Halaqah 98 | Poin-Poin Penutup – Kewajiban Untuk Kufur Kepada Thagut Dan Perintah Untuk Beriman Kepada Allah
============================
بسم اللّه الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه
ومن والاه
Halaqah yang ke-98 dari
Silsilah ‘Ilmiyyah Penjelasan Kitāb Al Ushūlu AtsTsalātsah wa Adillatuhā yang
dikarang oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahāb At Tamimi rahimahullāh.
Beliau mengatakan
وافترض الله على جميع العباد الكفر بالطاغوت، والإيمان بالله
Allah ﷻ mewajibkan kepada seluruh hamba untuk mengkufuri thaghut dan
beriman kepada Allah ﷻ
Dan ini adalah dakwahnya para
nabi dan juga para rasul, dan di dalam ayat yang lain Allah ﷻ mengatakan,
فَمَن يَكْفُرْ بالطَّاغُوت وَيُؤْمِن بِاللّهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ
بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَى لَا انَفِصَام لَهَا وَاللّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
sebagaimana nanti akan
disebutkan. Maka hukumnya wajib untuk kufur dengan thaghut dan ini adalah
perintah
اعْبُدُواْ اللّهَ وَاجْتَنِبُواْ الطَّاغُوتَ
dan asal dari perintah adalah
kewajiban, maka kufur dengan thoghut mengingkari thoghut ini adalah sebuah
kewajiban sebagaimana beriman kepada Allah ﷻ
ini juga merupakan sebuah kewajiban.
Thoghut diambil dari kata
طغى – يطغى – طغيا
yang arti طغى ini adalah melampaui batas (mujawazatu al-Had).
Di dalam Al-Quran Allah ﷻ ketika menceritakan tentang air besar yang
ada di zaman Nabi Nuh عليه السلام, banjir bandang
melampaui batas air tersebut, Allah ﷻ
mengatakan
إِنَّا لَمَّا طَغَا
ٱلۡمَآءُ حَمَلۡنَٰكُمۡ فِي ٱلۡجَارِيَةِ الـحاقّـة:11
sesungguhnya ketika air itu
sudah melampaui batas maka Kami mengangkut kalian, membawa kalian di dalam
perahu ketika air sudah mulai melampaui batas, sehingga dikhawatirkan tenggelam
Kami bawa kalian Kami angkut kalian di dalam ٱلۡجَارِيَةِ.
Berarti طغيا طَّاغُوت itu berasal dari kata
طغى – يطغى yaitu melampaui batas (mujawazatu al-Had),
mujawazah artinya adalah melampaui, Al-Haddi artinya adalah batas. Segala
sesuatu yang melampaui batas maka ini dinamakan dengan thaghut.
Kita lihat ucapan Ibnul Qayyim
قال ابن القيم -رحمه الله تعالى
dan ini disebutkan oleh Ibnul
Qayyim di dalam kitab beliau I’lamul-Muwaqqi’in
والطاغوت كل ما تجاوز به العبد حده من معبود أو متبوع أو مطاع
dan yang dimaksud dengan
dengan thaghut kata beliau adalah segala sesuatu yang seorang hamba melebihi
batasnya, maka itu dinamakan dengan thagut, baik thaghut tersebut berupa yang
pertama adalah ma’bud atau yang kedua berupa mathbu’ atau yang ketiga berupa
mutho’.
Yang berupa ma’bud, segala
sesembahan selain Allah ﷻ dan dia ridho
disembah maka itu adalah thagut, karena ini sudah melampaui batas-batasnya,
yang namanya ibadah hanyalah untuk Allah ﷻ
saja. Kalau sampai ibadah tadi keluar dan diserahkan kepada selain Allah ﷻ dan dia ridho disembah selain Allah ﷻ maka dia adalah thoghut, karena ibadah
batasnya hanya untuk Allah ﷻ saja. Dia keluarkan
ibadah tadi kepada selain Allah ﷻ, diserahkan kepada
selain Allah ﷻ, dan ridho disembah
dan di ibadahi maka dia adalah thaghut.
Atau dia thoghut berupa sesuatu
yang diikuti, seperti misalnya para ulama atau orang yang diulamakan, mereka
adalah mathbu’. manusia mengikuti dia, meniru dia. Batasnya yang namanya ulama
itu adalah diikuti selama dia berpegang dengan dalil, apa yang diucapkan sesuai
dengan dalil, apa yang dilakukan sesuai dengan dalil, itu batasnya. Kalau
sampai melebihi batas artinya sampai diikuti dia di dalam perkara yang tidak
ada dalilnya atau yang menyelisihi dalil, keluar batas sampai di ikuti ulama
tadi di dalam perkara yang tidak sesuai dengan dalil dan dia ridho diikuti
dengan cara seperti itu maka dia adalah thaghut.
Jadi seorang yang diulamakan
oleh manusia dan dia ridho manusia menganggap dia ma’sum, menganggap dia benar
semuanya, mengikuti dia dan menyuruh manusia untuk mengikuti dia di dalam
benarnya di dalam salahnya maka ini adalah thaghut. Ada thoghut berupa ma’bud
dan ada thoghut berupa mathbu’.
Dan ada thaghut berupa mutho’,
yang ditaati, mereka adalah umaro’, di dalam Islam taat kepada umaro’ ada
batasnya, yaitu فِي مَعْرُوفِ
إِنَّمَا الطَّاعَةُ فِي الْمَعْرُوفِ
Sesungguhnya ketaatan itu
hanya di dalam ma’ruf saja
لاَ طَاعَةَ لِمَخْلُوْقٍ فِي مَعْصِيَةِ الْخَالِقِ
tidak ada ketaatan terhadap
makhluk di dalam kemaksiatan kepada Allah ﷻ.
Jadi umaro’ ditaati tapi ada
batasnya yaitu selama tidak maksiat. Ulama diikuti selama berpegang dengan
dalil, ada batasnya. Kalau sudah keluar bata,s sampai amaro’ amir ditaati dalam
perkara kemaksiatan dan dia ridho ditaati dalam kemaksiatan maka dia adalah
thoghut. Kalau seorang pemimpin, seorang amir, ridho ditaati dalam kemaksiatan,
di dalam perkara yang bertentangan dengan dalil maka dia adalah thoghut karena
batasnya hanya sebatas di dalam ma’ruf saja, di dalam kebaikan saja.
Makanya ta’rif dari Ibnul
Qayyim ini adalah ta’rif yang bagus sekali, jadi dia bukan hanya thaghut dengan
makna yang di ibadahi dan dia ridho selain Allah ﷻ
tapi juga masuk di dalamnya adalah mathbu’, seorang yang diulamakan dan dia
ridho untuk diikuti di dalam kemaksiatan, demikian pula umaro’ yang dia ridho
ditaati oleh rakyatnya di dalam kemaksiatan.
Adapun kalau dia tidak ridho
disembah oleh manusia dan dia tidak ridho diikuti oleh manusia, dianggap dia
ma’sum padahal dia tidak ridho dianggap sebagai orang yang ma’sum. Ditaati oleh
manusia dianggap ucapan dia adalah ucapan Allah ﷻ,
perintah dia adalah perintah Allah ﷻ,
tapi dia tidak ridho disikapi seperti itu maka mereka tidak dinamakan dengan
thoghut. Seperti nabi ‘Isa عليه السلام
disembah oleh orang-orang Nasrani dan dia tidak ridho disembah.
مَا قُلۡتُ لَهُمۡ
إِلَّا مَآ أَمَرۡتَنِي بِهِۦٓ أَنِ ٱعۡبُدُواْ ٱللَّهَ رَبِّي وَرَبَّكُمۡۚ [ المائدة:117
Para ulama ahlussunnah, Imam
Syafi’i sebagian ghuluw terhadap beliau, Imam Malik sebagian ghuluw terhadap
beliau, Imam Ahmad sebagian ghuluw terhadap beliau, tetapi mereka tidak ridho.
Imam Malik mengatakan,
كل يُؤخذ من كلامه ويُرد إلا صاحب هذا القبر
Masing-masing bisa ditolak dan
diterima ucapannya kecuali yang memiliki kuburan ini, beliau mengisyaratkan
kepada kuburan Rasulullah ﷺ. Al-Imamu Ahmad
mengatakan,
عجبت لقوم عرفوا الإسناد وصحته ويذهبون إلى رأي سفيان
Aku heran dengan sebuah kaum
yang mereka mengetahui tentang hadits dan mengetahui tentang sahihnya hadits
tersebut tapi mereka lebih memilih ucapan Sufyan, yaitu Sufyan Ats-Tsauri.
Ini adalah ucapan Imam Malik,
ucapan Imam Ahmad yang menunjukkan bahwasanya mereka tidak ridho dengan orang
yang meyakini bahwasanya mereka ma’sum, meyakini bahwasanya pasti benar. Bahkan
keluar dari lisan mereka ucapan yang mengharuskan umat untuk mendahulukan
ucapan Rasulullah ﷺ diatas ucapan
manusia. Adapun mereka maka bisa salah bisa benar.
الله تعالى أعلم
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته
0 Response to "Halaqah 98 | Poin-Poin Penutup – Kewajiban Untuk Kufur Kepada Thagut Dan Perintah Untuk Beriman Kepada Allah"
Posting Komentar