allāh ﷻ.
Karena dia minta yang ringkas.
Maka seorang Muslim memahami
قُلْ: آمَنْت بِاَللَّهِ
Kalau memang kita beriman
kepada Allāh ﷻ berarti harus beriman
kepada Malaikat, Rasul, Kutub.
ثُمَّ اسْتَقِمْ
Dan hendaklah engkau
Istiqomah.
Yaitu Istiqomah diatas Iman
kepada Allāh ﷻ, dan konsekuensi².
Kalimat yang ringkas tapi bagi orang yang memahami maknanya, ini adalah perkara
yang besar, berarti kita harus Istiqomah diatas agama ini seluruhnya, karena
kalau mendalami kembali tentang Iman kepada Malaikat, Hari Akhir, Iman dengan
Hari Akhir juga ada konsekuensi²nya, bertaubat, beramal shaleh, meninggalkan
kemaksiatan ini adalah bagian dari beriman kepada Hari Akhir, beriman kepada
Malaikat juga demikian, tahu kalau disana ada Malaikat yang menulis – mengawasi
dan seterusnya.
Maka disini kalau memang
Hadits adalah hadits yang tetap dari Nabi ﷺ
, menunjukkan bahwasanya Islām mencakup baik akhlak kita demikian pula aqidah
kita, al-imanu billah juga bagian dari Islām demikian pula amalan² hati khauf,
Roja, mahabbah dan seterusnya semuanya harus kita serahkan kepada Allāh ﷻ dan ini adalah bagian dari Islām.
Secara ringkas kesimpulan dari
bab ini Tafsirul Islām bahwasanya Islām ini mencakup penyerahan diri di dalam
masalah aqidah dan juga masalah ibadah dan juga di dalam masalah akhlak,
penyerahan diri di dalam masalah aqidah maka kita harus mengesakan -mentauhidkan
Allāh ﷻ , di dalam masalah Ibadah maka seseorang
tunduk kepada syari’at Allāh ﷻ tidak beribadah
kecuali dengan syariat Allāh ﷻ.
Demikian pula dalam akhlak
Allāh ﷻ kita menyerahkan diri kepada Allāh ﷻ menundukan akhlak kita kepada Allāh ﷻ sehingga menjadi akhlak yang mulia
diridhai Allāh ﷻ, kalau kita
mengamalkan itu semuanya inilah muslim yang hakiki, muslim yang sebenarnya,
muslim yang memiliki keutamaan yang besar, benar² dia mewujudkan makna Islām
itu sendiri.
Itulah yang bisa kita sampaikan
pada halaqoh kali ini semoga bermanfaat dan sampai bertemu kembali pada halaqoh
selanjutnya
والسلام
عليكم ورحمة الله وبركاته
Halaqah 31 | Bab 04 Firman Allah ﷻ QS Aali Imran 85 – Penjelasan Umum Bab
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه
ومن وله
Halaqah yang
ke-31 dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitāb Fadhlul Islām yang ditulis oleh
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahāb rahimahullāh.
Setelah
beliau (rahimahullah) membawakan bab keutamaan Islām kemudian membawakan tentang
kewajiban mengikuti Islām yang dibawa oleh Nabi ﷺ,
kemudian beliau mendatangkan bab tentang Tafsirul Islām & bahwasanya Islām
yang dibawa oleh Nabi ﷺ mengharuskan
seseorang untuk menyerahkan diri baik dari sisi akidah, ibadah maupun dari sisi
akhlaknya.
Inilah Islām
yang dibawa oleh Nabi ﷺ , bukan hanya sekedar
akidah saja tanpa akhlak tanpa ibadah, bukan hanya ibadah saja tanpa akidah
tanpa akhlak, bukan hanya akhlak saja dan tidak memiliki perhatian tentang
masalah akidah & ibadah. Islām adalah agama yang tsamid/menyeluruh,
mengatur seluruh perkara.
Setelah
beliau membawakan 3 bab tadi maka beliau membawakan bab yang selanjutnya yaitu
باب قول الله تعالى: وَمَنْ يَبْتَغِ
غَيْرَ الإِسْلامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ [آل عمران:85].
Bab tentang
firman Allāh ﷻ _dan barangsiapa
yang mencari selain agama Islām maka tidak diterima darinya_
Kalau kita
perhatikan bab ini maka sangat erat hubungannya dengan bab yang pertama maupun
kedua, yaitu tentang keutamaan Islām dan bahwasanya Islām inilah agama yang
Maqbul disisi Allāh ﷻ, dan dia menunjukkan tentang
kewajiban masuk kedalam agama Islām, karena orang yang tidak memeluk agama
Islām setelah datangnya Rasulullāh ﷺ
maka dia tidak akan diterima. Jelas bahwasanya ayat ini memiliki hubungan yang
erat dengan bab yang pertama maupun bab yang kedua, mungkin ini adalah sebab
kenapa beliau tidak menulis di sana judul bab secara khusus, seperti bab²
sebelumnya karena isi dari bab ini seperti melanjutkan apa yang disebutkan oleh
beliau pada bab yang kedua, yang berisi tentang kewajiban memeluk agama Islām &
tidak diterimanya amalan seseorang yang masih menjadikan agama selain agama
Islām sebagai agamanya.
Sehingga
langsung beliau mengatakan
باب قول الله تعالى
Bab tentang
firman Allāh ﷻ, karena ini masih ada
hubungan yang erat dengan bab yang kedua & AIlāhua’lam disini ingin
menguatkan kembali, setelah berbicara tentang keutamaan kemudian berbicara
tentang wajibnya , kemudian menafsirkan setelah itu ingin menguatkan kembali
bahwasanya Islām dengan makna yang syamil seperti ini hukumnya adalah wajib,
kalau tidak maka tidak akan diterima darinya amalan.
Maka beliau
ingin menguatkan kembali dengan membawakan bab ini
باب قول الله تعالى
Bab tentang
firman Allāh ﷻ
وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الإِسْلامِ
دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ
Bab tentang
firman Allāh ﷻ
_dan barangsiapa yang mencari selain agama Islām_ maksud nya adalah selain
agama Islām yang dibawa oleh Nabi Muhammad ﷺ,
_sebagai dienan_ sebagai agama selain agama Islām yang dibawa Nabi ﷺ ini ada 2 macam
Yang pertama
agama yang memang bertentangan dengan isi agama Islām, contohnya majusi,
dinamisme & lainnya. Memang dia adalah isinya bertentangan dengan agama
Islām menyembah selain Allāh ﷻ atau dia menyembah
berhala/pohon.
Kemudian
yang kedua adalah agama para Nabi setelah diutus Nabi Muhammad ﷺ, jadi selain agama Islām yang dibawa oleh
Nabi ﷺ
غَيْرَ الإِسْلامِ دِينًا
Jadi selain
Islam yang dibawa Nabi ﷺ ini ada 2 , agama
yang memang bertentangan dengan isi agama Islām jelas orang yang memeluknya
majusi, dinamisme atau agama² yang lain, orang² Jawa juga ada agama, agama
kejawen itupun banyak aliran. Jelas itu adalah -.لا
يُقْبَلَ مِنْهُ – orang yang memeluk agama tersebut maka tidak akan diterima
darinya.
Demikian
pula agama para Nabi selain Nabi Muhammad ﷺ,
setelah diutusnya nabi Muhammad ﷺ maka agama tersebut
barangsiapa yang memeluknya dia juga tidak akan diterima darinya meskipun itu
asalnya agama seorang Nabi, agama Islām yang dibawa oleh Nabi Nuh-Musa-Sulaiman
dan seterusnya, maka setelah kedatangan Nabi Muhammad ﷺ
barangsiapa yang memeluknya agama Islām maka masuk di dalam – غَيْرَ الإِسْلامِ دِينًا – berarti bukan Islām yang dibawa oleh
Nabi ﷺ .
Sama
akhirnya
-.فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ
–
Tidak akan
diterima darinya.
Ini menunjukkan
tentang kebatilan agama² selain agama Islām yang dibawa oleh Nabi ﷺ setelah datangnya beliau, kalimat setelah
diutusnya Nabi Muhammad ﷺ maka ini penting
sekali, karena sebelum diutusnya Nabi Muhammad ﷺ,
maka umat yang dia beriman dengan Nabi yang diutusnya kepadanya benar.
Islām yang
dia peluk yang dibawa oleh Nabi yang diutus kepadanya maka ini adalah benar dan
diterima amalannya, ini sebelum diutusnya Nabi Muhammad ﷺ. Misalnya di seluruh dunia ini banyak kaum dan masing² diutus
kepadanya seorang Nabi
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ
رَّسُولًا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ ۖ
Sebelum
diutusnya Rasulullah ﷺ maka benar apa yang
mereka peluk/ ikuti masing² mengikuti Nabi yang diutus kepada kaumnya, Bani
Israel mengikuti Musa, Taurat & Nabi² yang lain maka mereka memiliki
syariat , apabila kaumnya mengikuti dia mengikuti Islām yang dia bawa maka ini
Shahih, itu sebelum diutusnya Nabi Muhammad ﷺ.
Tapi setelah
diutusnya Nabi ﷺ kalau mereka masih
ngotot-nekat dan terus memeluk agama tersebut sementara mereka
yasma’-mendengar, mendengar kedatangan Rasulullah ﷺ
maka tidak akan diterima darinya.
Setelah
diutusnya Nabi Muhammad ﷺ ini poin yang penting
jangan sampai kita salah faham kemudian mengatakan bahwasanya agama Islāmnya
Nabi Nuh salah, agama Islām Musa ini salah dan seterusnya, salah kapan &
tidak diterimanya kapan? Setelah diutusnya Nabi Muhammad ﷺ .
Maka ayat
ini menjelaskan kepada kita bahwa tentang kebatilan agama selain agama Islām
yang dibawa oleh Nabi Muhammad ﷺ & ini menunjukkan
tentang wajibnya mengikuti Islām yang dibawa oleh Nabi Muhammad ﷺ dan menunjukkan tentang keutamaan Islām
itu sendiri.
Itulah yang
bisa kita sampaikan pada halaqoh kali ini semoga bermanfaat dan sampai bertemu
kembali pada halaqoh selanjutnya
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Halaqah
32 | Bab 04 Firman Allah ﷻ QS Aali Imran 85 –
Pembahasan Hadits Dari Sahabat Abu Hurairah Riwayat Imam Ahmad Bag 01
السلام عليكم ورحمة
الله وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه
ومن وله
Halaqah
yang ke-32 dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitāb Fadhlul Islām yang ditulis
oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahāb rahimahullāh.
Beliau
berkata,
وعن أبي هريرة رضي الله عنه
Dan
dari Abu Hurairah Radhiyallāhu ‘Anhu
قال: قال رسول الله ﷺ
beliau
berkata Rasulullāh ﷺ bersabda,
تجيء الأعمال يوم
القيامة
_Akan
datang amalan² dihari Kiamat_
فتجيء الصلاة، فتقول:
Maka
berkata ash Sholah, maka datanglah Sholat
(dan jangan ada yang mengatakan bagaimana shalat ko bisa datang padahal dia
adalah sesuatu yang bukan jasad)
اللَّهَ عَلَىٰ كُلِّ
شَيْءٍ قَدِيرٌ
Allāh
ﷻ bisa menjadikan perkara² yang maknawi
diwujudkan oleh Allāh ﷻ menjadi perkara² yang
hisbi, sebagaimana Allāh ﷻ menjadikan kematian
itu dalam bentuk kambing yang disembelih di hari kiamat, sebagaimana amalan di
alam kubur akan berupa amal Sholeh menjadi seseorang yang indah yang menemani
seseorang di dalam kuburannya & amal jeleknya menjadi makhluk yang
menyeramkan yang akan menemani di dalam kuburannya, seseorang yang beriman
bahwasanya Allāh ﷻ Maha Mampu untuk melakukan
segala sesuatu maka tidak ada yang mustahil bagi Allāh ﷻ, sebagaimana Allāh ﷻ
akan menimbang amalan, bagaimana amalan ko bisa ditimbang padahal itu adalah
sesuatu yang maknawi.
فتجيء الصلاة
Diperinci
disini karena sebelumnya disebutkan – الأعمال
– secara umum, akan datang amalan² didatangkan oleh Allāh ﷻ kemudian datanglah Sholat, dan ini menunjukkan tentang
keutamaan shalat, disebutkan oleh Allāh ﷻ
dan dia datang Allāhua’lam sebelum yang lain disini, kemudian
فتقول: يا رب! أنا
الصلاة،
Maka
berkatalah ash shalat, Ya Rabbiy, aku adalah shalat
فيقول : إنك على خير،
Kemudian
Allāh ﷻ mengatakan sesungguhnya engkau (الصلاة) berada di atas kebaikan,
ثم تجيء الصدقة،
Kemudian
datanglah ash Shodaqoh,
Allāhua’lam
adapun ash sholah maka bisa disini yang dimaksud adalah shalat 5 waktu,
kemudian disebutkan shodaqoh setelahnya & yang dimaksud ash Shodaqoh disini
adalah AZ Zakat, dan Al pada الصلاة
adalah Al yang fungsinya adalah al ahdiyah maksudnya adalah sholat yang kita
kenal yaitu sholat 5 waktu
ثم تجيء الصدقة،
Ash
Shodaqoh disini adalah az Zakat
فتقول: يا رب! أنا
الصدقة،
Kemudian
dia mengatakan _wahai Rabb ku aku adalah Shodaqoh._
Dan
ini menunjukkan bahwasanya amalan yang dilakukan oleh manusia (sholat, shodaqoh
dan yang lain) maka, Allāh ﷻ yang mencipta menciptakan
amalan tersebut.
Allāh ﷻ mengatakan,
وَاللَّهُ خَلَقَكُمْ
وَمَا تَعْمَلُونَ
Dan
Allāh ﷻ yang menciptakan kalian dan apa yang
kalian kerjakan.
Apa
yang kalian kerjakan ? Sholat – shodaqoh – puasa kalian itu yang menciptakan
adalah Allāh ﷻ
Maka
dia mengatakan Ya Rabb (wahai Rabb ku) shalat mengatakan wahai Rabb ku.
Shodaqoh juga mengatakan wahai Rabb ku karena Allāh ﷻ
yang menciptakan amalan² tersebut dan ini adalah Rabb dan juga bantahan orang²
Qodariyyah yang mereka mengatakan bahwasanya merekalah yang menciptakan amalan
mereka sendiri, disini Ash Sholat mengatakan Ya Rabb, berarti yang menciptakan
dia bukan musholly nya, yang menciptakan shodaqoh bukan muzakky nya atau
mutashaddiq nya, tapi yang menciptakan adalah Allāh ﷻ,
Allāh ﷻ mengatakan kepada Sholat
إنك على خير
_Engkau
berada di atas kebaikan_
Dan
Allāh ﷻ mengatakan kepada shodaqoh
إنك على خير
Karena
dia termasuk amal Sholeh, maka jelas bahwasanya amal² Sholeh tersebut yang
diciptakan oleh Allāh ﷻ adalah diatas
kebaikan.
Adapun
Al Maashi, Ar Riba, syurbul khomr, zina, Al Qotl, maka ini adalah ‘ala syarht
bikhilafi berbeda dengan amal Sholeh yang disebutkan di sini.
ثم يجيء الصيام،
Kemudian
datanglah – الصيام – yaitu puasa
Ramadhan, Allāhuta’ala a’lam. Al disini adalah ahdiyah yang dimaksud adalah
Ramadhan
فيقول: يا رب! أنا
الصيام
Kemudian
dia mengatakan _wahai Rabb ku aku adalah puasa.
فيقول: إنك على خير،
Kemudian
Allāh ﷻ mengatakan _sesungguhnya engkau adalah
diatas kebaikan_.
Karena
dia termasuk amal Sholeh.
ثم تجيء الأعمال على
ذلك،
Kemudian
datanglah amalan² setelahnya seperti itu.
Maksudnya
adalah masing² dari mereka akan mengatakan – يا ربي!
أنا كان – menunjukkan bahwasanya seluruh amalan tadi Allāh ﷻ yang telah menciptakan mereka, tidak ada
diantara amalan² tadi diciptakan oleh manusia itu sendiri
وَاللَّهُ خَلَقَكُمْ
وَمَا تَعْمَلُونَ
Dan
di dalam sebuah hadits, Rasulullāh ﷺ
mengatakan,
إنَّ الله صَانِعُ
كُلِّ صَانعٍ وصَنْعَتِه”
_Allāh
ﷻ yang telah menciptakan segala sesuatu yang
melakukan dan apa yang dia lakukan_
صَانِعُ yang melakukan kita ini, وصَنْعَتِه dan perbuatan dia.
ثم تجيء الأعمال على
ذلك
Kemudian
berdatanganlah amalan² seperti itu
فيقول: إنك على خير،
Kemudian
Allāh ﷻ mengatakan _sesungguhnya engkau berada di
atas kebaikan_.
Itulah
yang bisa kita sampaikan pada halaqoh kali ini semoga bermanfaat dan sampai
bertemu kembali pada halaqoh selanjutnya
والسلام
عليكم ورحمة الله وبركاته
Halaqah
33 | Bab 04 Firman Allah ﷻ QS Aali Imran 85 –
Pembahasan Hadits Dari Sahabat Abu Hurairah Riwayat Imam Ahmad Bag 02
السلام عليكم ورحمة
الله وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه
ومن وله
Halaqah
yang ke-33 dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitāb Fadhlul Islām yang ditulis
oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahāb rahimahullāh.
Beliau
berkata
وعن أبي هريرة قال: قال
رسول الله ﷺ
Dan
dari Abu Hurairah Radhiyallāhu ‘Anhu beliau berkata Rasulullāh ﷺ bersabda,
ثم يجيء الإسلام،
Kemudian
datanglah Al Islam.
Allāh
ﷻ mampu untuk menjadikan Islām yang maknawi
yang berisi tentang amalan yang bathin amalan yang dzhohir, Islām di dalam
masalah akidah, Islām di dalam masalah Ibadah, Islām di dalam masalah akhlak,
datang kemudian dia juga mengatakan, يا ربي,
wahai Rabb ku,
Menunjukkan
bahwasanya apa yang ada di dalam hati kita berupa Islām, apa yang ada di dalam
akhlak kita berupa Islām, di dalam ibadah kita berupa Islām, itu semua juga
Allāh ﷻ yang menciptakan-Nya, dia mengatakan يا ربي (wahai Rabb ku). Dan Islām sebagaimana
kita tahu dia adalah minal Ibadah, sudah berlalu di dalam Ushul atsTsalasah
bahwasanya Ibadah secara umum terbagi menjadi 3, Islām, Imān & Ikhsān,
Masing²
dari Islām, maupun Imān maupun Ikhsān membawa nya, Islām dibawahnya ada amalan²
yang dzhohir, Iman ada amalan² yang bathin, Ikhsan adalah puncak di dalam Islam
dan juga Iman.
Itu
adalah pembagian ibadah secara global, ada 3 hal tersebut & semuanya adalah
ibadah yang diciptakan oleh Allāh ﷻ.
Maka
dia mengatakan
يا ربي! أنت السلام
Dia
mengatakan sesuatu yang berbeda dengan yang lain, adapun yang lain mengatakan
– رب! أنا …
(kemudian
dia menyebutkan dirinya).
Adapun Al Islām maka dia mengatakan
يا ربي! أنت السلام،
وأنا الإسلام
Engkau
wahai Rabb ku adalah as Salam, Engkaulah yang memberikan keselamatan, ada yang
mengartikan Allāh ﷻ itu adalah as Salam
maksudnya adalah memberikan keselamatan kepada makhluk-Nya, & ada yang
mengatakan as Salam disini adalah selamat dari berbagai kekurangan atau maksud
nya adalah yang memberikan keselamatan kepada yang lain dan dua²nya benar,
Allāh ﷻ Dia-lah yang memiliki sifat² kesempurnaan
tidak memiliki sifat kekurangan sedikit pun.
Dan
Dia lah Allāh ﷻ yang memberikan
keselamatan kepada makhluk-Nya
يا ربي! أنت السلام
Wahai
Rabb ku Engkau lah Rabb ku yang memberikan keselamatan.
Sebagaimana
di dalam hadits jangan kalian mengatakan
لا تقولوا: السلام على
الله، فإن الله هو السلام.
Jangan
kalian mengatakan, karena sebelumnya para shahabat ketika membaca tahiyat
mereka mengatakan
السلام على الله،
Maka
Nabi ﷺ mengatakan _jangan kalian mengatakan yang
demikian_
فإن الله هو السلام
Karena
sesungguhnya Dialah Allāh ﷻ yang memberikan
keselamatan. Karena orang yang mengatakan
السلام على الله،
Berarti
mendoakan untuk Allāh ﷻ, semoga Allāh ﷻ selamat??
Ini
jelas salah, karena
فإن الله هو السلام
Karena
Allāh ﷻ itu justru Dia-lah yang memberikan
keselamatan kepada kita.
يا ربي! أنت السلام،
Engkau
adalah yang memberikan keselamatan
وأنا الإسلام، .
Dan
aku adalah Islām (Al Islām)
Yaitu
Islām yang dibawa oleh Nabi Muhammad ﷺ,
فيقول: إنك على خير،
Kemudian
Allāh ﷻ mengatakan _sesungguhnya engkau berada di
atas kebaikan_
Sebagaimana
Al Islām tadi mengatakan
أنت السلام، وأنا
الإسلام
Berbeda
dengan ucapan amalan² sebelumnya as Syiam, as Shodaqoh. Maka Allāh ﷻ pun ketika menjawab kepada Al Islām ini
berbeda juga dengan jawaban Allāh ﷻ
terhadap amalan² yang lain
فيقول: إنك على خير،
Sesungguhnya
engkau berada di atas kebaikan
بك اليوم آخذ وبك
أُعطي،
Dengan
mu wahai Islām hari ini aku mengambil, menerima sebuah amalan, dengan apa Allāh
ﷻ mengukur nya, bagaimana Allāh ﷻ mengambilnya – بك
– yaitu dengan Islām.
Orang
yang beragama diatasmu yaitu beragama denganmu memeluk mu wahai Islām maka Aku
akan mengambilnya/menerimanya, barangsiapa yang beragama dengan mu wahai Islām
yaitu Islām yang dibawa Nabi Muhammad ﷺ
maka Aku akan mengambilnya/menerimanya, kalau tidak maka akan ditolak oleh
Allāh ﷻ, dan syahidnya disini
بك اليوم آخذ
Menunjukkan
bahwasanya syarat amal kita diterima dan diambil oleh Allāh ﷻ adalah keharusan kita untuk memeluk agama Islām yang dibawa oleh
Nabi Muhammad ﷺ, kalau tidak maka
akan ditolak amalan seseorang.
وبك أُعطي
Dan
denganmu wahai Islām Aku memberi,
Dengan
sebab Islām inilah maka Allāh ﷻ memberikan pahala,
ganjaran kepada orang yang melakukannya, jadi diterima di ambil oleh Allāh ﷻ dan diberikan ganjaran kepada orang
tersebut dengan sebab dia memeluk agama Islām.
Dan
ini menunjukkan tentang keutamaan agama Islām dan juga wajibnya memeluk agama
Islām karena Islām adalah sebab Allāh ﷻ
mengambil menerima sebuah amalan dan sebab Allāh ﷻ
memberikan pahala kepada orang yang mengamalkan.
قال الله تعالى في
كتابه:
Allāh
ﷻ berfirman di dalam kitab Nya
وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ
غَيْرَ الإِسْلامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الآخِرَةِ مِنَ
الْخَاسِرِينَ
Dan
barangsiapa yang mencari selain agama Islām sebuah agama maka tidak diterima
darinya.
Disinilah
kenapa beliau mendatangkan ayat ini karena kesesuaian tadi
بك اليوم آخذ وبك أُعطي
Dengan
فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ
Bika
– بك – maksudnya adalah Islām tadi, dengan
Islām hari ini aku mengambil dan denganmu wahai Islām Aku memberikan, maka ini
semakna dengan firman Allāh ﷻ
وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ
غَيْرَ الإِسْلامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الآخِرَةِ مِنَ
الْخَاسِرِينَ
Dan
barangsiapa yang mencari agama selain agama Islām maka tidak diterima darinya
dan diakhirat dia termasuk orang² yang merugi. Karena tidak diterima oleh Allāh
ﷻ, tidak diambil oleh Allāh ﷻ & tidak diberikan pahala, padahal dia
sudah capek di dunia menghabiskan waktunya kesana kemari, beribadah pagi &
sore tapi ternyata ibadah² tersebut tidak diterima oleh Allāh ﷻ, karena Allāh ﷻ dihari tersebut
(dihari Kiamat) hanya menerima dengan Islām & hanya memberi dengan Islām.
Harits
ini diriwayatkan oleh Al Imam Ahmad, Syaikh Al Albani mengatakan isnadnya dhoif
Berkata Abu Abdurrahman (Imam an Nasaii) Abbad Ibnu Rosid tsiqotun. Tapi
dari al-Hasan
لم يسمع أبو هريرة
Disini
الحسن mengatakan
حدثنا أبو هريرة
Padahal
Al Hasan belum pernah mendengar dari Abu Hurairah, berarti hadits ini inqitho
(terputus) sanadnya, berkata syuaib al-arnauth isnadnya dhoif.
Dia
adalah hadits yang dhoif tetapi makna tentang bahwasanya tidak diterima sebuah
amalan kecuali dengan Islām maka ini adalah maknanya yang benar, sesuai dengan
firman Allāh ﷻ
وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ
الإِسْلامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الآخِرَةِ مِنَ
الْخَاسِرِينَ.
Itulah
yang bisa kita sampaikan pada halaqoh kali ini semoga bermanfaat dan sampai
bertemu kembali pada halaqoh selanjutnya
والسلام
عليكم ورحمة الله وبركاته
Halaqah 34 | Bab 04 Firman Allah ﷻ QS Aali Imran 85 – Pembahasan Hadits Dari
Ummahatul Mukminin Aisyah Riwayat Imam Bukhari Muslim dan Ahmad
السلام عليكم ورحمة
الله وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه
ومن وله
Halaqah
yang ke-34 dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitāb Fadhlul Islām yang ditulis
oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahāb rahimahullāh.
Beliau
mendatangkan hadits yang Shahih
وفي الصحيح عن عائشة
رضي الله عنها: أن رسول الله ﷺ قال: من عمل عملاً ليس عليه أمرنا فهو رد].
Hadits
ini yaitu Hadits Aisyah diriwayatkan oleh Bukhori dan Muslim yang sudah berlalu
dengan lafadz
من أحدث في أمرنا هذا
ما ليس منه فهو رد
Adapun
lafadz yang dibawakan oleh beliau maka ini diriwayatkan oleh Al Imam Muslim dan
sudah diterangkan oleh Al Imam an Nawawi dan dia adalah hadits yang ke-5 di
dalam Arbain An Nawawiyah dengan lafadz
من عمل عملاً ليس عليه
أمرنا فهو رد
Adalah
lafadz Al Imam Muslim, jadi wafii Shahih disini bisa berarti di dalam hadits
yang Shahih atau maksudnya adalah hadits yang diriwayatkan oleh Al Bukhari dan
juga Muslim.
عن عائشة رضي الله عنها:
Dari
Aisyah Radhiyallāhu ‘Anha bahwasanya Rasulullāh ﷺ
bersabda:
من عمل عملاً ليس عليه
أمرنا
_Barangsiapa
yang mendatangkan/mengamalkan sebuah amalan tidak ada diatasnya perkara kami_
Dan perkara kami maksudnya adalah urusan agama kami, jadi -أمرنا- disini adalah أمرنادين.
Maksudnya urusan agama kami yaitu Islām.
_Barangsiapa
yang mendatangkan sebuah amalan tidak ada diatasnya agama kami/tidak dinaungi
oleh Islām tidak diajarkan oleh agama Islām_
فهو
_maka
amalan tersebut_ – هو- disini kembali ke
amalan, maka amalan tersebut
رد
Dia
adalah amalan yang tertolak.
Kenapa
sebab dia tertolak? Karena dia tidak diajarkan di dalam agama Islām, atau tidak
dilakukan oleh seseorang & dia dalam keadaan beragama Islām. Barangsiapa
yang mengamalkan sebuah amalan sementara orangnya tidak berada di atas agama
Islām, mungkin dengan makna inilah kenapa beliau mendatangkan hadits ini, ingin
menyebutkan kepada kita tentang kebatilan selain agama Islām.
Barangsiapa
yang mengamalkan sebuah amalan, shodaqoh misalnya atau memberi makan orang
miskin, menyantuni anak Yatim,
ليس عليه أمرنا
Tetapi
dia tidak berada di atasnya agama Islām, tidak dilindungi /naungi oleh agama
Islām tapi di naungi oleh selain agama Islām, mungkin dia beramal shaleh tetapi
dinaungi oleh agama Kristen, Yahudi, Majusi misalnya,
فهو رد
_Maka
amalan tersebut tertolak_
Dan
ini menguatkan tentang keutamaan Islām & juga menguatkan tentang wajibnya
masuk kedalam agama Islām, karena dengan kita masuk kedalam agama Islām maka
ini menjadi sebab diterimanya amalan seseorang, tetapi kalau seseorang masih
diluar agama Islām kemudian dia mengamalkan sesuatu maka amalan tersebut adalah
amalan yang mardud/ amalan yang tertolak tidak diterima oleh Allāh ﷻ.
ورواه أحمد
Hadits
ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad.
Para
Ulama & juga Thulabul Ilm mereka memiliki kebiasaan, apabila sebuah hadits
di riwayatkan oleh Al Imam Bukhori dan juga Muslim, maka mereka Mencukupkan
diri dengan menyebutkan diriwayatkan oleh Bukhori dan Muslim meskipun itu ada
di dalam Abu Dawud, An Nasaii, Ibnu Majah tapi mereka tidak menyebutkan yang
demikian mereka mengatakan rowahu Bukhori wa Muslim saja. Atau ketika
diriwayatkan oleh Bukhori saja misalnya meskipun itu diriwayatkan oleh Abu
Dawud, ath Tirmidzi dan juga yang lain maka mereka mencukupkan diri dengan
ucapan akhrojahu Bukhari, demikian pula ketika diriwayatkan oleh Imam Muslim.
Jadi
ketika membaca sebuah kitab dia mengatakan – أخرجه
البخاري – misalnya jangan kita menyangka bahwasanya yang meriwayatkan
hanya Bukhari saja, mungkin diriwayatkan juga oleh Baihaqi, Ibnu Khuzaimah dan
seterusnya. Tapi ketika dia diriwayatkan oleh Bukhari maka kebiasaan yang
dilakukan oleh para Ulama ini mereka menyebutkan Shahih Bukhari saja, demikian
pula jika diriwayatkan oleh Imam Muslim.
Oleh
sebab itu jika kita membaca kitab kita lihat demikian & ini yang dilakukan
oleh para Thulabul Ilm, dikeluarkan oleh Imam Muslim & dia Mencukupkan diri
dengan perkataan tersebut tanpa menyebutkan Imam² yang lain yang juga
meriwayatkan hadits ini.
Namun
disini (Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab) mengatakan – رواه الإمام أحمد – padahal didepan tadi sudah mengatakan
wafi Shahih, beliau menambahkan dengan mengatakan ورواه
أحمد diriwayatkan oleh Al Imam Ahmad, kenapa sebabnya demikian?
Karena Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab ini termasuk Hambali, beliau
mempelajari fiqih dasarnya adalah Mazhab Hambali, menisbahkan diri kepada Al
Imam Ahmad bin Hambal rahimahullah, dan sebagai mana kita ketahui Al Imam Ahmad
bin Hambal adalah sebagai seorang Imam diantara Al ‘immah al-arba’ah, beliau
memiliki kitab yang luas yaitu Musnad Al Imam Ahmad.
Dan
sebagai seseorang yang tumbuh & berkembang ditengah² ulama yang mereka
bermazhab dengan Mazhab Hanabilah dan beliau juga seorang Hambali maka tidak
heran apabila mereka punya pengagungan terhadap Imam mereka yaitu Imam Ahmad
bin Hambal.
Pengagungan
yang masih di dalam batas boleh, bukan pengagungan yang isinya adalah ghuluw
berlebih²an terhadap seorang Imam tidak. Apa disini yang beliau lakukan hanya
menambahkan saja bahwasanya hadits ini juga diriwayatkan oleh Imam mazhab kami
yaitu Al Imam Ahmad bin Hambal bukan berarti bahwasanya apa yang ada di dalam
Musnad Ahmad itu lebih baik dari apa yang ada di dalam Bukhori dan Muslim &
dia lebih Shahih (tidak).
Ini
adalah sesuatu yang lumrah terkadang kita punya guru misalnya, disebutkan oleh
guru yang lebih dikenal & lebih mumpuni cuma kita belajar nya dengan
beliau, dengan guru kita, bukan sama guru yang lebih terkenal tadi, kemudian
ditambahkan ini disebutkan oleh guru kami yang mulia di dalam kitab beliau ini
dan itu, dan maksudnya bukan mendahulukan beliau diatas ulama besar yang lain,
tetapi lumrah seorang murid memiliki takdzim terhadap gurunya sehingga beliau
menyebutkan disini – ورواه ألإمام أحمد
–
Bahkan
bukan hanya seperti ini, tetapi sampai dia membuat istilah sendiri seperti yang
dilakukan oleh kakek dari Syaikhul Islām Ibnu Taimiyah rahimahumullah yang
beliau juga termasuk Hambali yaitu Kitab Al Muntaqo yang disyarah oleh asy
Syaukani di dalam Nailul Authar.
Nailul
Authar ini adalah kitab nya asy Syaukani beliau menjelaskan mensyarah Kitab nya
Ibnu Taimiyah Al Jad/kakeknya dari Ibnu Taimiyah dan judul kitabnya adalah
Muntaqol Akbar, beliau mengatakan disini memiliki istilah sendiri di dalam
kitab beliau kalau beliau mengatakan mutafaqun alaih maka yang dimaksud adalah
disepakati oleh Bukhari, Muslim dan juga Al Imam Ahmad di dalam Musnad nya
& tentu nya ini menyelisihi istilah yang dipakai oleh para ulama yang lain,
ketika mereka mengatakan Mutafaqun alaih maka maksud nya adalah Bukhori dan
Muslim, hanya disini karena beliau adalah seorang Hambali maka beliau memiliki
takdzim tentu nya terhadap Imam yang menisbahkan diri beliau kepada imam
tersebut dan takdzim disini masih pada kadar yang diperbolehkan, beliau membuat
mustholah sendiri, jangan sampai diartikan mutafaqun alaih disini hanya
diriwayatkan oleh Bukhari dan juga Muslim.
Dengan
demikian kita sudah menyelesaikan bab yang ke-4 ini yang isinya adalah
Ta’kid/penguatan tentang wajibnya memeluk agama Islām dan bahwasanya Islām
adalah agama yang Haq adapun agama selain agama Islām yang dibawa oleh Nabi ﷺ setelah diutusnya Nabi ﷺ maka itu adalah agama yang bathil tidak diterima oleh Allāh ﷻ.
Itulah
yang bisa kita sampaikan pada halaqoh kali ini semoga bermanfaat dan sampai
bertemu kembali pada halaqoh selanjutnya
والسلام
عليكم ورحمة الله وبركاته
Halaqah 35 | Bab 05 Mencukupkan Diri Dengan
Mengikuti Alquran dan Sunnah – Penjelasan Umum Bab
السلام عليكم ورحمة
الله وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه
ومن وله
Halaqah
yang ke-35 dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitāb Fadhlul Islām yang ditulis
oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahāb rahimahullāh.
Beliau
mengatakan
باب وجوب الاستغناء
بمتابعته الكتاب عن كل ما سواه.
Wajibnya
mencukupkan diri dengan mengikuti Al Kitab – عن كل ما
سواه – dari segala sesuatu yang selain Al Kitab tersebut.
Setelah
menyebutkan tentang keutamaan Islām kemudian kewajiban memeluk agama Islām
& menyebutkan tantang bab Tafsirul Islām kemudian menguatkan kembali
tentang kewajiban memeluk agama Islām, maka disini beliau ingin semakin
menguatkan bab² yang sebelumnya berupa kewajiban masuk kedalam agama Islām
yaitu tentang kewajiban mencukupkan diri dengan Islām.
Bukan
hanya sekedar wajib mengikuti agama Islām kemudian dia juga mengikuti agama
yang lain tapi wajib bagi kita untuk mencukupkan diri dengan agama Islām,
artinya di dalam bab ini beliau mentahrir / mengingatkan jangan sampai setelah
memeluk agama Islām kemudian dia juga melakukan agama yang lain, harus bagi dia
untuk hanya mencukupkan diri dengan Islām yang dibawa oleh Nabi ﷺ.
باب وجوب الاستغناء
Wajibnya
Mencukupkan diri dengan mengikuti Al Kitab
عن كل ما سواه.
Dan
justru dengan perbedaan, bisa digabung menjadi satu yaitu – بمتابعته الكتاب – dan – بمتابعته
و السنة – dan keduanya adalah dasar dari agama Islām.
Mencukupkan
diri dengan Islām artinya mencukupkan diri dengan dasar dari Islām itu sendiri,
Al Qur’an dan juga Sunnah Nabi ﷺ , dasar dari Islām
adalah Sunnah Nabi ﷺ, kita memeluk agama
Islām maksud nya adalah menjalankan syariat yang ada di dalam agama Islām dan
syariat tersebut ada di dalam Al Qur’an dan juga Sunnah.
Mencukup
diri dengan agama Islām maksudnya mencukupkan diri dengan ajaran yang ada di
dalam agama Islām dan ajaran di dalam agama Islām ada tercantum di dalam Al
Qur’an dan juga Sunnah. Maka kita Mencukupkan diri dengan itu, hukumnya wajib.
Menunjukkan haramnya seseorang mencari hidayah dari selain dari Al Qur’an dan
juga Sunnah.
Dilarang
kita untuk mencari hidayah di dalam kitab dari sebuah agama yang memang dia
menyelisihi Islām yang dibawa oleh Nabi ﷺ.
Demikian
pula agama yang dulunya adalah agama yang benar sebelum diutusnya Nabi ﷺ , agama Islām yang dibawa oleh Musa, agama
Islām yang dibawa oleh Nuh misalnya, benar sebelum diutusnya Nabi ﷺ, mereka memiliki kitab, maka dilarang kita
untuk mencari hidayah di dalam kitab² tersebut.
وجوب الاستغناء
Kita
harus mencukupkan diri dengan apa yang ada di dalam Al Qur’an dan juga Sunnah
Nabi ﷺ.
Dilarang untuk mencari hidayah di dalam kitab² tersebut, tapi kalau melihat di
dalam kitab tersebut dan tujuannya bukan Thulabul hidayah tetapi tujuan nya
adalah kasyfu syubhat membantah orang² Yahudi, membantah orang² Nasrani
kemudian dia mendatangkan kitab yang sudah muharraf tadi yang sudah dirubah
oleh mereka dan dia termasuk orang yang kuat dari sisi Ilmu maupun dari sisi
keimanan, dari sisi Ilmu dia adalah orang yang kuat keilmuannya dari sisi
keimanan dia adalah orang yang kuat di dalam keimanan nya, kemudian dia membuka
kitab tersebut untuk membantah kepada pengikut selain agama Islām maka ini
diperbolehkan, yang dilarang adalah ingin mencari hidayah yang merasa tidak
cukup dengan apa yang ada di dalam Al Qur’an dan juga Sunnah.
Oleh
karena itu para Ulama sampai sekarang mereka mempelajari tentang adyan dan
membantah mereka baik dari sisi agama kita yaitu agama Islām maupun dari dalam
kitab mereka itu sendiri yang sudah muharrof. Syaikhul Islām beliau memiliki
Kitab Al Jawāb Ash Shahīh Liman Baddala Dīnal Masīh, Ibnu Qayyim memiliki Kitab
Hidayatu Al khayaro membantah orang² Nashoro , bagaimana mereka membantahnya
membuka kitab² mereka, ini tidak masalah
باب وجوب الاستغناء
بمتابعته الكتاب عن كل ما سواه
Orang
yang mempelajari kitab tadi dengan maksud tersebut maka tidak masuk kedalam Al
Istighna, tidak kita anggap dia tidak merasa cukup dengan Al Qur’an dan Sunnah
karena maksud dan niatnya adalah untuk membantah.
Itulah
yang bisa kita sampaikan pada halaqoh kali ini semoga bermanfaat dan sampai
bertemu kembali pada halaqoh selanjutnya
والسلام
عليكم ورحمة الله وبركاته
Halaqah 36 | Bab 05 Mencukupkan Diri Dengan
Mengikuti Alquran dan Sunnah – Pembahasan Dalil Pertama QS An Nahl 89
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه
ومن وله
Halaqah yang
ke-36 dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitāb Fadhlul Islām yang ditulis oleh
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahāb rahimahullāh.
Beliau
mendatangkan 1 ayat & 1 hadits untuk menunjukkan tentang wajibnya
mencukupkan diri dengan Al Qur’an dan juga Sunnah yang merupakan dasar agama
Islām.
Beliau
mengatakan:
وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ
تِبْيَانًا لِكُلِّ شَيْءٍ [النحل:89]
_Dan Kami
menurunkan kepadamu Kitab (Al Qur’an) sebagai penjelas untuk segala sesuatu_
Menunjukkan
kepada kita bahwasanya di dalam Al Qur’an ada segala sesuatu yang diperlukan
oleh manusia di dalam kehidupan dia, kebahagiaan dia di dunia maupun di
Akhirat.
Allāh ﷻ mengatakan – تِبْيَانًا
لِكُلِّ شَيْءٍ – sebagai penjelas terhadap segala sesuatu, apa yang kita
perlukan yang mendekatkan diri kita kepada surga dan dijauhkan dari neraka
sudah diterangkan di dalam Al Qur’an, dia adalah kitab yang sempurna & di
dalamnya telah dijelaskan segala sesuatu.
Hanya saja
tidak semua orang mengetahui tentang kesempurnaan Al Qur’an tersebut. ada
diantara mereka sesuai dengan ilmu yang Allāh ﷻ
berikan kepadanya bisa mengetahui dari sebuah ayat bahwasanya dia mengandung
demikian & demikian, dan faedah ini tidak diketahui oleh yang lain, yang
jelas Allāh ﷻ sudah mengabarkan
bahwasanya di dalam Al Qur’an itu ada penjelasan terhadap segala sesuatu.
Jika memang itu
sudah sempurna berarti seluruh kebaikan yang kita perlukan ada di dalam Al
Qur’an, seandainya itu ada di dalam Taurat, Injil atau di dalam Weda atau
Tripitaka ketahuilah bahwasanya itu sudah ada di dalam agama Islām. Kalau
memang itu sebuah kebaikan maka itu ada di dalam agama Islām, lalu untuk apa
kita mencari kebaikan tersebut di dalam kitab yang lain di dalam agama yang
lain, kalau memang itu sudah ada di dalam agama Islām.
Seperti itu
juga tentang masalah mengambil kebaikan dari ahlu bid’ah, ketahuilah bahwasanya
seluruh kebaikan yang kita perlukan itu sudah ada di dalam ahli Sunnah, karena
Ahlul Sunnah berpegang teguh kepada – القرءان
تِبْيَانًا لِكُلِّ شَيْءٍ – dan berpegang kepada Sunnah Nabi ﷺ yang diwariskan oleh Nabi ﷺ
بيضاء نقية ما مامن شيء يقرب من الجنة
ويباعد عن النار إلا وقد بين لكم
Oleh karena
itu seluruh kebaikan yang kita perlukan di dalam dunia & agama kita ada di
dalam agama Islām, ada di dalam Sunnah Nabi ﷺ.
Seandainya
seseorang mengatakan itu aliran ada kebaikannya, mereka semangat di dalam
ibadah, dakwah, amal ma’ruf nahi mungkar, ketahuilah sebenarnya kebaikan itu
ada di dalam agama Islam, kalau kita urutkan kebaikan tersebut maka akan
kembali kepada Al Qur’an dan juga hadits.
Oleh karena
itu tidak perlu seseorang mengikuti seluruh aliran kita ambil baiknya dan
ditinggalkan kejelekannya, kalau mereka memiliki kebaikan ketahuilah bahwasanya
Ahlussunah sudah ada, tidak perlu kita mengikuti aliran² tersebut, kalau masih
demikian berarti dia masih bingung/belum sadar bahwasanya di dalam Ahlussunah
sendiri mereka berpegang dengan sesuatu yang sempurna, semua kebaikan ada di
dalam Ahlusunnah.
Jadi
kebaikan² yang ada di dalam aliran² tersebut pasti ada di dalam diri
Ahlussunah, adapun kebaikan yang ada di dalam Ahlusunnah belum tentu ada pada
diri mereka.
Itulah yang
bisa kita sampaikan pada halaqoh kali ini semoga bermanfaat dan sampai bertemu
kembali pada halaqoh selanjutnya
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Halaqah 37 | Bab 05 Mencukupkan Diri Dengan
Mengikuti Alquran dan Sunnah – Penjelasan Umum Bab dan Pembahasan Dalil Kedua
Hadits Riwayat Imam An Nasai Dari Sahabat Jabir Radhiyallohu ‘Anhu
السلام عليكم ورحمة
الله وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه
ومن وله
Halaqah
yang ke-37 dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitāb Fadhlul Islām yang ditulis
oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahāb rahimahullāh.
Untuk
menunjukkan wajibnya mencukupkan diri dengan Al Qur’an dan juga Sunnah yang
merupakan dasar agama Islām, beliau mendatangkan 1 ayat & 1 Hadits yang
disini dikatakan oleh beliau – روى النسائي وغيره
– diriwayatkan oleh Al Imam an Nasaii & juga yang lain.
عن النبي ﷺ: أنه رأى في
يد عمر بن الخطاب رضي الله عنه ورقة من التوراة،
Diriwayatkan
oleh Al Imam an Nasaii & juga yang lain dari Nabi ﷺ
, bahwasanya Beliau ﷺ melihat ditangan Umar
bin Khattab ada 1 lembar dari Taurat.
Bukan
Taurat sempurna tapi dia adalah 1 lembar dari Taurat, Maka Nabi ﷺ berkata kepada Umar bin Khattab
أمتهوكون يا ابن
الخطاب؟
Apakah
kalian dalam keadaan bingung wahai Umar bin Khattab?
Sehingga masih membaca kitab seperti ini, kitab yang sudah di nashk oleh Al
Qur’an & seluruh kebaikan kalau memang disitu ada Wahyu maka kebaikan
tersebut ada di dalam Al Qur’an -تِبْيَانًا لِكُلِّ
شَيْءٍ –
لقد جئتكم بها بيضاء
نقية،
Sungguh
aku telah datang kepada kalian dengannya (dengan syariat ini, dengan Islām ini)
dalam keadaan putih bersih,
Ini
adalah sesuatu yang sangat jelas & terang, jelas memberikan petunjuk kepada
manusia tidak ada di dalamnya ghumuh (sesuatu yang samar) sehingga perlu untuk
mencari kejelasannya di dalam Taurat atau Injil. Tidak ada yang samar sehingga
jangan ada diantara kalian mengatakan perlu kita mencari penjelasannya di dalam
Taurat & juga di dalam Injil, seandainya seseorang selama hidupnya memeluk
agama Islām & tidak pernah membaca Taurat & juga Injil maka itu sudah
mencukupi baginya, karena Nabi ﷺ telah datang kepada
kita dengan sesuatu yang sangat jelas terang benderang.
Ucapan
beliau
أمتهوكون يا ابن
الخطاب؟
Ini
adalah pertanyaan yang sifatnya pengingkaran, apakah Hamza di sini adalah
hamazatul Istifham (pertanyaan), tapi ada diantara pertanyaan yang maksudnya
adalah pengingkaran,
_apakah
kamu bingung wahai Umar bin Khattab?_
Ini
adalah mengingkari beliau , kenapa melakukan nya demikian…
Pengingkaran disini menunjukkan tentang wajibnya mencukupkan diri dengan Al
Qur’an dan juga Sunnah, karena Beliau ﷺ
mengingkari, mengingkari kenapa masih memegang Taurat/lembaran dari Taurat.
Pengingkaran
beliau menunjukkan tentang wajibnya mencukupkan diri dengan Al Qur’an dan juga
Sunnah, ini syahidnya dari hadits yang mulia ini. Ditambah lagi beliau
mengatakan
لقد جئتكم بها بيضاء
نقية
Menyebutkan
tentang keutamaan apa yang Beliau ﷺ
bawa, keutamaannya adalah jelas & terang benderang, ini juga menguatkan
keharusan untuk mencukupkan diri dengan Al Qur’an dan juga Sunnah yang dibawa
oleh Nabi ﷺ.
Ditambah
sisi yang ketiga, beliau menyebutkan tentang akibat orang yang tidak mengikuti
Sunnah beliau
لو كان موسى حياً
Seandainya
Musa – حياً – dalam keadaan sekarang ini masih hidup
واتبعتموه
Kemudian
kalian mengikuti beliau, mengikuti Taurat yg beliau bawa
وتركتموني
_Kemudian
kalian meninggalkan diriku_
Padahal beliau juga Nabi, Nabi Muhammad ﷺ
juga Nabi
ضللتم
Niscaya
kalian akan sesat.
Disini sisi yang ketiga, orang yang tidak mencukupkan diri dengan Al Qur’an dan
Sunnah, setelah kedatangan Nabi ﷺ maka pasti dia akan
sesat, menunjukkan tentang wajibnya mengikuti Al Qur’an dan Sunnah mengikuti Nabi
ﷺ yang telah membawa Al Qur’an dan Sunnah
tadi, berarti ini juga menunjukkan tentang kewajiban mencukupkan diri tadi.
Dari
lafadz ini ada 3 sisi yang dengannya kita mengetahui tentang kewajiban
mencukupkan diri dengan Al Qur’an dan juga Sunnah yang dibawa oleh Nabi ﷺ,
1.
Ucapan beliau
أمتهوكون يا ابن
الخطاب؟
Ini
adalah pengingkaran. Pengingkaran kepada Umar Ibnu Khattab yang saat itu
membawa lembaran Taurat & pengingkaran ini tentang wajibnya mencukupkan
diri dengan Al Qur’an dan Sunnah.
2.
Sifat Al Qur’an dan juga Sunnah yang disebutkan oleh beliau bahwasanya dia
adalah – بيضاء نقية – terang benderang,
disini ada isyarat dari beliau untuk mengikuti Al Qur’an dan Sunnah yang terang
benderang tadi yang tidak ada kesamaran di dalamnya.
3.
Kabar dari beliau seandainya kita meninggalkan beliau ﷺ
dan mengikuti seorang Nabi sebelum beliau ﷺ
niscaya ini akan menjadikan kita tersesat, padahal itu seorang Nabi, lalu
bagaimana seandainya yang dia ikuti bukan seorang Nabi.
Seorang
Nabi saja setelah diutusnya Nabi ﷺ,
kalau kita masih mengikutinya maka kita tersesat, mengikuti Taurat yang asli
misalnya, Injil yang asli misalnya seandainya dia ada kemudian selama hidup
berpegang dengan Taurat & Injil tadi setelah kedatangan Nabi ﷺ maka kita dinamakan orang yang sesat &
ini menunjukkan tentang wajibnya mengikuti apa yang dibawa oleh Nabi ﷺ.
Itulah
yang bisa kita sampaikan pada halaqoh kali ini semoga bermanfaat dan sampai
bertemu kembali pada halaqoh selanjutnya
والسلام
عليكم ورحمة الله وبركاته
Halaqah 38 | Bab 05 Mencukupkan Diri Dengan
Mengikuti Alquran dan Sunnah – Penjelasan Umum Bab dan Pembahasan Dalil Kedua
Hadits Riwayat Imam An Nasai Dari Sahabat Jabir Bag 02
السلام عليكم ورحمة
الله وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه
ومن وله
Halaqah
yang ke-38 dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitāb Fadhlul Islām yang ditulis
oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahāb rahimahullāh.
Beliau
mengatakan rahimahullah
وفي رواية: لو كان موسى
حياً ما وسعه إلا اتباعي
_Seandainya
Musa dalam keadaan hidup maka tidak luas bagi beliau kecuali mengikuti diriku_.
Kalau
yang
ولو كان موسى حياً
واتبعتموه وتركتموني ضللتم
Yang
dibicarakan disini Umat nya, seandainya Musa hidup, kalian kemudian ikut beliau
dan meninggalkan Muhammad maka kalian sesat.
Adapun
لو كان موسى حياً ما
وسعه إلا اتباعي
Yang
dibicarakan disini adalah Musa, seandainya beliau hidup maka kewajiban dia
adalah mengikuti Muhammad ﷺ.
Oleh
sebab itu beliau mengatakan – وفي رواية
– di dalam riwayat yang lain (sebagaimana diatas) berarti bisa dikatakan ini
adalah sisi yang keempat.
Seorang
Nabi saja seandainya dia hidup sekarang maka kewajiban dia adalah mengikuti
Nabi ﷺ & mencukupkan diri dengan Al Qur’an dan
juga Sunnah yang dibawa oleh Nabi ﷺ.
Musa
meskipun dia yang diturunkan kepadanya Taurat jika bertemu dengan Nabi ﷺ maka dia harus tinggalkan Taurat &
beriman dengan Nabi ﷺ mengikuti syariat
beliau ﷺ, itu Musa alaihissallam yang memiliki
Taurat ini yang lembaran nya sedang engkau bawa ini, seandainya dia masih hidup
sekarang maka tidak luas bagi beliau kecuali mengikuti diriku.
Jika
Nabi nya saja yang diturunkan kepadanya Taurat wajib bagi dia mengikuti Nabi ﷺ & mencukup kan diri dengan apa yang
dibawa oleh Nabi ﷺ berupa Al Qur’an dan
Sunnah lalu bagaimana dengan pengikut nya, & orang yang tentunya derajat lebih
rendah daripada beliau maka tentunya ini lebih harus mencukupkan diri dengan
apa yang dibawa oleh Nabi ﷺ.
فقال عمر: “رضينا بالله
رباً، وبالإسلام ديناً، وبمحمد ﷺ رسولاً”
Maka
Umar mengatakan setelah mendengar ucapan Nabi ﷺ
_kami ridho Allāh ﷻ sebagai Rabb kami
& kami ridho Islām adalah agama bagi kami & kami ridho Muhammad ﷺ adalah Rasul bagi kami_
Ini
adalah ucapan Umar RadhiyAllāhu Anhu ketika mendengar nasihat & ucapan dari
Nabi ﷺ.
Beliau
mengatakan disini diriwayatkan oleh an Nasaii. Dan kalau kita melihat di dalam
sunan an Nasaii tidak kita temukan yang demikian, Hadits ini diriwayatkan oleh
Al Imam Ahmad di dalam Musnad nya & di sini disebutkan
عن عمر بن الخطاب عن
النبي ﷺ بكتاب أصابه من بعد أهل الكتب فقرأه على النبي ﷺ فغضب
Datang
kepada Nabi ﷺ yang beliau dapatkan
kitab tersebut dari ahlul Kitab, karena beliau mungkin dalam peperangan atau
yang lain, maka Nabi ﷺ membacanya kemudian
beliau marah, di dalam Nuskhoh ini yang membaca Nabi ﷺ
dan ini tidak mungkin karena beliau ﷺ
ummi, dan kedua disini ada marah karena tidak mungkin beliau ﷺ yang baca beliau yang marah ﷺ,
yang benar yang membaca adalah Umar bin Khattab sebagaimana hadits yang lain
بكتاب أصابه من بعد أهل
الكتب فقرأه على النبي ﷺ
Maka
dia membaca di depan Nabi ﷺ
فغضب
Maka
Nabi ﷺ marah yang demikian
فقال أم متهفون فيها يا
ابن الخطاب
Kemudian
beliau ﷺ mengatakan ucapan ini
والذي نفسي بيده لقد
جئتكم فيها بيضاء نقية لا تسألهم عن شيء فيخبركم بحق فتكذب به أو بباطل فتصدق به
والذي نفسي بيده لو أن كان موسى حيا ما وسعه إلا أن يتبني
Ini
di dalam Musnad Al Imam Ahmad.
Ucapan
beliau – و غيره – berarti beliau juga
tahu bahwasanya Hadits ini diriwayatkan oleh yang lain juga, diantaranya adalah
Al Imam Ahmad bin Hambal di dalam Musnad beliau.
Hadits
ini didhoifkan oleh sebagian namun Syaikh Al Albani rahimahullah beliau
menghasankan, demikian pula yang menta’liq Musnad Ahmad juga menghasankan
hadits ini. Syuaib al-Arnauth mengatakan isnadnya dhaif. (…)
Itulah
yang bisa kita sampaikan pada halaqoh kali ini semoga bermanfaat dan sampai bertemu
kembali pada halaqoh selanjutnya
والسلام
عليكم ورحمة الله وبركاته
Halaqah 39 | Bab 05 Mencukupkan Diri Dengan
Mengikuti Alquran dan Sunnah – Penjelasan Umum Bab dan Pembahasan Dalil Kedua
Hadits Riwayat Imam An Nasai Dari Sahabat Jabir Bag 03
السلام عليكم ورحمة
الله وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه
ومن وله
Halaqah
yang ke-39 dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitāb Fadhlul Islām yang ditulis
oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahāb rahimahullāh.
Di
dalam Sunan Ad Darimy, disini disebutkan,
جَاءَ عُمَرُ بْنُ
الْخَطَّابِ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا
رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي مَرَرْتُ بِأَخٍ لِي مِنْ بَنِي قُرَيْظَةَ
Berarti
beliau melewati seorang Yahudi dari Quraidzhoh,
فَكَتَبَ لِي جَوَامِعَ
مِنْ التَّوْرَاةِ
maka
dia menuliskan beberapa kalimat² yang jawami’ di dalam Taurat.
أَلَا أَعْرِضُهَا
عَلَيْكَ
Maukah
aku bacakan ini kepadamu,
قَالَ فَتَغَيَّرَ
وَجْهُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ عَبْدُ اللَّهِ
فَقُلْتُ لَهُ أَلَا تَرَى مَا بِوَجْهِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ فَقَالَ عُمَرُ رَضِينَا بِاللَّهِ رَبًّا وَبِالْإِسْلَامِ دِينًا
وَبِمُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَسُولًا قَالَ فَسُرِّيَ عَنْ
النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ قَالَ وَالَّذِي نَفْسِي
بِيَدِهِ لَوْ أَصْبَحَ فِيكُمْ مُوسَى ثُمَّ اتَّبَعْتُمُوهُ وَتَرَكْتُمُونِي
لَضَلَلْتُمْ إِنَّكُمْ حَظِّي مِنْ الْأُمَمِ وَأَنَا حَظُّكُمْ مِنْ
النَّبِيِّينَ
Adapun
Syaikh Al Albani rahimahullah maka beliau memandang bahwa Hadits ini adalah
Hadits yang Hasan. Beliau mengatakan disini (beliau menyebutkan syawahidnya
disini sehingga beliau menghukumi hadits ini sebagai hadits yang hasan
sebagaimana dalam misykatu al mashabih dengan sebab adanya syawahid tersebut
yang menguatkan hadits ini). Wallahu a’lam hadits ini adalah hadits yang hasan
sebagaimana yang disebutkan oleh Syaikh Al Albani rahimahullah.
Ikhwani
wa rahimakumullah
Bab
ini jelas menunjukkan kepada kita tentang wajibnya mencukupkan diri dengan apa
yang ada di dalam Al Qur’an dan juga di dalam Sunnah Rasulullāh ﷺ & ini mencakup hal² yang berkaitan
dengan berita² dari apa yang ada di dalam Al Qur’an dan juga Hadits maka itulah
yang kita cukupkan, perincian² yang mungkin disebutkan di dalam kitab
sebelumnya yakinlah bahwasanya apa yang ada di dalam Al Qur’an dan hadits itu
sudah cukup. Mungkin di kitab sebelumnya disebutkan tentang berapa hari
terjadinya banjir, apakah air, air tersebut yang asin atau tawar misalnya.
Disana
ada beberapa perkara yang mungkin tidak disebutkan di dalam Al Qur’an dan ada
di dalam kitab sebelumnya maka kita katakan kita cukupkan diri dengan apa yang
ada di dalam Al Qur’an dan juga di dalam Sunnah ﷺ
berupa akhbar, kalau Allāh ﷻ mengabarkan sesuatu
kemudian Allāh ﷻ tidak memberi tahukan
kepada kita tentang sesuatu maka kita cukupkan diri dengan apa yang Allāh ﷻ kabarkan, itu sudah cukup untuk
keselamatan kita, keimanan kita, sudah cukup, tidak perlu kita takalluf /
membebani diri dengan sesuatu yang tidak kita mampu, kemudian berusaha untuk mencari²
kemudian berusaha untuk mengotak atik dengan akalnya atau dengan sumber yang
lain, yang disitu seakan² dia tidak merasa cukup dengan apa yang ada di dalam
Al Qur’an dan apa yang ada di dalam As Sunnah, seperti yang dilakukan oleh
sebagian yang mungkin mencari² sesuatu yang sebenarnya cukuplah kita dengan apa
yang ada di dalam Al Qur’an.
Tentang
misalnya beberapa tahun lagi umat Islām ini masih ada, kita sekarang berada
disini dan sebentar lagi akan demikian² kemudian mengotak atik dan seterusnya
maka ini termasuk takalluf, yang demikian cukup dengan firman Allāh ﷻ
يَسْـَٔلُونَكَ عَنِ
ٱلسَّاعَةِ أَيَّانَ مُرْسَىٰهَا ۖ قُلْ إِنَّمَا عِلْمُهَا عِندَ رَبِّى ۖ لَا
يُجَلِّيهَا لِوَقْتِهَآ إِلَّا هُوَ ۚ ثَقُلَتْ فِى ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ
Cukup
Allāh ﷻ Dia-lah yang mengetahui kapan terjadinya
As Sa’ah & kewajiban kita adalah mempersiapkan saja sebagaimana di dalam
Hadits, Nabi ﷺ ditanya oleh sebagian
shahabat
أَنَّ رَجُلًا سَأَلَ
النَّبِيَّ عَنِ السَّاعَةِ فَقَالَ: مَتَى السَّاعَةُ؟
Ya
Rasulullāh kapan terjadinya hari Kiamat?
Maka
Nabi ﷺ mengarahkan penanya ini dengan sesuatu
yang lebih penting dari pada sibuk dengan kapan hari kiamat (kita sudah diakhir
zaman, kurang berapa tahun lagi dan seterusnya), maka beliau mengarahkan kepada
sesuatu yang lebih penting daripada itu beliau mengatakan,
قَالَ: وَمَاذَا
أَعْدَدْتَ لَهَا؟
_apa
yang sudah engkau persiapkan?_
Engkau
bertanya tentang kapan terjadinya As Sa’ah, apa yang sudah engkau persiapkan?
Ini yang lebih penting.
As
Sa’ah akan terjadi dalam waktu dekat atau tidak itu akan terjadi tapi apa yang
sudah engkau persiapkan untuk menghadapi hari tersebut .
Maka
ini termasuk praktek dari merasa cukup dengan apa yang ada di dalam Al Qur’an
dan juga apa yang ada di dalam as Sunnah & ini banyak juga bukan hanya di
dalam masalah akhbar tapi juga di dalam masalah ibadah, di dalam masalah hukum²
maka kita harus yakin bahwasanya masalah halal dan juga haram apa yang ada di
dalam Al Qur’an dan juga Sunnah ini sudah cukup untuk mengetahui mana yang
halal mana yang diharamkan sehingga tidak perlu seseorang mencari² dari yang
lain.
Itulah
yang bisa kita sampaikan pada halaqoh kali ini semoga bermanfaat dan sampai
bertemu kembali pada halaqoh selanjutnya
والسلام
عليكم ورحمة الله وبركاته
Halaqah
40 | Bab 06 Tentang Keluar dari Penamaan Islam – Pembahasan Dalil Pertama
السلام عليكم ورحمة
الله وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه
ومن وله
Halaqah
yang ke-40 dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitāb Fadhlul Islām yang ditulis
oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahāb rahimahullāh.
Beliau
mengatakan
باب ما جاء في الخروج
عن دعوى الإسلام
Ini
adalah bab yang keenam yang didatangkan oleh Mualif di dalam kitab beliau
fadhlul Islām.
Setelah
beliau menyebutkan beberapa bab yang penting tentang masalah Islām,
Bab
tentang keutamaan Islām,
Bab Wujubul Islām,
Bab Tafsiril Islām
Bab tentang kebatilan selain agama Islām
Dan
kita telah mengambil bab yang kelima yaitu Bab وجوب
الاستغناء بمتابعته الكتاب عن كل ما سواه. Bab tentang
kewajiban untuk merasa cukup dengan mengikuti Al Qur’an dari segala sesuatu
selain Al Qur’an & maksud dari penyebutan Al Qur’an mencakup di dalamnya
adalah Sunnah Rasulullāh ﷺ.
Semakin
kesana semakin jelas tentang makna Islam yang dibawa beliau rahimahullah &
bahwasanya termasuk konsekuensi dari keIslāman kita adalah merasa cukup dengan
apa yang ada di dalam Islām, merasa cukup dengan apa yang ada di dalam Al
Qur’an dan juga Sunnah & meninggalkan segala sesuatu selain agama Islām
ini.
Maka
di dalam bab yang keenam beliau ingin menyampaikan kepada kita bahkan tentang
masalah nama / penyandaran / penisbatan, termasuk diantara konsekuensi dari
keIslāman kita adalah kita menisbahkan diri kita / memberikan nama diri kita
dengan nama² yang sudah Allāh ﷻ berikan kepada kita.
Kalau sebelumnya seseorang dia di dalam Islām tetapi memakai nama² yang lain,
bangga dengan nama² tersebut padahal itu semua adalah isinya bertentangan
dengan agama Islām, mungkin namanya Islām tapi isinya bertentangan dengan agama
Islām, atau memang aslan nama tersebut adalah nama yang tidak kembali kepada
agama Islām itu sendiri.
Maka
termasuk kesempurnaan keIslāman kita & konsekuensi dari keIslāman kita,
kita lepas baju² yang tidak ada kaitannya dengan Islām & kita merasa cukup
dengan nama yang sudah Allāh ﷻ berikan kepada kita,
kita adalah muslim, kita adalah orang yang beriman, kita adalah hamba Allāh ﷻ atau nama² yang lain yang kalau dicermati
Itu kembali kepada agama Islām (Itu tidak masalah).
Tapi
kalau sampai kita masih taasub & fanatik bukan dengan Islām, Taasub &
fanatik terhadap sukunya- negeri nya- yayasan nya/organisasi nya kemudian
membangun loyalitas dan juga berlepas diri berdasarkan itu semua. Misalnya
kalau sesama suku kita cintai diluar suku tidak dicintai meskipun dia berada
diatas kebenaran, kalau berasal dari negara kita dicintai/loyal kepada nya
kalau tidak kita berlepas diri, kalau sesama Yayasannya/organisasinya maka wala
kepadanya tapi jika diluar organisasinya meskipun dia adalah muslim menyerahkan
diri kepada Allāh ﷻ maka dia berlepas
diri. Maka ini bukan termasuk Islām seseorang.
Bahkan
termasuk keIslāman seseorang adalah dia harus melepas itu semua & menjadi
Wala dan juga Baro nya ini kepada Islām, berbaju dengan baju Islām memberikan
nama kepada dirinya sesuai dengan nama yang Allāh ﷻ
berikan kepadanya.
Beliau
mengatakan disini
باب ما جاء في الخروج
عن دعوى الإسلام
Bab
tentang apa² yang datang yaitu dalil² yang datang di dalam masalah keluar dari
dakwah Al Islam, penyebutan Al Islam. Maksudnya adalah ancaman, kalau disini
berbicara tentang Al khuruj keluar nya dari sebutan Islām menggunakan nama²
yang lain, menggunakan nama diambil dari Imam nya, atau diambil dari ajaran nya
yang dengannya dia menyelisihi ajaran Islām.
Berarti
disini – الخروج عن دعوى الإسلام – disini tercela
kalau itu tercela maka – ما جاء – disini apa yang
datang minal Wa’id berupa ancaman. Dalil² disini adalah ancaman. Beliau
mengatakan
وقوله تعالى: هُوَ
سَمَّاكُمُ الْمُسْلِمِينَ مِنْ قَبْلُ وَفِي هَذَا [الحج: 78].
Mendatangkan
firman Allāh ﷻ _Dia lah yang telah
menamakan kalian sebagai Al Muslimin sebelumnya & di dalam Al Qur’an_
Kelengkapan
dari ayat ini firman Allāh ﷻ dalam surat Al Hajj
وَجَاهِدُوا فِي
اللَّهِ حَقَّ جِهَادِهِ ۚ هُوَ اجْتَبَاكُمْ وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي
الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ ۚ مِّلَّةَ أَبِيكُمْ إِبْرَاهِيمَ ۚ هُوَ سَمَّاكُمُ الْمُسْلِمِينَ
مِن قَبْلُ وَفِي هَٰذَا لِيَكُونَ الرَّسُولُ شَهِيدًا عَلَيْكُمْ وَتَكُونُوا
شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ ۚ فَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ
وَاعْتَصِمُوا بِاللَّهِ هُوَ مَوْلَاكُمْ ۖ فَنِعْمَ الْمَوْلَىٰ وَنِعْمَ
النَّصِيرُ
Naam
هُوَ سَمَّاكُمُ
الْمُسْلِمِينَ مِنْ قَبْلُ
Dialah
Allāh ﷻ telah menyelamatkan kalian (setiap orang
yang menyembah kepada Allāh ﷻ saja) sebagai
muslimin sebelumnya,
Yaitu
semenjak sebelumnya yaitu sebelum kita / sebelum umatnya Rasulullāh ﷺ yang di dalam kitab² sebelumnya, Allāh ﷻ menamakan setiap hamba Allāh ﷻ yang meng Esa kan Allāh ﷻ dinamakan sebagai muslimin, sebagaimana sudah berlalu ketika
kita menyebutkan bagaimana dakwah Nabi Sulaiman
واعيني مسلمين
_hendaklah
kalian datang kepadaku dalam keadaan muslimin_
Dan
Nabi Musa ‘alaihissalam mengatakan,
إِن كُنتُمْ آمَنتُم
بِاللَّهِ فَعَلَيْهِ تَوَكَّلُوا إِن كُنتُم مُّسْلِمِينَ
QS Yunus 84
Dan
Allāh ﷻ mengatakan kepada Ibrahim
إِذْ قَالَ لَهُ
رَبُّهُ أَسْلِمْ ۖ قَالَ أَسْلَمْتُ لِرَبِّ الْعَالَمِينَ
وَوَصَّىٰ بِهَا
إِبْرَاهِيمُ بَنِيهِ وَيَعْقُوبُ يَا بَنِيَّ إِنَّ اللَّهَ اصْطَفَىٰ لَكُمُ
الدِّينَ فَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ
أَمْ كُنتُمْ شُهَدَاءَ
إِذْ حَضَرَ يَعْقُوبَ الْمَوْتُ إِذْ قَالَ لِبَنِيهِ مَا تَعْبُدُونَ مِن بَعْدِي
قَالُوا نَعْبُدُ إِلَٰهَكَ وَإِلَٰهَ آبَائِكَ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ
وَإِسْحَاقَ إِلَٰهًا وَاحِدًا وَنَحْنُ لَهُ مُسْلِمُونَ
QS Al Baqarah 131-133
Demikianlah
Allāh ﷻ menamakan orang² sebelum kita, para hamba
Allāh ﷻ yang mereka meng Esa kan Allāh ﷻ di dalam ibadah dinamakan dengan Muslimin
وفي هذا
Demikian
pula di dalam Al Qur’an orang yang menyembah Allāh ﷻ
saja maka dinamakan sebagai seorang muslimin.
Allāh
ﷻ mengatakan
هُوَ سَمَّاكُمُ
الْمُسْلِمِينَ
Dan
ini di dalam Al Qur’an, Dia-lah yang menamakan kalian sebagai الْمُسْلِمِينَ.
Itulah
yang bisa kita sampaikan pada halaqoh kali ini semoga bermanfaat dan sampai
bertemu kembali pada halaqoh selanjutnya
والسلام
عليكم ورحمة الله وبركاته
Halaqah 41 | Bab 06 Tentang Keluar dari
Penamaan Islam – Pembahasan Dalil Pertama Bag 02
السلام عليكم ورحمة
الله وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه
ومن وله
Halaqah
yang ke-41 dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitāb Fadhlul Islām yang ditulis
oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahāb rahimahullāh.
Allāh
ﷻ telah menamakan kita & menamakan
orang² sebelum kita yang mereka adalah orang² yang meng Esa kan Allāh ﷻ di dalam ibadah sebagai muslimin, maka
cukupkan dengan nama tersebut, jangan kita memilih nama yang lain, karena Allāh
ﷻ sudah memberi nama kita dengan nama
tersebut .
Di
dalam penamaan Allāh ﷻ tentunya disana
adalah penanaman yang paling baik, Allāh ﷻ
Dia-lah yang memberikan kita dengan nama tersebut & tidak sembarangan Allāh
ﷻ memberikan nama. Oleh karena itu keluar
dari nama ini yaitu nama Islām atau nama yang tidak kembali kepada makna Islām
maka ini termasuk ketidaksempurnaan di dalam keislaman seseorang.
Bahkan
memberi nama kita dengan Muslimin atau dengan nama yang kembali makna nya
kepada Islām ini adalah hukumnya wajib. Tidak boleh seseorang keluar dari nama
selain nama Islām, sebagaimana Allāh ﷻ
telah menanamkan kita dengan Muslimin maka itulah yang kita jadikan nama,
jangan kita keluar dari selain nama tersebut kemudian membuat nama² yang lain
yang mubtadaah yang mungkin nama nya dilihat dari lafadz nya tidak sesuai
dengan apa yang ada di dalam agama Islām demikian pula isinya bahkan tidak
sesuai & tidak mencerminkan agama Islām itu sendiri.
Seandainya
seseorang yang diamalkan adalah amalan Islām dari awal hingga akhir tapi dia tidak
memberikan nama kepada dirinya sendiri dengan nama yang Allāh ﷻ berikan, tidak kembali dengan makna Islām maka ini adalah
perkara yang diharamkan. Apalagi selain nama & nisbah tidak sesuai dengan
Islām & tidak kembali kepada nilai² Islām ternyata isinya juga bertentangan
dengan agama Islām maka ini – ظلمات فوق زلمة
(kegelapan diatas kegelapan) .
Jadi
keharusan kita adalah isinya sesuai dengan Islām penamaannya juga harus sesuai
dengan Islām, itu yang Allāh ﷻ inginkan dari kita.
Jangan kita mencari nama yang lain, kita berikan kepada diri kita sesuai dengan
nama yang Allāh ﷻ berikan kepada kita,
muslimin, mukminin, ibadallah, orang-orang yang beriman atau orang² Islām atau
hamba² Allāh ﷻ, ini semua kalau
dilihat maka kembali kepada satu makna atau nama² yang lain yang kembali kepada
nilai² Islām itu sendiri.
هُوَ سَمَّاكُمُ
الْمُسْلِمِينَ مِنْ قَبْلُ وَفِي هَذَا
Dia
lah Allāh ﷻ yang telah menanamkan kalian dengan
Muslimin, sebelum ini, yaitu yang ada di dalam kitab² sebelumnya Allāh ﷻ menamakan umat² sebelumnya adalah muslimin
juga -وَفِي هَذَا – dan di dalam Al
Qur’an ini Allāh ﷻ menamakan kita
sebagai muslimin.
Maka
ini adalah dalil tentang wajibnya menamakan diri sesuai dengan nama yang Allāh ﷻ berikan kepada kita, karena nama ini jelas
ada pengaruhnya kepada diri seseorang & Allāh ﷻ
sekali lagi memberikan nama kepada kita dengan Muslimin mukminin ibadallāh
pasti disana ada hikmahnya.
Allāh
ﷻ pilih diantara sekian banyak nama,
kemudian Allāh ﷻ memilih nama²
tersebut. Nama ini berpengaruh dengan kejiwaan, dengan amalan seseorang, ketika
diberi nama dengan Muslimin & kita mengetahui dengan maknanya muslimin
berarti menyerahkan diri, berarti kita sebagai seorang yang muslim harus
menyerahkan diri kepada Allāh ﷻ secara total, kami
dinamakan dengan mukminin yaitu orang² yang beriman maka kalau orang yang
beriman konsekuensinya adalah demikian & demikian, kita harus percaya,
harus beramal, harus beriman dengan takdir, beriman dengan hari akhir &
jika beriman kita harus beramal.
Atau
dinamakan dengan ibadallāh berarti kita adalah hamba Allāh ﷻ, yang namanya hamba harus beribadah kepada Al Ma’bud, taat
kepada-Nya bukan membangkang, membenarkan apa yang Dia ucapkan & bukan
mendustakan apa yang Dia ucapkan, mengikuti Rasul yang Dia utus, bukan
membangkang kepada Rasul yang Dia utus. Itu adalah pengaruh dari sebuah nama
kepada kejiwaan seseorang.
Maka
Allāh ﷻ memberikan nama kepada kita dengan
muslimin, mukminin, ibadallāh, tentunya disana ada hikmah, ada pengaruh
terhadap diri kita maka jangan kita mencari nama yang lain.
Itulah
yang bisa kita sampaikan pada halaqoh kali ini semoga bermanfaat dan sampai
bertemu kembali pada halaqoh selanjutnya
والسلام
عليكم ورحمة الله وبركات
Halaqah 42 | Bab 06 Tentang Keluar dari
Penamaan Islam – Pembahasan Dalil Kedua
السلام عليكم ورحمة
الله وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه
ومن وله
Halaqah
yang ke-42 dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitāb Fadhlul Islām yang ditulis
oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahāb rahimahullāh.
Beliau
rahimahullah mengatakan
عن الحارث الأشعري رضي
الله عنه عن النبي ﷺ أنه قال: آمركم بخمس الله أمرني بهن السمع، والطاعة، والجهاد
والهجرة، والجماعة. فإنه من فارق الجماعة قيد شبر فقد خلع ربقة الإسلام من عنقه،
إلا أن يراجع. ومن دعا بدعوى الجاهلية فإنه من جثى جهنم. فقال رجل يا رسول الله:
وإن صلى وصام؟ قال: وإن صلى وصام، فادعوا بدعوى الله الذي سماكم المسلمين
والمؤمنين عباد الله
رواه أحمد والترمذي وقال: حديث حسن صحيح
Dari
Harits Al Asy’ari semoga Allāh ﷻ meridhoi beliau
bahwasanya Rasulullāh ﷺ bersabda: Aku
memperintahkan kalian dengan 5 perkara & Allāh ﷻ
telah memerintahkan aku dengan 5 perkara tersebut, perkara yang pertama &
kedua adalah mendengar & taat dan berjihad, dan Allāh ﷻ juga memerintahkan diriku (dan ini adalah perintahku untuk
kalian) yaitu untuk berhijrah & yang kelima adalah Al Jamaah, maka
barangsiapa yang memisahkan diri dari jamaah meskipun hanya 1 jengkal maka dia
telah melepaskan ikatan Islām dari lehernya kecuali dia dalam keadaan mau
bertaubat & kembali kepada Islām & barangsiapa yang menyeru dengan
seruan jahiliyah maka dia termasuk جثى جهنم
yaitu orang² yang masuk kedalam Jahanam
Maka
seorang laki² mengatakan Ya Rasulullāh meskipun orang tersebut shalat &
juga berpuasa?_meskipun dia adalah orang yang shalat & berpuasa. Maka
hendaklah kalian memanggil dengan panggilan Allāh ﷻ
yang Allāh ﷻ telah menanamkan kalian dengan panggilan
tersebut, Al Muslimin wal Mu’minin Ibadallāh diantaranya adalah muslimin atau
orang² yang beriman atau hamba² Allāh ﷻ.
Hadits ini diriwayatkan oleh imam Ahmad & juga ath Tirmidzi & dia
adalah dikatakan oleh Al Imam ath Tirmidzi حديث حسن
صحيح.
Syaikh Al Albani beliau menshahihkan hadits ini, Al Imam ath Tirmidzi
mengatakan حديث حسن صحيح.
Beliau
mengatakan
عن الحارث الأشعري رضي
الله عنه
Dari
Al-Harits Al Asy’ari رضي الله عنه
عن النبي ﷺ أنه قال
قال: آمركم بخمس الله أمرني بهن:
_aku
memperingatkan kalian dengan 5 perkara & 5 perkara tadi Allāh ﷻ telah memerintahkan aku dengan 5 perkara
tersebut_
Kemudian beliau sampaikan ini kepada umat beliau & ini menunjukkan tentang
kedudukan 5 perkara tersebut, Allāh ﷻ
perintahkan ini kepada Nabi-Nya & Allāh ﷻ
juga perintahkan ini kepada umat-Nya.
السمع، والطاعة،
Perkara
yang pertama & kedua adalah mendengar & taat.
Yang
dimaksud adalah mendengar & taat kepada penguasa, ini menunjukkan tentang
kedudukan – السمع، والطاعة – di dalam agama
Islām, mendengar dan taat kepada penguasa didalam agama Islām, Allāh ﷻ yang memerintah kepada Nabi-Nya
sebagaimana Allāh ﷻ memerintahkan kepada
kita (Umat Nya) karena di dalam mendengar dan taat kepada pemerintah dan juga
penguasa ini ada maslahat yang besar bagi rakyat, dan sebaliknya di dalam
pemberontakan, tidak mendengar dan juga tidak taat kepada penguasa maka ini ada
mudhorot bagi rakyat.
والجهاد
Dan
berjihad
Maka
Allāh ﷻ memerintahkan kepada Nabi-Nya sebagaimana
Allāh ﷻ juga memerintahkan kepada umat beliau ﷺ, untuk berjihad fisabilillah, berjihad
berperang fisabilillah dengan menggunakan harta & juga dengan jiwanya.
والهجرة والجماعة
Dan
Allāh ﷻ juga memerintahkan kepada diriku & ini
adalah perintah ku untuk kalian yaitu untuk berhijrah & sudah berlalu
pengertian hijrah ketika membahas tentang Tsalatsatul Ushul, berpindah dari
negeri kesyirikan menuju negeri Islām kalau memang disana ada sebabnya maka
disyariatkan disana untuk berhijrah & sudah berlalu pembagian hukum hijrah
menjadi 2, wajib & juga mustahab. والهجرة
ini adalah perintah Allāh ﷻ kepada Nabi Nya dan
dia juga adalah perintah Nabi ﷺ untuk kita semuanya.
والجماعة
Dan
yang kelima adalah Al Jamaah.
Dan
makna Al Jamaah adalah Al Ijtima, kita diperintahkan untuk bersatu & yang
dimaksud adalah bersatu diatas Islām bersatu diatas kitabullah, ini adalah
perintah Nabi ﷺ untuk kita semuanya
diantaranya adalah perintah untuk berijtima/bersatu, berpegang dengan jamaahnya
Rasulullāh ﷺ & tidak keluar
dari jamaah beliau ﷺ, yang terdiri dari
orang² yang berpegang teguh dengan agama beliau ﷺ,
berpegang teguh dengan sunnah beliau ﷺ
.
Itulah
yang bisa kita sampaikan pada halaqoh kali ini semoga bermanfaat dan sampai bertemu
kembali pada halaqoh selanjutnya
والسلام
عليكم ورحمة الله وبركاته
Halaqah 43 | Bab 06 Tentang Keluar dari
Penamaan Islam – Pembahasan Dalil Kedua bag 02
السلام عليكم ورحمة
الله وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه
ومن وله
Halaqah
yang ke-43 dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitāb Fadhlul Islām yang ditulis
oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahāb rahimahullāh.
Beliau
mengatakan bahwasanya Rasulullāh ﷺ
bersabda
فإنه من فارق الجماعة
قيد شبر
Ketika
beliau menyebutkan tentang masalah Al Jamaah, perintah untuk kumpul &
bersatu diatas Islām, maka beliau menyebutkan tentang ancaman orang yang
memisahkan diri dari jama’ahnya Rasulullāh ﷺ
yang mereka berkumpul diatas jalan yang satu
فإنه من فارق الجماعة
قيد شبر
Karena
sesungguhnya barangsiapa yang memisahkan diri dari Jamaah meskipun hanya
sepanjang 1 jengkal
فقد خلع ربقة الإسلام
من عنقه
_Sungguh
dia telah melepaskan tali keIslāman dari lehernya_
إلا أن يراجع
_kecuali
dia mau kembali_
Yang
dimaksud dengan – ربقة – asalnya adalah tali
yang digunakan untuk mengikat unta & dengannya seseorang bisa mengatur unta
tersebut, menyeretnya kemanapun kita inginkan, biasanya ada dileher unta atau
yang semacamnya, ini dinamakan – ربقة
– selama kita pegang tali tersebut Maka kita masih bisa mengatur dengan baik
hewan tersebut tapi kalau kita lepas – ربقة
– tadi yang ada pada leher hewan tadi maka dia akan pergi, berpisah dengan
kita.
Maka
barangsiapa yang memisahkan diri dari Jamaah Nabi ﷺ
meskipun hanya 1 jengkal maka sungguh dia telah melepaskan tali keIslāman dari
lehernya, maka menunjukkan tentang peringatan dari memisahkan diri dari Jamaah
Rasulullāh ﷺ.
Dan
mufarroqoh disini ada 2 makna, mufarroqoh sampai dia meninggalkan ajaran Nabi ﷺ yang menjadikan dia keluar dari Islām
seperti misalnya orang yang melakukan syirik yang besar atau melakukan 1
diantara pembatal² keIslāman, mufarroqoh jenis ini tentunya dia sampai
mengeluarkan seseorang dari agama Islām
Tapi
disana ada mufarroqoh yang tidak sampai mengeluarkan seseorang dari agama
Islām, seorang melakukan kebidahan ghoiro mukaffiro atau dia melakukan
kemaksiatan maka ini termasuk jenis mufarroqoh tapi tidak sampai mengeluarkan
seseorang dari agama Islām.
Yang
dimaksud dengan Jamaah adalah jama’ahnya Rasulullāh ﷺ,
jangan kita maknai sendiri, kemudian menamakan jamaah kita adalah yang dimaksud
di dalam hadits ini, membuat sebuah jamaah kemudian menganggap bahwasanya
seluruh hadits yang disitu ada kalimat jamaah berarti itu adalah jamaah nya,
barangsiapa yang memisahkan diri dari Jamaah kemudian dia langsung menafsirkan
jamaah kita ini berarti dia telah melepaskan ikatan Islām dari lehernya,
kemudian mengkafirkan selain jama’ahnya. Jamaah yang ada di luar sana juga
menganggap jamaah disini adalah jamaah mereka dan mereka juga mengeluarkan
orang lain dari Islām karena tidak mengikuti jamaahnya mereka.
Dan
pemahaman yang benar bahwasanya jama’ah disini adalah jama’ahnya Rasulullāh ﷺ yang mereka berada diatas jalan yang
lurus, maka barangsiapa yang memisahkan diri dari Jamaah tersebut sungguh dia
telah melepaskan tali keIslāman dari lehernya & tali keIslāman disini
mungkin yang dia lepaskan adalah Ushul diantara Ushul² Islām atau yang dia
lepaskan dia adalah sesuatu yang merupakan kesempurnaan di dalam agama Islām
bukan termasuk Ushul nya, karena Al Islām itu sendiri ada arkan dan dia
memiliki furu’ nya. Kalau yang dia tinggalkan adalah satu diantara perkara yang
merupakan Ushulul Islām kemudian dia melakukan 1 diantara pembatal² keislaman
maka ini yang dia lepaskan adalah seluruh keIslāman itu sendiri, tapi kalau
yang dia lepaskan adalah bagian dari Islām tetapi tidak sampai membatalkan
keIslāman dia berarti yang dia lepaskan adalah bukan Ushulnya tapi adalah
bagian dari Islām yang tidak sampai mengeluarkan dia dari agama Islām apabila
dia melepaskan 1 unsur tadi.
إلا أن يراجع
Kecuali
dia dalam keadaan mau bertaubat & kembali kepada Islām.
Mungkin
kembali kepada Ushul Islām berarti dia kembali Muslim setelah murtadnya atau
dia kembali menyempurnakan Islām, pokok Islām nya masih hanya ada kekurangan di
dalam Islāmnya kemudian dia bertobat maka akan kembali sempurna lagi keIslāman
dia yang sebelumnya berkurang dengan sebab kebidahan, dengan sebab kemaksiatan
yang dia lakukan.
Itulah
yang bisa kita sampaikan pada halaqoh kali ini semoga bermanfaat dan sampai
bertemu kembali pada halaqoh selanjutnya
والسلام
عليكم ورحمة الله وبركاته
Halaqah 44 | Bab 06 Tentang Keluar dari
Penamaan Islam – Pembahasan Dalil Kedua Bag 03
السلام عليكم ورحمة
الله وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه
ومن وله
Halaqah
yang ke-44 dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitāb Fadhlul Islām yang ditulis
oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahāb rahimahullāh.
Beliau
mengatakan bahwasanya Rasulullāh ﷺ
bersabda
ومن دعا بدعوى الجاهلية
فإنه من جثى جهنم
_Dan
barangsiapa yang menyeru dengan seruan jahiliah_
Yang dimaksud dengan seruan jahiliah adalah seruan selain seruan kepada agama
Islām, Islām & jahiliah ini adalah bertolak belakang satu dengan yang lain.
Segala
sesuatu yang menyeru kepada sesuatu yang bertentangan dengan Islām dinamakan
dengan Jahiliah, menyeru kepada selain Islām maka ini menyeru kepada Jahiliah.
أَفَحُكْمَ
الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ
_Apakah
mereka mencari hukum jahiliah_
Jadi
yg dimaksud dengan Jahiliah adalah segala sesuatu yang bertentangan dengan
agama Islām, dakwah jahiliah berarti seruan untuk mengajak manusia melakukan
sesuatu yang bertentangan dengan agama Islām yang dibawa oleh Nabi ﷺ.
ومن دعا بدعوى الجاهلية
Barangsiapa
yang menyeru kepada seruan jahiliah.
Diantaranya
misalnya dia menisbahkan diri kepada sesuatu yang bukan kembali kepada Islām
diantaranya adalah
Pertama, menyeru kepada sesuatu yang bertentangan dengan Islām, Islām
mengajarkan kita beriman dengan Nama & sifat Allāh ﷻ kemudian dia menyeru kepada pengingkaran kepada Nama & juga
Sifat Allāh ﷻ, Islām
mengajarkan kita untuk tidak menyerupakan Allāh ﷻ
dengan makhluk kemudian dia menyeru kepada penyerupaan Nama dan sifat Allāh ﷻ terhadap makhluk
Maka
ini masuk kedalam sabda Nabi ﷺ
فإنه من جثى جهنم
Dia
termasuk جثى جهنم yaitu orang² yang
masuk kedalam Jahanam
Dan
ini adalah ancaman bagi orang yang menyeru kepada dakwah jahiliah, menyeru
kepada sesuatu yang bertentangan dengan Islām.
Bisa
maknanya kalau dia menyeru kepada sesuatu yang membatalkan keIslāman berarti جثى جهنم menjadi orang yang kafir & dia kekal
di dalam neraka, tapi kalau yang dia seru dia adalah jahiliah bertentangan
dengan agama Islām tetapi tidak sampai kepada pembatal keIslāman maka dia
terancam dengan masuk kedalam Neraka, dan kalau dia seorang muslim maka dia
kelak akan keluar dari Neraka dan akan masuk kedalam Surga.
Jadi
جثى جهنم apakah dia kekal atau tidak kekal dilihat
dari dakwah jahiliah yang dia serukan, apakah Jahiliah disini sampai
membatalkan keIslāman dia atau tidak.
فقال رجل يا رسول الله:
وإن صلى وصام؟
Maka
seorang laki-laki mengatakan _Ya Rasulullāh, meskipun orang tersebut shalat
& juga puasa?
Dia shalat, melakukan 5 shalat waktu, berpuasa di bulan Ramadhan tapi sayang
diwaktu yang sama dia mengajak orang lain untuk melakukan sesuatu yang
bertentangan dengan Islām.
قال: وإن صلى وصام،
_Meskipun
dia orang yang shalat & berpuasa_
Menunjukkan
bahwasanya disana terkadang ada orang yang secara dzhohir, shalat bersama kita
melakukan shalat 5 waktu dan juga berpuasa di bulan Ramadhan tapi dia mengajak
kepada aliran yang sesat, mengajak kepada kemaksiatan, kebidahan.
فادعوا بدعوى الله الذي
سماكم
Maka
hendaklah kalian mengajak / memanggil dengan panggilan Allāh ﷻ yang Allāh ﷻ namakan kalian
dengannya.
Berarti
ومن دعا بدعوى الجاهلية
Bisa
juga diartikan _Barangsiapa yang memanggil dengan panggilan jahiliah_ bisa
diartikan yang pertama menyeru kepada selain Islām atau yang kedua memanggil
dengan panggilan selain agama Islām, panggilan jahiliah selain Islām, selain
Iman, selain hamba Allāh ﷻ maka balasannya
adalah dia termasuk jama’ahnya jahanam yaitu orang² yang masuk kedalam Jahanam.
Apa
nama² yang sudah Allāh ﷻ berikan kepada kita,
Al Muslimin wal Mu’minin Ibadallāh, diantaranya adalah muslimin atau orang²
yang beriman atau hamba² Allāh ﷻ, atau mengatakan
يا عباد الله اوصيكم
ونفسي بتقوى الله
atau
mengatakan ayyuhal muslimin, ma’asyirol mu’minin dan seterusnya, kita memanggil
mereka dengan nama² yang sudah Allāh ﷻ
berikan kepada kita, ketika beliau mengatakan – فادعوا
– maka ini adalah perintah & perintah asalnya adalah wajib, berarti wajib
bagi kita untuk memberikan nama diri kita dengan nama yang sudah Allāh ﷻ berikan.
Kemudian
yang sebelumnya ancaman orang yang menyeru dengan seruan jahiliah atau
memanggil dengan panggilan jahiliah bukan dengan nama yang Allāh ﷻ berikan kepada kita bahwasanya dia adalah
– من جثى جهنم – dan جثى artinya adalah jama’at, جثى جهنم maksudnya adalah jamaah nya jahanam. Ini menunjukkan tentang
larangan menyeru dengan seruan jahiliah, memberi nama dengan nama² Jahiliah,
Apa yang dimaksud dengan nama² jahiliah : nama² dimana Wala dan Baro tidak
kembali kepada Islām itu sendiri tapi kembali kepada negara, orang, kembali
kepada organisasi, ormas, suku, itu dinamakan dengan دعوى
الجاهلية bukan dakwah Islām.
Berarti
hadits ini jelas menunjukkan kepada kita tentang bab yang disebutkan oleh
muallif tentang celaan keluar dari dakwah Islām, keluar dari nama² Islām, ini
adalah perkara yang diharamkan, wajib bagi kita untuk tetap berada di dalam
nama Islām, jangan membuat nama² sendiri & ini adalah termasuk bagian dari
menyerahkan diri kita kepada Allāh ﷻ.
Selain
kita menyerahkan diri di dalam masalah aqidah, menyerahkan diri di dalam
Ibadah, tidak beribadah kecuali dengan cara yang Allāh ﷻ ajarkan kepada kita melalui lisan Nabi Nya, menyerahkan diri
dengan akhlak, demikian pula dengan masalah Nama, jangan kita mencari nama yang
lain, kita mencukupkan diri dengan nama yang sudah Allāh ﷻ berikan kepada kita, Muslimin, mukminin, ibadallāh, kalau tidak
demikian maka kita telah menyelisihi perintah Nabi ﷺ
yang mengatakan
فادعوا بدعوى الله
Dan
dikhawatirkan masuk kedalam ancaman Nabi
ومن دعا بدعوى الجاهلية
فإنه من جثى جهنم.
Awalnya
adalah dari nama yang tidak disyariatkan di dalam Islām akhirnya menyeret
manusia kepada perkara yang lebih jauh dari itu, awalnya diawali dari sebuah
nama yang tidak disyariatkan.
رواه أحمد والترمذي
وقال: حديث حسن صحيح
Hadits
ini diriwayatkan oleh imam Ahmad & juga ath Tirmidzi & dia adalah
dikatakan oleh Al Imam ath Tirmidzi حديث حسن صحيح.
Syaikh Al Albani beliau menshahihkan hadits ini, Al Imam ath Tirmidzi
mengatakan حديث حسن صحيح.
Itulah
yang bisa kita sampaikan pada halaqoh kali ini semoga bermanfaat dan sampai
bertemu kembali pada halaqoh selanjutnya
والسلام
عليكم ورحمة الله وبركاته
Halaqah
45 | Bab 06 Tentang Keluar dari Penamaan Islam – Pembahasan Dalil Ketiga
السلام عليكم ورحمة
الله وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه
ومن وله
Halaqah
yang ke-45 dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitāb Fadhlul Islām yang ditulis
oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahāb rahimahullāh.
Beliau
mengatakan,
وفي الصحيح:
Di
dalam Ash-Shahih
من فارق الجماعة شبرا
فمات فميتته جاهلية
_barangsiapa
yang memisahkan diri dari Jamaah_, memisahkan dari jamaah nya Rasulullāh ﷺ & juga para shahabatnya yang mereka berada
diatas jalan yang lurus, _شبرا meskipun hanya
sejengkal kemudian dia meninggal_
Dan tidak kembali ke jalan yang lurus tadi / tidak bergabung kembali kepada
jamaah nya Rasulullāh ﷺ & juga para
shahabat sebelum dia meninggal dunia, _فميتته جاهلية
maka meninggalnya dia adalah (sifatnya) Jahiliah_
Dan
bukan berarti disini dia meninggal dalam keadaan kafir (diluar agama Islām),
karena mufarroqotu jamaah sudah kita sebutkan ada bermacam², terkadang
meninggalkan jamaah atau berpisah dengan jamaah meninggalkan atslul Islām /
meninggalkan Islām yang merupakan jalan ini & dia adalah sesuatu yang
membatalkan keIslāman nya maka meninggalnya disini adalah meninggal dalam
keadaan kafir, kalau memang dia memisahkan dari jamaah tersebut dengan sesuatu
yang membatalkan keIslāman.
Tapi
kalau mufaroqoh nya disini / meninggalkan jamaah disini melakukan sesuatu yang
tidak sampai membatalkan keIslāman dia, bid’ah yang tidak mukafiro atau
kemaksiatan, kemudian dia meninggal dunia maka meninggalnya adalah meninggal
Jahiliah tapi tidak sampai kepada keluar dari agama Islām.
Dan
segala sesuatu yang dinisbahkan kepada Jahiliah ini adalah perkara yang tercela
karena dia adalah bertentangan dengan Islām & sesuatu yang bertentangan
dengan Islām ada bermacam², ada yang memang bertentangan secara Ushul, Islām
menyeru pengesaan kepada kepada Allāh ﷻ
di dalam Ibadah kemudian Jahiliah menyeru kepada menyekutukan Allāh ﷻ, maka ini jelas bertentangan dengan
fatslul Islām, ini mengeluarkan seseorang dari agama Islām. Tapi disana ada
sesuatu yang bertentangan dengan agama Islām tetapi tidak sampai mengeluarkan
seseorang dari agama Islām, seperti kemaksiatan & juga bid’ah yang tidak
mukafiro maka ini bukan sesuatu yang mengeluarkan seseorang dari agama Islām.
Syahidnya
kenapa disini Beliau mendatangkan lafadz ini karena diantara bentuk mufaroqotul
jamaah adalah memberikan nama kepada dirinya selain dengan nama yang sudah
Allāh ﷻ berikan kepadanya, semuanya yang ada
disini memberikan kepada mereka nama yang sudah Allāh ﷻ
berikan kepada mereka, muslimin mukminin ibadallāh.
Ternyata
dia lebih memilih nama² yang lain selain nama muslimin mukminin ibadallāh, maka
ini termasuk mufaroqotu Al Jamaah, karena seluruh jamaah yang ada disini
jamaahnya Rasulullāh ﷺ & seluruh yang ada
diatas jalan yang lurus nama mereka adalah nama yang Allāh ﷻ berikan kepada mereka.
Maka
jika masih memilih nama yang lain, tidak kembali kepada Islām berarti dia
termasuk orang yang mufaroqotu Al Jamaah, akibat nya jika dia meninggal dunia
maka dia meninggal dunia dalam keadaan sifat kematiannya adalah sifat Jahiliah,
Jadi sifat yang tercela dengan perincian yang tadi disebutkan, tapi disini jika
hanya sekedar berbeda penisbatan kemudian pelanggaran yang ada di dalamnya
(disana ada pelanggaran) tetapi tidak sampai mengeluarkan dia dari agama Islām
maka jahiliah disini adalah jahiliah yang tidak sampai mengeluarkan dia dari
agama Islām, tapi jika dia mengajak kepada nama selain Islām ditambah lagi
ajaran yang ada di dalamnya yang dia seru adalah ajaran yang merupakan satu
diantara pembatal keIslāman maka _mitatuhu Jahiliah_ jahiliah disini sampai
maknanya mengeluarkan dia dari agama Islām.
Jadi
jahiliah disini umum, bisa jahiliah yang mengeluarkan seseorang dari agama
Islām bisa jahiliah tidak sampai mengeluarkan seseorang dari agama Islām dan
semuanya dinamakan dengan Jahiliah.
Misalnya
menjadikan orang yang sholeh yang sudah meninggal sebagai perantara, termasuk
pembatal keIslāman & dia termasuk perkara jahiliah. Ta’asub terhadap orang
tua, suku tidak sampai mengeluarkan seseorang dari agama Islām, terkadang ada
ta’asub terhadap kesukuan, ta’asub terhadap negaranya termasuk perkara jahiliah
tetapi tidak sampai mengeluarkan seseorang dari agama Islām.
Jadi
jahiliah jangan langsung di pahami setiap yang jahiliah berarti mengeluarkan seseorang
dari agama Islām, harus ada perincian disana.
Berarti
disini ada ancaman yang lain yaitu meninggal dalam keadaan jahiliah &
termasuk mufaroqotul jamaah adalah menamakan dirinya dengan selain Islām dan
juga Iman selain hamba Allāh ﷻ.
Hadits
Ini diriwayatkan Bukhori & juga Muslim dari Abdullah Ibnu abbas , di dalam
shahih Muslim juga dari Abdullah Ibnu Abbas.
«مَنْ رَأَى مِنْ أَمِيرِهِ شَيْئًا يَكْرَهُهُ فَلْيَصْبِرْ عَلَيْهِ،
فَإِنَّهُ مَنْ فَارَقَ الْجَمَاعَةَ شِبْرًا فَمَاتَ إِلَّا مَاتَ مِيتَةً
جَاهِلِيَّةً».
Dalam
shahih Muslim
«مَنْ رَأَى مِنْ أَمِيرِهِ شَيْئًا يَكْرَهُهُ فَلْيَصْبِرْ، فَإِنَّهُ
فَارَقَ الْجَمَاعَةَ شِبْرًا فَمَاتَ فمِيتَةً جَاهِلِيَّةً».
Ini
lafadz yang ada di shahih bukhori & Muslim, adapun disini disebutkan
famitatuhu jahiliyatun & makna nya sama.
Kenapa
beliau mendatangkan lafadz ini, makna mufaroqotu jamaah diantara bentuknya
adalah memberikan nama dengan nama yang bukan diberikan oleh Allāh ﷻ, ini termasuk menyelisihi jamaah mereka
semua menamakan diri dengan muslimin, mukminin ibadallāh tapi dia sendiri
menisbahkan bukan kepada Islam, iman & juga Ibadallāh maka ini termasuk
mufaroqotu jamaah yang ancamannya jika dia meninggal dunia maka mitatun
jahiliyyah.
Itulah
yang bisa kita sampaikan pada halaqoh kali ini semoga bermanfaat dan sampai
bertemu kembali pada halaqoh selanjutnya
والسلام
عليكم ورحمة الله وبركاته
Halaqah 46 | Bab 06 Tentang Keluar dari
Penamaan Islam – Pembahasan Dalil Keempat Hadits Shahih Riwayat Bukhari dan
Muslim
السلام عليكم ورحمة
الله وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه
ومن وله
Halaqah
yang ke-46 dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitāb Fadhlul Islām yang ditulis
oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahāb rahimahullāh.
Beliau
mengatakan,
وفيه: أبدعوى الجاهلية
وأنا بين أظهركم؟
Dan
didalamnya (mungkin kembali kepada Hadits yang shahih) atau maksudnya adalah
didalam Hadits yang diriwayatkan Bukhori & juga Muslim .
أبدعوى الجاهلية وأنا
بين أظهركم؟
Ini
Hadits yang lain, jika Hadits yang sebelumnya
من فارق الجماعة شبرا
فمات فميتته جاهلية
Ini
adalah haditsnya Abdullah Ibnu Abbas, adapun hadits yang dimaksud oleh beliau
disini – أبدعوى الجاهلية – maka yang dimaksud
adalah haditsnya Jabir Ibnu Abdillah, dari mana kita tahu ini hadits yang
dimaksud oleh pengarang di sini, pertama beliau mengatakan – وفيه – maksudnya adalah didalam hadits yang shahih yang tadi kita
sebutkan bisa didalam Hadits yang shahih atau didalam Hadits yang juga
diriwayatkan oleh Bukhori dan juga Muslim.
Kemudian
kita melihat penjelasan dari Ibnu Taimiyyah yang dinukil oleh beliau disini
karena beliau setelah mendatangkan hadits Ini, beliau mendatangkan ucapan Ibnu
Taimiyyah & disini beliau menyebutkan sebuah hadits yaitu adanya kasus yang
hampir menjadikan disana perseteruan antara muhajirin & anshor. Haditsnya
أَنَّهُ سَمِعَ
جَابِرًا رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ يَقُولُ غَزَوْنَا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Kami
berperang bersama Rasulullah ﷺ
وَقَدْ ثَابَ مَعَهُ
نَاسٌ مِنْ الْمُهَاجِرِينَ حَتَّى كَثُرُوا وَكَانَ مِنْ الْمُهَاجِرِينَ رَجُلٌ
لَعَّابٌ فَكَسَعَ أَنْصَارِيًّا
Dan
telah pergi bersama beliau beberapa orang dari kalangan Muhajirin sehingga
mereka banyak (banyak berkumpul orang² Muhajirin), diantara orang² Muhajirin
tersebut ada seorang laki² yang la’ab (suka bermain)
فَكَسَعَ أَنْصَارِيًّا
Maka
dia memukul dubur dari orang Anshor tadi (mungkin mencolek) & dia adalah
rajulun yang la’ab (suka bercanda) -al Kasa – mungkin memukul dengan tangannya
atau dengan kakinya (ditendang pantatnya dengan kaki atau dipukul dengan
tangannya) – – ada yang mengatakan dia adalah memukul makna nya sama pantat –
bil kodam – dengan kakinya
Apa yang terjadi
فَغَضِبَ
الْأَنْصَارِيُّ غَضَبًا شَدِيدًا
Maka
orang Anshor tadi marah dengan marah yang sangat – حَتَّى
تَدَاعَوْا – sampai akhirnya mereka saling memanggil satu dengan yang lain
وَقَالَ
الْأَنْصَارِيُّ يَا لَلْأَنْصَارِ وَقَالَ الْمُهَاجِرِيُّ يَا لَلْمُهَاجِرِينَ
Berkata
orang Anshor Ini – yaitu memanggil orang² Anshor _wahai orang² Anshor_
Berkata orang Muhajirin tadi – – _wahai orang² Muhajirin_
Jadi
orang Anshor tadi memanggil kawan²nya dari golongan Anshor & orang
Muhajirin memanggil kawan²nya Muhajirin,
فَخَرَجَ النَّبِيُّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا بَالُ دَعْوَى أَهْلِ الْجَاهِلِيَّةِ
Maka
Nabi ﷺ keluar (mungkin keluar dari kemah nya)
kemudian beliau mengatakan
مَا بَالُ دَعْوَى
أَهْلِ الْجَاهِلِيَّةِ
_kenapa
kalian mengajak ajakan orang² ahli jahiliyyah_ karena mereka dahulu taasubnya
bukan kepada agama Islām tapi taasubnya adalah kepada qobilah ya quraisy, ya
fulan, qobilah fulan bin fulan yang mereka seru adalah bukan kepada Islām tapi
taasub terhadap golongan-kesukuan maka Nabi ﷺ
ketika mendengar
يَا لَلْمُهَاجِرِينَ …
يَا لَلْأَنْصَارِ
Beliau
keluar & mengatakan kenapa kalian masih menyeru kepada seruan ahlu
jahiliyyah, wala dan baro nya bukan kepada Islām
ثُمَّ قَالَ مَا
شَأْنُهُمْ
Kemudian
beliau menyebutkan tentang apa yang terjadi diantara mereka
فَأُخْبِرَ بِكَسْعَةِ
الْمُهَاجِرِيِّ الْأَنْصَارِيَّ
Kemudian
beliau dikabarkan tentang apa yang terjadi
(ada seorang Muhajirin dia memukul/menendang pantatnya seorang Anshor)
فَقَالَ النَّبِيُّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دَعُوهَا فَإِنَّهَا خَبِيثَةٌ
Kemudian
Nabi ﷺ mengatakan tinggalkan ini karena
sesungguhnya adalah jelek (busuk). Maksudnya adalah ta’asub dengan selain Islām
meskipun itu ta’asub terhadap Muhajirin & Anshor yang mereka adalah laqob²
ini ada didalam Al Quran tapi kalau menggunakan laqob² tersebut Muhajirin &
juga Anshor & menjadikan dia ta’asub bukan kepada Islām tapi kepada
orangnya, kalau ta’asubnya terhadap Islām orang Anshor juga Islām orang
Muhajirin juga Islām, kenapa dia memanggil Ya Ahlal Anshor/Muhajirin, berarti
disini ta’asubnya bukan kepada Islām tapi kepada orangnya, karena sama²
Muhajirin karena ta’asubnya dengan Muhajirin.
Kalau
Taasubnya adalah benar yaitu Ta’asubnya adalah kepada Islām maka dia memandang
juga Anshor karena Anshor juga Muslimin & juga sebaliknya. Maka dakwah
seperti ini dakwah kepada selain Islām tapi kepada golongan kepada orang per
orang selain Nabi ﷺ maka ini adalah
dakwah jahiliyyah disifati oleh Nabi ﷺ
فَإِنَّهَا خَبِيثَةٌ
Ini
adalah perkara yang jelek/busuk.
Didalam
shahih Muslim
كن مع النبي صلى الله
عليه وسلم في غزات
Ini
adalah didalam sebuah peperangan
فكسع رجل من المهاجرين
رجل من الأنصاري فقال الأنصاري يا للأنصار فقَالَ الْمُهَاجِرِيُّ يَا لَلْمُهَاجِرِينَ
فقال رسول الله ﷺ ما بال دعوى الجاهلية
Kalau
tadi
ما بال دعوى أهل
الجاهلية
قالوا يا رسول الله كسع رجل من الْمُهَاجِرِين رجلا من
الأنصار فقال دعوها فإنها منتنة فسمع بذلك عبد الله بن أبي فقال فعلوها أما والله
لئن رجعنا إلى المدينته ليخرجن الأعز منها الأذل..
Itu
adalah kisah yang sebenernya sebagaimana kisah ini diisyaratkan didalam nukilan
syaikhul Islām Ibnu Taimiyyah Setelahnya.
Jadi
lafadz (shahih Muslim)
ما بال دعوى الجاهلية
Di
dalam shahih Bukhori
ما بال دعوى أهل
الجاهلية
Tidak
ada kalimat – وأنا بين أظهركم – mungkin disini
beliau karena menukil dari ucapan syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah & syaikhul
Islam Ibnu Taimiyyah menyebutkan – أبدعوى الجاهلية
وأنا بين أظهركم؟ – akhirnya beliau mengikuti & khusnudzon terhadap syaikhul
Islam Ibnu Taimiyyah tentang lafadz Ini, dan ini pentingnya kita (jika sebagai
thulabul ilmu) maka jika Kita masih bisa kembali kepada nukilan yang ada
didalam kitab asalnya itu lebih baik, karena disana terkadang pengarang menukil
dengan makna mungkin benar mungkin salah.
Jadi
kalau kita bisa kembali kepada asalnya maka ini lebih baik.
Itulah
yang bisa kita sampaikan pada halaqoh kali ini semoga bermanfaat dan sampai
bertemu kembali pada halaqoh selanjutnya
والسلام
عليكم ورحمة الله وبركاته
Halaqah 47 | Bab 06 Tentang Keluar dari
Penamaan Islam – Nukilan Dari Majmu Fatawa Li Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah
Jilid 28 Halaman 328
السلام عليكم ورحمة
الله وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه
ومن وله
Halaqah
yang ke-47 dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitāb Fadhlul Islām yang ditulis
oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahāb rahimahullāh.
Beliau
mengatakan
قال أبو العباس كل ما
خرج عن دعوى الإسلام والقرآن من نسب أو بلد أو جنس أو مذهب أو طريقة فهو من عزاء
الجاهلية.
Berkata
Abul Abbas
Ini
adalah kunyah dari Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, terkadang beliau memakainya
ketika di dalam kitabut Tauhid.
setiap
orang yang keluar dari nama Islām & juga Al-Quran, fanatiknya bukan karena
Islām bukan karena Al Quran,
من نسب berupa nasab, wala & baro nya karena
nasab, misalnya kalau dia ahlul bait wala kalau bukan ahlul bait baro,
أو بلد atau berupa negeri, kalau satu negara yang
sama wala kalau diluar negaranya baro,
أو جنس atau berupa suku / jenis, jika satu suku
maka dia wala kalau diluar sukunya dia baro ,
أو مذهب atau madzhab, kalau sama² syafii dia wala
kalau diluar Syafii maka dia baro,
أو طريقة atau berbeda jalan / cara
فهو من عزاء الجاهلية
_Maka
ini semua termasuk jalan Jahiliyyah_
Kalau
misalnya wala dan baro’ seseorang diukur dari semuanya itu, bukan diukur oleh
keislaman seseorang, bukan diukur sesuai dengan Al Quran atau tidak apa yang
dia lakukan, tapi diukur dari nasab, negeri, suku, madzhab.
Kemudian
beliau mendatangkan dalil
بل لما اختصم مُهاجري
وأنصاري
Bahkan
ketika saling berseteru antara seorang Muhajirin & seorang Anshor
فَقَالَ المُهَاجِرِيُّ
: يَا لَلْمُهَاجِرِينَ
Berkata
orang Muhajirin tersebut – يَا لَلْمُهَاجِرِينَ
– memanggil orang² Muhajirin
وَقَالَ الأَنْصَارِيُّ
: يَا لَلْأَنْصَارِ
Dan
berkata orang Anshor – يَا لَلْأَنْصَارِ
–
قال صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ أبدعوى الجاهلية وأنا بين أظهركم؟
Maka
Nabi ﷺ mengatakan _apakah dengan panggilan
jahiliyyah_ karena panggilan يَا لَلْمُهَاجِرِينَ ,
يَا لَلْأَنْصَارِ adalah panggilan jahiliyyah dia bukan
berdasarkan Islām, tapi berdasarkan golongan, berdasarkan orangnya, padahal
kita tahu bagaimana kedudukan Muhajirin & juga kedudukan Anshor disisi
Allah ﷻ. Kalau ta’asub dengan sesuatu selain
Islām, karena sama² hijrah karena sama² orang Mekah atau yang satunya karena
sama² orang Madinah padahal mereka adalah Muhajirin & Anshor yang memiliki
kedudukan yang tinggi disisi Allah ﷻ,
tidak boleh kita taasub dengan orang²nya, bukan kepada Islām, lalu bagaimana
dengan orang yang ta’asub dengan golongan yang lebih rendah daripada Muhajirin
& Anshor, tentu nya Ini lebih diharamkan & lebih tidak diperbolehkan.
Ta’asub
dengan orang² Muhajirin & Anshor tapi kalau tidak didasarkan oleh Islām
maka ini tidak boleh, lalu bagaimana dengan ta’asub dengan yg selain Muhajirin
& Anshor yang tentunya kedudukannya lebih rendah dari keduanya.
وغضب لذلك غضبًا شديدًا.
Dan
Nabi ﷺ marah dengan sebab ini semua, dengan
kemarahan yang sangat besar.
انتهى كلامه.
Selesai
ucapan beliau.
Dan
ini adalah nukilan, kalau kita kembali kepada kitab asalnya maka ini yang
diucapkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah didalam Majmu’ Fatawa
و كل ما خرج عن دعوى
الإسلام والقرآن من نسبٍ أو بلدٍ أو جنسٍ أو مذهبٍ أو طريقةٍ فهو من عزاء الجاهلية.
بل لما اختصم رجلان من المهاجرين و الأنصاري فقال
المهاجري: يا للمهاجرين! وقال الأنصاري: يا للأنصار
قال ﷺ: أبدعوى الجاهلية وأنا بين أظهركم؟ وغضب لذلك غضبا
شديدا.
Ini
disebutkan oleh beliau di dalam jilid ke-28 halaman 328.
Dengan
demikian kita mengetahui tentang bagaimana keharusan untuk menisbatkan diri
kepada Islām bukan kepada selain Islām.
Itulah
yang bisa kita sampaikan pada halaqoh kali ini semoga bermanfaat dan sampai
bertemu kembali pada halaqoh selanjutnya
والسلام
عليكم ورحمة الله وبركاته
Halaqah 48 | Bab 06 Tentang Keluar dari
Penamaan Islam – Nama Nama Ahlus Sunnah Wal Jama’ah
السلام عليكم ورحمة
الله وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه
ومن وله
Halaqah
yang ke-48 dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitāb Fadhlul Islām yang ditulis
oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahāb rahimahullāh.
Kalau
kita melihat nama² Ahlus Sunnah wal Jamaah, atau ahlul Jamaah atau ahlul atsar
atau ahlul Hadits atau as salafiun atau athoifa Al Mansyuroh, Al Firqotun
Najiyah maka semuanya kembali kepada Islām. Terkadang nama² tadi ada secara
nash didalam dalil & terkadang tidak ada secara nash hanya kalau kita
perhatikan dia kembali kepada Islām itu sendiri.
Dan
ini adalah perbedaan antara nama² Ahlus Sunnah gelar² Ahlus Sunnah dibandingkan
dengan nama² dimiliki aliran², contoh misalnya Ahlus Sunnah orang² yang
berpegang teguh dengan sunnah.
Apa
yang dimaksud dengan Sunnah, yang dimaksud dengan Sunnah adalah jalan , yaitu
jalannya Rasulullāh ﷺ, dan jalannya
Rasulullāh ﷺ adalah Islām itu sendiri, berarti Ahlus
Sunnah adalah orang² yang mereka konsekwen/komitmen dengan ajaran Islām. Lihat
kembali nama mereka kepada Islām bukan kepada yang lain.
Atau
dinamakan dengan Ahlul Jamaah & jamaah asal katanya makna jamaah adalah
ijtima’ dia adalah masdar, akhirnya menjadi nama kumpulan manusia, asalnya dia
adalah Al Ijtima’ jadi kalau kita mengatakan Ahlus Sunnah wal Jamaah (Al Jamaah
disini maknanya ijtima’) jangan diartikan orangnya, Ahlus Sunnah wal Jamaah
maksudnya adalah Ahlus Sunnah wal ijtima’ oleh sebab itu lawannya Ahlul Bida’ wal
furqah, karena Ahlul Bida’ adalah lawan dari Ahlus Sunnah kemudian disebutkan
wal furqah & furqah adalah lawan dari Al Ijtima’.
Jadi
kalau dikatakan Ahlus Sunnah wal Jamaah, maka Al Jamaah disini maksudnya adalah
Al Ijtima’ mereka adalah orang yang ahli dalam bersatu.
Kenapa
dinamakan ahlul jamaah atau ahlul ijtima’ karena mereka tidak mau memisahkan
diri mereka dari jamaahnya Rasulullāh ﷺ &
juga para shahabat, bagaimanapun mereka dicela, disakiti, dihadang maka mereka
tidak mau meninggalkan jalan ini, ingin terus bersatu diatas kebenaran oleh
sebab itu mereka dinamakan ahlul jamaah & seringnya digabungkan antara
sunnah dengan jamaah & dikatakan Ahlus Sunnati wal jamaah, mereka adalah
orang yang berpegang teguh dengan sunnah & mereka yang menjaga & terus
berpegang dengan jamaahnya Rasulullah ﷺ
untuk menjaga persatuan.
Kalau
kita lihat ahlu ijtima’ ini kembali kepada Islām juga, karena maksud ijtima’
disini adalah ijtima’ diatas Islām
وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ
اللَّهِ جَمِيعًا
Seluruhnya,
disuruh untuk berpegang teguh dengan – بِحَبْلِ
اللَّهِ – dengan tali Allah/Al Quran .
Berarti
Ahlul Ijtima’ mereka adalah ahli didalam persatuan maksudnya adalah persatuan
diatas Islām, berarti kembali kepada Islām itu sendiri.
Atau
nama mereka adalah Ahlul atsar, mereka adalah orang yang ahli didalam atsar,
yang dimaksud dengan atsar mungkin atsar Rasulullah ﷺ
atau nama lain dari Hadits atau maksudnya atsar para Shahabat & juga para
tabiin, berpegang teguh dengan atsar mereka, apa atsar para Shahabat & juga
para tabiin? *Islām*. Karena mereka kembali kepada Islām yang murni mereka
tidak memisahkan diri dari jamaahnya Nabi ﷺ
خَيْرُ النَّاسِ
قَرْنِي ، ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ ، ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ
Dipuji
oleh Nabi ﷺ karena berpegangnya mereka dengan kuat
terhadap Islām yang dibawa oleh Nabi ﷺ.
Berarti
Ketika mereka menamakan dirinya dengan Ahlul Atsar nama ini kembali kepada
Islām juga.
Atau
nama mereka adalah al Firqotun Najiah mereka adalah kelompok yang selamat
diambil dari Hadits Nabi ﷺ, dimana beliau
mengabarkan tentang iftiroqul umma (perpecahan umat) & mengabarkan
bahwasanya umat ini terpecah menjadi 73 golongan
كُلُّهُمْ فِي النَّارِ
Semuanya
masuk kedalam Neraka
إِلَّا وَاحِدَةً
Kecuali
1 golongan, kemudian beliau mengatakan
من كان على مثل ما أنا
عليه اليوم وأصحابي
Mereka
adalah orang yang berada diatas jalanku juga jalan para Shahabatku.
Inilah
golongan yang selamat tadi, golongan yang satu tadi, dinamakan dengan golongan
yang selamat karena pertama mereka selamat dari perpecahan yang lainnya
berpecah belah, adapun golongan ini maka mereka selamat dari perpecahan, tetap
mereka berada diatas jalannya Nabi ﷺ,
sehingga mereka dinamakan golongan yang selamat yaitu selamat dari perpecahan
karena perpecahan ini musibah adapun mereka, mereka tidak berpecah tetap mereka
bersatu diatas Islām yang murni.
Atau
yang kedua selamat disini adalah selamat dari Neraka karena nabi mengatakan
كلهم في النار
Semuanya
masuk kedalam Neraka kecuali satu.
Kedua
makna ini benar, baik dikatakan selamat dari Neraka atau selamat dari
perpecahan ini benar karena perpecahan itu membawa mereka kepada Neraka.
Perpecahan tadi yaitu memisahkan diri/memecahkon diri dari jalannya Nabi ﷺ ini adalah sebab masuknya mereka kedalam
Neraka.
Berarti
golongan yang selamat tadi yaitu yang selamat dari perpecahan karena selamat
dari perpecahan berarti tetap berpegang teguh dengan Islām tidak mau memecahkan
diri. Berarti disini kembali kepada makna Islām, Al Firqotun Najiah firqoh yang
Selamat yaitu selamat dari perpecahan karena dia tidak memisahkan dirinya dari
jamaahnya Nabi ﷺ yang berada diatas
Islām yang murni. Berarti Al Firqotun Najiah kembali kepada Islām.
Itulah
yang bisa kita sampaikan pada halaqoh kali ini semoga bermanfaat dan sampai
bertemu kembali pada halaqoh selanjutnya
والسلام
عليكم ورحمة الله وبركاته
Halaqah
49 | Bab 06 Tentang Keluar dari Penamaan Islam – Nama Nama Ahlus Sunnah Wal
Jama’ah Bag 02
السلام عليكم ورحمة
الله وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه
ومن وله
Halaqah
yang ke-49 dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitāb Fadhlul Islām yang ditulis
oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahāb rahimahullāh.
Kalau
kita melihat Nama² Ahlus Sunnah wal Jamaah maka semuanya kembali kepada Islām.
Contoh
misalnya Ahlus Sunnah wal Jamaah atau ahlul Al Jamaah atau Al Firqotun Najiah
atau Ahlul Atsar atau Hadits atau As Salafiun atau nama mereka Athoifatul
Manshuro golongan yang ditolong, ditolong karena berpegang teguh dengan agama
Islām sebagaimana didalam Hadits
ولَنْ تَزَالَ هَذِه
الأُمَّةُ قائِمَةً عَلَى أمْر الله لاَ يضُرُّهُمْ مَنْ خَالَفُمْ حَتَّى يأتِي
أمْرُ الله
Amrullah
yang pertama ini adalah Al Islām, dia tetap tegak diatas Amrullah yaitu
Amrullah Syar’i, adapun Amrullah yang kedua adalah Amrullah al Kauni.
Amrullah
Syarii ini adalah Islām syariat Islām adapun Amrullah al Kauni adalah hidupnya
atau dikirimnya angin & barangsiapa yang menghirup angin tadi & didalam
dirinya ada iman meskipun hanya kecil keimanannya maka dia akan meninggal dunia.
قائِمَةً عَلَى أمْر
الله
Dia
tetap tegak diatas agama Islām.
Amrullah
disini adalah Dien Syarii
لاَ يضُرُّهُمْ مَنْ
خَالَفُمْ
Tidak
akan memudhoroti mereka orang yang menyelisi mereka
Kita
lihat lafadz yang lain
ولَا تَزَالَ هَذِه
الأمة ظاهرين على من خالفهم حتى يأتي أمر الله وهم ظاهرون
Apa
makna – ظاهرون – maksudnya adalah منتصرين mereka senantiasa tertolong.
ظافرين على عدوهم الذي
يخالفهم في العقيدة والمنهج
Mereka
nampak & mereka ditolong oleh Allāh diatas musuh² mereka
Didalam
sebuah lafadz
لاتزال طائفة من أمتي
ظاهرين على الحق
Mereka
nampak tetap diatas al Haq yaitu diatas agama Islām yang murni
لايضرهم من خذلهم حتى
يأتي أمر الله وهم كذالك
Didalam
lafadz ath Tirmidzi
لا تزال طائفة من أمتي
منصورين لايضره من خذلهم حتى الساعة
Dalam
sunan ibnu Majjah
لا تزال طائفة من أمتي
منصورين
Dari
sini kita mengetahui asal usul dari penamaan athoifa al Mansyuro golongan yang
ditolong oleh Allāh, kalau kita melihat hadits² tadi & kita kumpulkan,
kenapa mereka – ظاهرين – kenapa mereka – منصورين – karena mereka
قائمة على أمر الله
قائمة على حق
Sebagian
lafadz tadi disebutkan mustaqiman mereka istiqomah diatas kebenaran & ini
seperti firman Allāh ﷺ
كتب الله لأغلبن أنا
ورسلي
إِنَّا لَنَنصُرُ
رُسُلَنَا وَٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ فِى ٱلْحَيَوٰةِ ٱلدُّنْيَا وَيَوْمَ يَقُومُ ٱلْأَشْهَٰدُ
_Sesungguhnya
Kami akan menolong Rasul² Kami & juga orang² yang beriman_
Dan
tentunya yang dimaksud orang yang beriman disini adalah orang yang benar²
beriman & mewujudkan keimanan, berpegang teguh dengan Islām yang murni
sehingga mereka menamakan dirinya dengan athoifa Al Mansyuro, Mansyuro karena
berpegang teguh dengan Islām.
Berarti
kembali nama mereka ini kepada Islām.
As
Salafiun menisbahkan diri mereka kepada salaf, siapa Salaf? Generasi pertama,
kedua & ketiga. As Salafusholeh mereka adalah para pendahulu kita yang
shaleh. Salafy adalah orang yang menisbahkan diri mereka kepada para salaf, apa
yang dilakukan oleh para Salaf perpegang teguh dengan Islām
من كان على مثل ما أنا
عليه وأصحابه
Mereka
adalah orang yang berada diatas jalanku & jalan para Shahabatku.
Maka
Salafiyun adalah orang² yang menisbahkan diri mereka kepada para salaf yaitu
para Shahabat, para Tabiin & juga para Tabiut Tabiin yang mereka berada
diatas Islām yang murni. Berarti salafiun nama yang syarii karena ia kembali
kepada Islām.
Maka
seluruh Nama² yang kembali kepada Islām maka ini nama² yang syarii.
Itulah
yang bisa kita sampaikan pada halaqoh kali ini semoga bermanfaat dan sampai
bertemu kembali pada halaqoh selanjutnya
والسلام
عليكم ورحمة الله وبركاته
Halaqah
50 | Bab 06 Tentang Keluar dari Penamaan Islam – Nama Nama Ahlu Bid’ah
السلام عليكم ورحمة
الله وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه
ومن وله
Halaqah
yang ke-50 dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitāb Fadhlul Islām yang ditulis
oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab bin Sulaiman At-Tamimi rahimahullāh.
Kalau
kita melihat perbedaan antara nama-nama Ahlus Sunnah dengan nama-nama Ahlul
Bida’.
Antum
lihat nama-nama Ahlul Bida’, ada di antara mereka yang bernama;
√
Al-Khawarij
√ Jahmiyyah
√ Asy-Syairah
√ Al-Maturidiyyah
√ Al-Qulabiyyah
√ Al-Murji’ah
√ Ar-Rafidhah
√ Az-Zaidiyyah
√ Qadiriyyah
√Jabriyyah
√ Qadariyyah
Antum
lihat, nama-nama aliran tadi tidak kembali kepada Islām, tapi kemungkinan yang
pertama kembali kepada muasisnya bukan kembali kepada Islām (tapi kembali
kepada muasisnya). Karena muasis ini membawa sesuatu yang baru yang tidak ada
di dalam Islām, akhirnya bukan dinisbahkan kepada Islām tapi dinisbahkan kepada
muasisnya.
Di
antaranya apa?
√
Jahmiyyah, kepada Jahm ibn Sofwan
√ Al-Qulabiyyah dinisbahkan kepada Abdullāh ibnu Qulab.
√ Ahmadiyyah dinisbahkan kepada Mirza Ghulam Ahmad, dan seterusnya.
Ini
sudah penamaan yang salah.
Kenapa
menisbahkan diri kepada orangnya (muasisnya)?
Berarti
dia membawa sesuatu yang baru yang tidak diajarkan oleh Nabi shallallāhu
‘alayhi wa sallam.
Atau
terkadang nama tersebut diambil dari inti dari bid’ahnya.
Contoh
(misalnya):
√
Al-Murjiah diambil dari kata al-irja yang maknanya adalah takhir (mengakhirkan)
atau diambil dari kata raja’.
Kalau
diambil dari kata al-irja yang maknanya adalah ta’khir sebagaimana firman
Allāh: أَرْجِهْ وَأَخَاهُ – akhirkan (ditunda),
maksudnya adalah mereka mengakhirkan amalan, menjadikan amalan itu bukan
termasuk iman. Karena orang-orang Murjiah mengatakan amalan bukan termasuk
iman.
Atau
dari kata raja’ artinya mereka terlalu memberikan raja’ kepada pelaku dosa
besar, kemudian mengatakan, “Tidak masalah, kamu melakukan dosa besar, ini
tidak memudharati antum, karena ini bukan termasuk iman”.
⇒ Berarti nama mereka diambil dari inti
bid’ah mereka.
√
Rafidhah, diambil dari kata rafadh (رفض)
artinya menolak, karena mereka menolak kekhilafahan Abū Bakar dan juga Umar,
sehingga mereka dinamakan dengan Rafidhah.
√
Orang-orang Khawarij, diambil dari kata khuruj (خروج)
karena mereka mengeluarkan pelaku dosa besar dari Islām, atau khuruj (خروج) yang berarti mereka memberontak kepada
pemerintah dan juga penguasa yang sah. Karena keluar dan memberontak kepada
mereka juga dinamakan dengan khuruj (خروج),
sehingga mereka dinamakan dengan Khawarij. Dilihat dari inti bid’ah mereka.
Atau
diambil aliran tadi (namanya) dari sebab dia keluar (sejarah dia keluar).
Seperti
(misalnya):
Mu’tazilah,
dinamakan Mu’tazilah karena Wāshil saat itu dia meninggalkan majelisnya Hasan
Al-Bashri, karena dia ‘itazalah (إعتزله)
meninggalkan majelisnya Hasan Al-Bashri, maka dinamakan dia dan juga
orang-orang yang mengikutinya dengan Al-Mu’tazilah.
Antum
lihat di sini! Perbedaan antara nama-nama Ahlus Sunnah dengan nama-nama aliran
tersebut.
Aliran-aliran
tadi tidak kembali kepada Islām. Adapun nama-nama Ahlus Sunnah maka kembali
kepada Islām. Bagi orang yang mencermati nama-nama tersebut (Ahlus Sunnah) dia
akan melihat bahwasanya nama-nama tersebut kembali kepada Islām.
Belum
lagi ciri-ciri yang lain dan juga perbedaan yang lain. Nama-nama yang ada di
dalam Ahlus Sunnah tidak menyebabkan wala dan bara’ selain kepada Islām, lain
dengan nama-nama tadi.
Adapun
nama-nama tadi maka di situ ada wala dan bara’, wala dan bara’nya bukan kepada
Islām (bukan atas nama Islām), tapi atas nama yang lain.
Kalau
Islām jamā’ah, kenapa dinamakan dengan Islām jamā’ah?
Karena
intinya adalah pada jamā’ah, karena memang itu yang di konsentrasikan (tentang
masalah jamā’ah).
Berkaitan
dengan jamā’ah, yang namanya jamā’ah harus ada imamnya, yang namanya imam harus
di ba’iat.
لا السلام الى بالجماعه
Kita
ini harus, “Islāmnya harus berjamā’ah”, makanya dinamakan dengan Islām jamā’ah.
Kadang
namanya benar tapi isinya yang tidak benar. Yang dituntut dari kita nama dan
juga isinya, kemarin isinya sudah disebutkan tentang keharusan untuk berpegang
teguh dengan isinya.
Sekarang
disebutkan tentang keharusan untuk bernama dengan nama-nama yang Islām. Jadi
namanya harus syari’ dan isinya juga harus Islāmi, tidak cukup dengan penamaan
atau gelar saja yang Islāmi tapi isinya jauh dari Islām.
Itulah
yang bisa kita sampaikan pada halaqah kali ini, semoga bermanfaat, dan sampai
bertemu kembali pada halaqah selanjutnya.
والسلام
عليكم ورحمة الله وبركاته
0 Response to "Fadhlul Islam Halaqah 26 -50"
Posting Komentar