Halaqah 13 ~ Penjelasan Pokok Ketiga Bagian 4
بسم اللّه الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه
ومن والاه
Halaqah yang ke-13
dari Silsilah ‘Ilmiyyah Penjelasan Kitāb Al-Ushūlul As-Sittah (6 Kaidah),
sebuah kitāb yang dikarang oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahāb bin Sulaimān At
Tamimi rahimahullāh.
Kemudian beliau
(rahimahullāh) mengatakan:
ثُمَّ صَارَ هَذَا الْأَصْلُ لَا يُعْرَفُ
عِنْدَ أَكْثَرِ مَنْ يَدَّعِيْ الْعِلْمَ فَكَيْفَ الْعَمَلُ بِهْ
Kemudian berlalulah
masa, sehingga perkara ini tidak diketahui oleh sebagian besar orang yang
mengaku berilmu, apalagi beramal dengan perkara ini.
Dengan berlalunya
waktu dan umat Islām tertimpa dengan kejāhilan dengan subhat, dengan syahwat
sehingga perkara ini (yaitu) pentingnya taat kepada pemerintah dan penguasa
tidak diketahui oleh sebagian besar orang yang mengaku memiliki ilmu.
Maka bagaimana beramal
dengannya? Kalau mengetahui saja tidak, apalagi mengamalkan perkara ini.
Dan ini yang terjadi
dizaman beliau rahimahullāh demikian pula dizaman kita, banyak orang yang
mengaku berilmu, memiliki kecerdasan akan tetapi didalam masalah ketaatan
kepada waliyu amr (ketaatan kepada pemerintah, penguasa) ternyata mereka jauh
dari tuntunan agama, bahkan menganggap bahwasanya memberontak kepada
pemerintah, membicarakan kejelekan pemerintah disebut sebagai sebuah keberanian
atau dipolesi dengan amar ma’ruf nahi munkar.
Dianggap ini adalah
bagian dari amar ma’ruf nahi munkar.
Dan mereka menganggap
bahwasanya orang yang mendengar dan taat kepada pemerintah dianggap sebagai
orang yang pengecut dianggap sebagai orang yang mencari muka dihadapan
penguasa, maka semua ini adalah karena seseorang tidak mengetahui tentang
pentingnya mendengar dan taat kepada pemerintah.
Dan bukan berarti
mendengar dan taat kepada pemerintah kemudian kita tidak memberikan nasehat,
didalam Islām nasehat diperuntukan bagi rakyat biasa demikian pula kepada pemerintah
kaum muslimin.
Rasūlullāh shallallāhu
‘alayhi wa sallam bersabda:
الدِّيْنُ النَّصِيْحَةُ قُلْنَا : لِمَنْ؟
قَالَ للهِ وَلِكِتَابِهِ وَلِرَسُوْلِهِ وَلِأَئِمَّةِ المُسْلِمِيْنَ
وَعَامَّتِهِمْ
“Agama adalah nasehat”
Para shahābat
bertanya, “Wahai Rasūlullāh, untuk siapa?”
للهِ وَلِكِتَابِهِ وَلِرَسُوْلِهِ
وَلِأَئِمَّةِ المُسْلِمِيْنَ وَعَامَّتِهِمْ
Beliau (shallallāhu
‘alayhi wa sallam) mengatakan:
وَلِأَئِمَّةِ المُسْلِمِيْنَ وَعَامَّتِهِمْ
“Nasehat bagi
pemerintah kaum muslimin demikian pula orang-orang yang awam diantara mereka”
(Hadīts shahīh riwayat
Muslim nomor 55)
Dan bahwasanya
menasehati pemerintah harus memiliki adab yang baik.
Beliau shallallāhu
‘alayhi wa sallam mengatakan:
مَنْ أَرَادَ أَنْ يَنْصَحَ لِسُلْطَانٍ فَلَا
يُبْدِ لَهُ عَلَانِيَةً وَ لِيَأْخُذْ بِيَدِهِ فَإِنْ قَبِلَ مِنْهُ فَذَاكَ
وَإِلا قَدْ أَدَّى عَلَيْهِ
“Barangsiapa diantara
kalian yang ingin menasehati diantara pemerintah (penguasa) maka janganlah
menampakkan nasehat tersebut”
Artinya jangan sampai
menasehati seorang penguasa dan seorang pemerintah didepan khalayak ramai
(didepan orang banyak).
Dan hendaklah
mengambil tangannya dan hendaklah berkhalwat dengannya (artinya) bersendirian
tidak dilihat oleh rakyatnya tidak didengar oleh rakyatnya tetapi nasehat
tersebut adalah nasehat secara pribadi antara dirinya dengan penguasa tersebut.
Karena seorang
penguasa dan pemerintah ini memiliki wibawa didepan rakyatnya di depan
bawahannya, apabila seseorang menasehati pemerintah, menyebutkan kesalahannya
diantara rakyatnya atau didepan rakyatnya tentunya ini akan menimbulkan perkara
yang tidak baik, wibawa seorang pemerintah menjadi turun dan apabila turun maka
rakyat akan enggan untuk mendengar dan taat kepada pemerintah tersebut
Dan kalau mereka tidak
mau mendengar tidak mau mentaati maka yang terjadi adalah kerusakan disebuah
daerah.
Apabila diterima
nasehatnya maka itulah yang kita inginkan, kalau tidak diterima maka dia telah
melakukan kewajibannya, artinya apabila diterima nasehat kita maka itulah yang
kita inginkan kebaikan bagi penguasa adalah kebaikan bagi rakyatnya
Tapi kalau tidak
diterima oleh pemerintah tersebut (oleh penguasa tersebut) maka kita sudah
melaksanakan kewajiban kita sebagai seorang muslim, sebagai seorang rakyat
yaitu memberikan nasehat kepada pemerintah dan penguasa kita, adapun dia tidak
menerima nasehat kita maka ini urusan dia dengan Allāh Subhānahu wa Ta’āla.
Ini adalah petunjuk
Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam didalam menasehati pemerintah, bukan
menunjukkan kesalahan pemerintah dan mengobralnya didepan umum ketika
khutbah-khutbah, ketika ceramah-ceramah maka ini semua melanggar petunjuk
Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam.
Wallāhu Ta’āla A’lam
Itulah yang bisa kita
sampaikan.
وبالله التوفيق و
الهداية
والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
0 Response to "Halaqah 13 ~ Penjelasan Pokok Ketiga Bagian 4"
Posting Komentar